Rahasia Foto Satwa Keren Terungkap di Roadshow IAPVC! Plus, Jangan Lakukan Ini!
TEMPO.CO, Bogor – Hai para pencinta fotografi dan satwa! Kabar gembira datang dari ajang kompetisi foto dan video satwa paling bergengsi, International Animal Photo and Video Competition (IAPVC). Roadshow kedua IAPVC tahun ini baru saja sukses digelar di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor, tepatnya di Cisarua. Acara ini bukan cuma ajang kumpul-kumpul biasa, lho. Panitia dan para juri kelas kakap ikut turun tangan memberikan bocoran dan tips jitu bagaimana sih caranya bisa menghasilkan foto satwa yang keren banget dan berpeluang jadi juara.
Tentunya, ada satu poin penting yang sangat ditekankan: pastikan karya yang dikirim betul-betul alami, tanpa sentuhan kecerdasan buatan atau AI sedikit pun! Ini adalah fondasi utama dari IAPVC ke-34 ini, menjaga orisinalitas dan keaslian momen. Semangat kompetisi ini adalah untuk menangkap keindahan alam yang sesungguhnya.
Menjaga Keaslian Karya di Era Digital: Jangan Ada AI di Antara Kita!¶
IAPVC tahun ini punya enam kategori berbeda yang bisa diikuti oleh siapa saja. Kerennya, peserta bebas mencari objek foto satwa di mana pun mereka mau. Alexander Zulkarnain, selaku Acting CMO TSI, menegaskan bahwa tema besar tahun ini adalah “The Picture on Secret Nature”. Ini bukan sekadar tema biasa, tapi filosofi yang diusung agar peserta bisa menangkap gambar satwa, baik foto maupun video, secara alami.
“Kami sangat berharap peserta bisa mengambil gambar satwa secara alami. Sesuai dengan tema yang kami usung, ‘The Picture on Secret Nature’. Jangan sekali-kali menggunakan AI,” tegas Alexander pada Sabtu, 19 Juli 2025 lalu. Pesan ini bukan tanpa alasan. Di tengah maraknya teknologi AI yang bisa menciptakan atau memanipulasi gambar dengan mudah, IAPVC ingin menjaga integritas dan keaslian hasil karya para fotografer. Juri ingin melihat bakat murni dan dedikasi peserta dalam menangkap momen, bukan keahlian dalam menggunakan algoritma.
Penggunaan AI dalam fotografi satwa bisa menghilangkan esensi dari tantangan itu sendiri. Keindahan foto satwa seringkali terletak pada kesulitan dalam menangkapnya, momen langka yang memerlukan kesabaran, observasi, dan pemahaman mendalam tentang perilaku hewan. Jika AI digunakan, nilai-nilai ini akan tergerus, dan yang dinilai hanyalah output dari mesin, bukan skill dari manusia di belakang kamera. Oleh karena itu, larangan AI ini adalah komitmen IAPVC untuk merayakan fotografi murni dan etika dalam menangkap keindahan alam.
Kategori IAPVC ke-34: Enam Peluang Emas untuk Para Fotografer¶
Meskipun detail keenam kategori tidak disebutkan secara spesifik dalam diskusi di roadshow, biasanya kompetisi fotografi satwa internasional seperti IAPVC akan mencakup beragam aspek dan perilaku satwa. Ini dirancang untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para peserta dengan berbagai minat dan gaya fotografi. Mari kita berimajinasi kategori yang mungkin ada dan mengapa mereka penting:
- Potret Satwa (Animal Portraiture): Fokus pada ekspresi, detail, dan karakter individu satwa. Kategori ini menuntut fotografer untuk mendekati subjeknya dengan cermat, menangkap esensi dari makhluk tersebut.
- Perilaku Satwa (Animal Behavior): Kategori ini mencari momen-momen unik dan mendalam tentang bagaimana satwa berinteraksi dengan lingkungannya atau dengan satwa lain, seperti berburu, kawin, bermain, atau merawat anak. Ini memerlukan riset dan kesabaran ekstra.
