Ronggeng Dukuh Paruk: Review Jujur & Sinopsis Novel Ahmad Tohari yang Bikin Merinding!
Siapa sih yang gak kenal Ronggeng Dukuh Paruk? Novel legendaris karya Ahmad Tohari ini adalah permulaan dari trilogi yang bikin kita merinding sekaligus terharu. Setelah novel pertama ini, ada lanjutannya yaitu Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Buku pertama ini diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2003, dan sampai sekarang masih jadi favorit banyak orang!
Novel setebal 408 halaman ini langsung mengajak kita menyelami suasana pedesaan Jawa di sebuah kampung bernama Dukuh Paruk. Ahmad Tohari berhasil banget menggambarkan kondisi desa yang terbelakang, miskin, dan penuh dengan kebodohan serta kemalasan penduduknya. Tapi, ada satu hal yang bikin Dukuh Paruk ini istimewa dan punya ciri khas tersendiri, yaitu tradisi ronggeng.
Meskipun latarnya pedesaan dan zaman dulu, cerita dalam novel ini gak ada hubungannya sama perubahan Indonesia, globalisasi, atau soal pendidikan ya. Novel ini pure cerita aja, tanpa ada kritik sosial yang diselipkan. Ahmad Tohari benar-benar menuliskan kisah ini demi ceritanya sendiri, murni dari hati.
Nah, kalau kamu lagi nyari bacaan fiksi yang ngangkat tema zaman dahulu di pedesaan, buku ini pas banget buat kamu! Tapi sebelum kamu mulai tenggelam dalam ceritanya, yuk kita bedah dulu sinopsis, profil penulis, sampai kelebihan dan kekurangannya. Dijamin, setelah ini kamu langsung pengen baca!
Sinopsis Jujur: Menguak Tirai Ronggeng Dukuh Paruk¶
Dukuh Paruk sempat mati suri setelah ronggeng terakhir meninggal karena keracunan tempe bongkrek, dua belas tahun yang lalu. Tapi semangat Dukuh Paruk akhirnya kembali menyala terang benderang! Ini semua berkat Srintil, cucu dari Sakarya sekaligus putri dari si penjual tempe bongkrek maut itu, yang dinobatkan menjadi ronggeng baru.
Buat pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan sederhana ini, sosok ronggeng itu bukan cuma penari biasa. Ronggeng adalah lambang, jati diri, dan semangat hidup mereka. Tanpa ronggeng, rasanya Dukuh Paruk kehilangan arah. Gak heran kalau Srintil langsung jadi tokoh yang super terkenal dan digandrungi banyak orang. Kecantikannya yang menggoda bikin semua orang pengen merasakan kehadirannya, mulai dari warga biasa sampai pejabat desa dan kabupaten!
Perjalanan Srintil buat jadi Ronggeng ini sama sekali gak mudah, lho. Ada banyak ujian dan ritual berat yang harus dia jalani, apalagi pas umurnya udah dewasa. Salah satu yang paling menegangkan adalah upacara adat penghormatan Ki Secamenggala dan ritual “Bukak Klambu”. Ritual ini semacam sayembara berdarah dingin buat mendapatkan keperawanan calon ronggeng.
Banyak banget orang kaya zaman itu yang ikutan sayembara ini, mereka berlomba-lomba ngeluarin harta demi bisa “memiliki” keperawanan calon ronggeng. Awalnya, Srintil berat banget ngelakuin ini karena dia masih jatuh hati sama Rasus, cowok yang dia suka. Tapi, dia terus bersikeras pengen jadi ronggeng, mungkin demi menebus “kesalahan” kedua orang tuanya di masa lalu.
Sayangnya, kebahagiaan Srintil dan Dukuh Paruk gak berlangsung lama. Malapetaka politik tahun 1965 datang menyerbu dan menghancurkan dukuh itu, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohan dan ketidaktahuan mereka, warga Dukuh Paruk terbawa arus dan divonis sebagai orang-orang yang “mengguncangkan” negara. Pedukuhan itu pun dibakar rata dengan tanah, dan Srintil beserta para penabuh calungnya ditahan.