- Satwa dalam Habitatnya (Animals in their Habitat): Menampilkan satwa sebagai bagian integral dari ekosistemnya. Kategori ini menyoroti keindahan alam sekaligus hubungan antara satwa dan lingkungan tempat tinggalnya, seringkali dengan komposisi lanskap yang kuat.
- Konservasi (Conservation Story): Kategori ini lebih dari sekadar foto indah. Ia bertujuan untuk menceritakan kisah tentang tantangan konservasi, spesies yang terancam punah, upaya perlindungan, atau dampak aktivitas manusia terhadap satwa.
- Makro & Detail (Macro & Detail): Memfokuskan pada detail-detail kecil yang sering terlewatkan, seperti tekstur kulit, mata serangga, atau bunga yang dikunjungi lebah. Kategori ini membuka mata kita pada keindahan dunia mikro.
- Video Dokumenter Pendek (Short Wildlife Documentary): Untuk para videografer, kategori ini memungkinkan penceritaan yang lebih mendalam tentang kehidupan satwa, perilaku, atau isu konservasi melalui media bergerak.
Setiap kategori menuntut pendekatan dan kepekaan yang berbeda, namun benang merahnya adalah keaslian dan penghormatan terhadap subjek satwa.
Rahasia Mengambil Gambar Satwa yang Luar Biasa: Kesabaran dan Riset Jadi Kunci¶
Alexander Zulkarnain menekankan, meski peserta bisa mengambil gambar di mana saja, tidak ada trik atau jurus khusus yang instan untuk menghasilkan karya luar biasa. Apalagi untuk beberapa kategori yang objeknya adalah satwa liar, yang memang tidak ‘dihinakan’ atau diatur oleh manusia. Ini berarti, gambar yang dihasilkan harus benar-benar alami, dan nilai keunikan serta momen penting satwa bisa didapatkan secara eksklusif, yang tentunya akan mendapat nilai tinggi dari juri.
“Tentu itu tidak mudah,” kata Alexander. “Karena setiap foto yang masuk, itu merupakan hasil karya dari peserta atau fotografer yang sangat sabar menunggu momen.” Ia bahkan menyebutkan ada peserta yang sampai mengamati perilaku dan keseharian satwa yang akan dijadikan objek gambar, bisa dibilang meriset dulu. Ini bukan sekadar memotret, tapi juga belajar dan memahami.
“Nah, ketika timing-nya tepat maka akan didapat gambar eksklusif atau momen penting satwa itu,” tambahnya. Ini adalah inti dari fotografi satwa liar: kesabaran, observasi, dan kemampuan untuk berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Sebuah foto yang menangkap interaksi langka, ekspresi unik, atau perilaku yang jarang terlihat, itulah yang akan membuat juri terkesima. Artinya, seorang fotografer satwa yang hebat bukan hanya piawai dalam mengoperasikan kamera, tapi juga seorang pengamat ulung dan peneliti alami. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari, menunggu satu momen sempurna yang mungkin hanya berlangsung sepersekian detik.
Proses di Balik Foto Eksklusif: Lebih dari Sekadar Memencet Tombol¶
Mendapatkan sebuah foto satwa yang eksklusif tidak semudah membalik telapak tangan. Ada serangkaian proses yang seringkali tidak terlihat oleh mata awam.
- Patience is a Virtue: Ini adalah modal utama. Fotografer bisa menunggu berjam-jam di satu lokasi, tersembunyi, tak bergerak, hanya untuk menanti kemunculan atau perilaku spesifik dari satwa. Bayangkan seorang fotografer di hutan yang rela digigit nyamuk atau kehujanan demi satu bidikan sempurna.
- Observation and Research: Sebelum memotret, banyak fotografer satwa melakukan riset mendalam tentang spesies yang mereka targetkan. Mereka mempelajari pola makan, waktu aktif, kebiasaan kawin, rute pergerakan, hingga ciri khas individu satwa. Pemahaman ini membantu mereka memprediksi momen dan menemukan lokasi strategis.
- Understanding Light: Cahaya adalah jiwa fotografi. Fotografer satwa perlu memahami bagaimana cahaya berubah sepanjang hari, dan bagaimana memanfaatkannya untuk menonjolkan subjek. Golden hour (pagi dan sore) seringkali menjadi waktu favorit karena menghasilkan cahaya yang lembut dan hangat.
- Technical Mastery: Meskipun momen adalah raja, penguasaan teknis tetap penting. Pengaturan kamera yang tepat – aperture, shutter speed, ISO, fokus – harus bisa dilakukan secara instan untuk menangkap momen yang cepat berlalu.
- Ethical Approach: Yang paling penting, seorang fotografer satwa yang bertanggung jawab selalu mengutamakan kesejahteraan satwa. Mereka tidak akan mengganggu, memprovokasi, atau membahayakan hewan demi sebuah foto.
Semua elemen ini bersatu untuk menghasilkan sebuah karya yang bukan hanya indah, tapi juga jujur dan menceritakan sebuah kisah.
Tiga Kriteria Penilaian Juri: Bagus, Indah, dan Menarik¶
Arbain Rambey, salah satu juri senior di IAPVC, membeberkan beberapa jenis gambar yang bisa diambil peserta, mulai dari close up, interaksi satwa, hingga gambar langka yang punya nilai global. Namun, dia mengungkapkan bahwa tim juri punya tiga kriteria utama dalam menilai sebuah foto: bagus, indah, dan menarik.
Kriteria | Penjelasan Arbain Rambey | Detail Tambahan (Improvisasi) |
---|---|---|
Bagus | “Kalau bagus itu, si foto itu akan menceritakan isi gambarnya.” | Foto harus memiliki narasi yang jelas. Komposisi yang kuat, fokus yang tajam pada subjek, pencahayaan yang pas, dan framing yang efektif untuk mendukung cerita. Sebuah foto bagus akan langsung menarik perhatian dan membuat penonton bertanya-tanya atau ingin tahu lebih banyak. Ini tentang kemampuan fotografer dalam ‘membaca’ momen dan menerjemahkannya menjadi visual yang koheren. |
Indah | “Indah, itu sesuai dengan timing tingkah laku satwa dan pengambilan gambarnya.” | Keindahan dalam foto satwa seringkali berkaitan dengan estetika visual dan emosi yang ditimbulkannya. Ini mencakup warna yang harmonis, latar belakang yang tidak mengganggu, dan penangkapan momen perilaku satwa yang memang indah secara alami, seperti terbang, melompat, atau berinteraksi dengan kelembutan. Momen ‘emas’ yang selaras dengan perilaku alami satwa. |
Menarik | “Yang disebut menarik, artinya foto ini tidak biasa-biasa saja. Makanya tadi saya sampaikan bahwa peserta harus bisa mengambil foto dengan penuh kesabaran dan dalam waktu yang tepat.” | Sebuah foto dikatakan menarik jika memiliki elemen kejutan, keunikan, atau jarang terlihat. Ini bisa berupa perilaku yang tidak biasa, komposisi yang inovatif, atau perspektif yang segar. Foto menarik seringkali adalah hasil dari keberanian fotografer untuk mencoba hal baru dan kesabaran untuk menangkap momen yang sangat langka. Foto ini menonjol di antara ribuan foto lainnya. |
Arbain kembali menekankan bahwa untuk mendapatkan foto yang menarik, kesabaran adalah kunci. Ini bukan sekadar keberuntungan, melainkan dedikasi dan ketekunan fotografer untuk menunggu momen yang tepat.
Larangan Keras: Jangan Pernah Menggunakan Flash pada Satwa!¶
Dalam sesi penjelasannya, Arbain Rambey memberikan larangan paling penting dan mendasar dalam fotografi satwa: jangan sekali-kali menggunakan pencahayaan kilat kamera atau flash. Larangan ini bukan hanya sekadar aturan kompetisi, melainkan etika yang sangat penting demi kesejahteraan satwa.
“Hal yang paling dilarang dalam mengambil gambar satwa, adalah menggunakan flash atau pencahayaan kilat di kamera,” tegas Arbain. Alasannya sangat logis dan manusiawi. “Jangankan satwa, kita aja manusia kadang kaget. Apalagi satwa, bisa stres dan marah-marah.” Dampak flash pada satwa bisa sangat serius. “Bahkan, dalam beberapa kasus flash, satwa tidak mau makan berhari-hari. Itu bahaya,” lanjut Arbain.
Mengapa Flash Berbahaya bagi Satwa?¶
Penggunaan flash pada satwa, terutama satwa liar atau yang sensitif, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang serius:
- Stres dan Kecemasan: Cahaya flash yang tiba-tiba dan terang benderang bisa sangat mengejutkan bagi satwa, memicu respons takut atau cemas. Ini bisa menyebabkan stres yang berkepanjangan, mempengaruhi perilaku makan, tidur, atau interaksi sosial mereka.
- Gangguan Penglihatan (Night Blindness): Banyak satwa memiliki penglihatan malam yang sangat sensitif. Flash bisa mengganggu adaptasi mata mereka terhadap kegelapan, menyebabkan kebutaan sementara atau bahkan permanen. Ini sangat berbahaya bagi hewan nokturnal yang bergantung pada penglihatan untuk berburu atau menghindari predator.
- Perubahan Perilaku Alami: Satwa yang terkejut oleh flash mungkin mengubah perilaku alaminya, seperti berhenti berburu, menghindari area tertentu, atau menjadi agresif. Hal ini bisa berdampak pada kelangsungan hidup mereka di alam liar.
- Disorientasi dan Panik: Beberapa satwa bisa menjadi sangat disorientasi atau panik akibat flash, menyebabkan mereka menabrak benda, tersesat, atau terjatuh dari ketinggian.
- Kerusakan Mata Permanen: Paparan flash berulang kali atau pada jarak yang sangat dekat berpotensi menyebabkan kerusakan retina pada beberapa spesies, terutama yang memiliki mata reflektif (tapetum lucidum).
- Gangguan Siklus Makan: Seperti yang disebutkan Arbain, stres akibat flash bisa membuat satwa mogok makan, yang tentu saja sangat membahayakan kesehatan mereka.
Alternatif Pengambilan Gambar Tanpa Flash¶
Sebagai fotografer yang bertanggung jawab, ada banyak cara untuk mendapatkan gambar yang baik tanpa harus membahayakan satwa dengan flash:
- Gunakan Lensa Cepat (Low Aperture): Lensa dengan bukaan diafragma besar (misalnya f/1.4, f/1.8, f/2.8) memungkinkan lebih banyak cahaya masuk ke sensor kamera, sehingga memungkinkan pengambilan gambar di kondisi minim cahaya tanpa perlu flash.
- Tingkatkan ISO: Meskipun bisa menghasilkan noise, meningkatkan ISO memungkinkan sensor kamera lebih sensitif terhadap cahaya. Teknologi kamera modern telah sangat baik dalam mengelola noise pada ISO tinggi.
- Kecepatan Rana Lebih Lambat: Dalam beberapa situasi, kecepatan rana yang sedikit lebih lambat bisa digunakan, asalkan subjek relatif diam atau Anda bisa menstabilkan kamera dengan tripod. Namun, ini tidak ideal untuk aksi cepat.
- Cahaya Alami: Memanfaatkan cahaya alami yang tersedia, seperti cahaya senja atau fajar, adalah cara terbaik. Ini juga seringkali menghasilkan foto dengan nuansa yang lebih indah dan alami.
- Peralatan Tambahan (Reflektor, Strobo Jauh): Untuk situasi tertentu di penangkaran, beberapa fotografer menggunakan reflektor untuk memantulkan cahaya alami atau strobo eksternal yang diposisikan jauh dan diredam agar tidak mengganggu satwa. Namun, ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan pemahaman mendalam tentang dampak pada satwa.
- Monopod/Tripod: Menggunakan penyangga kamera membantu menjaga ketajaman gambar pada kecepatan rana yang lebih rendah.
Etika adalah hal utama dalam fotografi satwa. Kesenangan kita dalam memotret tidak boleh mengorbankan kesejahteraan makhluk hidup lain.
IAPVC: Sejarah Panjang Konservasi dan Edukasi¶
IAPVC bukanlah kompetisi kemarin sore. Kompetisi foto dan video satwa ini sudah digelar sebanyak 34 kali sejak pertama kali diadakan pada tahun 1990. Luar biasa, bukan? Ini menunjukkan konsistensi dan komitmen IAPVC dalam dunia fotografi satwa dan konservasi. Tema tahun ini, “Gambar Indah Tersembunyi yang Alami dari Perilaku atau Momen Penting Satwa,” mencerminkan tujuan utamanya: memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga konservasi alam, serta mengangkat pariwisata alam Indonesia ke kancah dunia.
Kompetisi ini lebih dari sekadar ajang unjuk kebolehan. Ia menjadi platform penting untuk:
- Meningkatkan Kesadaran Konservasi: Setiap foto satwa liar yang indah adalah pengingat akan keunikan dan kerapuhan alam. Kompetisi ini membantu menyebarkan pesan konservasi kepada khalayak luas.
- Edukasi Masyarakat: Melalui karya-karya yang ditampilkan, masyarakat bisa belajar lebih banyak tentang spesies satwa, perilaku mereka, dan habitatnya, yang pada gilirannya menumbuhkan rasa ingin tahu dan kepedulian.
- Promosi Pariwisata Alam: Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Foto dan video berkualitas tinggi dari satwa-satwa endemik dan pemandangan alamnya bisa menjadi daya tarik luar biasa bagi turis mancanegara untuk menjelajahi keindahan alam Indonesia.
- Mendorong Bakat Fotografi: IAPVC menjadi ajang bagi fotografer amatir maupun profesional untuk mengasah kemampuan, mendapatkan pengakuan, dan berkontribusi pada tujuan yang lebih besar.
Jadwal Penting IAPVC ke-34¶
Bagi Anda yang tertarik mengikuti atau sekadar ingin tahu perkembangan kompetisi ini, berikut adalah jadwal pentingnya:
- Acara Dimulai: 18 Juni 2025
- Roadshow Pertama: Solo Safari, 5-6 Juli 2025
- Roadshow Kedua: TSI Bogor, 19-20 Juli 2025 (yang baru saja dibahas ini!)
- Roadshow Ketiga: Prigen, 2-3 Agustus 2025
- Penilaian Karya Juri: Agustus hingga Oktober 2025
- Pengumuman Pemenang: 5 November 2025
Ini adalah perjalanan panjang yang melibatkan banyak pihak, mulai dari peserta, panitia, juri, hingga para pendukung konservasi.
Hadiah Megah dan Simbol Gaya Hidup Ramah Lingkungan¶
Jangan lupakan hadiahnya! Arbain menyebutkan bahwa total hadiah mencapai ratusan juta rupiah dalam bentuk uang tunai. Tapi yang paling istimewa, ada satu unit mobil Wuling New Air EV Lite menanti sang pemenang grand prize!
“Hadiah itu untuk dedikasi kami terhadap karya dan grand prize mobil sebagai simbol gaya hidup ramah lingkungan,” ujar Arbain. Pemilihan mobil listrik sebagai grand prize ini sangat relevan dengan semangat konservasi dan keberlanjutan yang diusung IAPVC. Ini bukan hanya hadiah mewah, tetapi juga sebuah pernyataan bahwa kita bisa menikmati kemajuan teknologi sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Kompetisi ini memang dirancang untuk memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para fotografer yang mendedikasikan waktu, tenaga, dan kreativitas mereka untuk mengabadikan keindahan satwa dan alam.
Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda punya pengalaman menarik saat memotret satwa? Atau mungkin punya tips tambahan yang belum disebutkan? Yuk, bagikan cerita dan pemikiran Anda di kolom komentar!
Posting Komentar