Di penjara, cuma karena kecantikannya aja Srintil gak diperlakukan semena-mena sama para penguasa. Tapi pengalaman pahit sebagai tahanan politik ini bikin Srintil sadar akan hakikatnya sebagai manusia. Ini adalah titik balik yang mengubah hidupnya selamanya.
Kenalan Yuk Sama Penulisnya: Ahmad Tohari, Maestro Sastra Indonesia¶
Penulis hebat di balik Ronggeng Dukuh Paruk ini adalah seorang sastrawan legendaris yang lahir pada 13 Juni 1948, namanya Ahmad Tohari. Karyanya yang paling monumental, ya novel ini, Ronggeng Dukuh Paruk, udah diterbitkan dalam berbagai bahasa dan bahkan diangkat jadi film layar lebar berjudul Sang Penari. Tulisan-tulisan beliau yang berisi gagasan kebudayaan juga sering banget dimuat di berbagai media massa, dan beliau sering jadi pembicara di diskusi atau seminar kebudayaan.
Ahmad Tohari punya latar belakang pendidikan yang lumayan menarik lho! Beliau pernah kuliah di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970). Terus pindah ke Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974-1975), dan lanjut lagi ke Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976). Wah, multitalenta banget ya!
Gak cuma itu, Ahmad Tohari juga udah banyak banget menerima penghargaan bergengsi. Misalnya, Hadiah Harapan Sayembara Kincir Emas Radio Nederlands Wereldomroep tahun 1977 untuk cerpennya “Jasa-jasa buat Sanwirya”. Di tahun 1980, novelnya yang berjudul Kubah memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama. Lalu, tiga novel triloginya—Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jentera Bianglala (1986)—semuanya meraih hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1986.
Novelnya yang lain, Di Kaki Bukit Cibalak (1986), juga jadi pemenang salah satu hadiah Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1979. Lalu di tahun 1995, Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Asean, SEA Write Award. Sekitar tahun 2007, beliau juga menerima Hadiah Sastra Rancage. Kebayang kan seberapa hebat beliau sebagai sastrawan?
Bedah Tuntas: Kelebihan dan Kekurangan Novel Ronggeng Dukuh Paruk¶
Setiap karya pasti punya sisi positif dan negatifnya, kan? Nah, kita coba bedah novel Ronggeng Dukuh Paruk ini biar kamu makin mantap buat membacanya.
Yang Bikin Kita Jatuh Cinta (Kelebihan)¶
-
Latar yang Kuat dan Hidup: Buku ini sukses banget menggambarkan kondisi desa Dukuh Paruk di tahun 1960-an yang lagi bergejolak karena politik. Latar belakangnya digambarkan dengan detail yang bikin kita seolah ikut merasakan kemiskinan, kelaparan, bahkan kebodohan yang lazim terjadi saat itu. Ingat, zaman itu pendidikan belum merata seperti sekarang. Karena penulisnya sendiri berasal dari daerah Banyumas, latar buku ini juga sangat kental dengan nuansa Jawa. Bahkan, ada beberapa diksi bahasa Jawa ngapak yang terselip di dalamnya, bikin ceritanya makin otentik!
-
Pesan Moral yang Mendalam: Kisah Srintil yang jadi ronggeng ini punya banyak banget pesan moral yang bisa kita ambil, terutama nilai kemanusiaan untuk menghormati perempuan. Penulis sering banget menggambarkan kejadian penistaan perempuan yang kala itu dianggap wajar, bahkan sebagai bagian dari penghormatan dan tradisi. Tapi, untuk zaman sekarang, hal-hal seperti itu jelas udah gak relevan, ya. Hak-hak wanita terus diperjuangkan, dan menjaga kehormatan perempuan itu wajib hukumnya. Pesan moral lain yang terkandung adalah soal pendidikan; pendidikan yang baik bisa membawa kita ke kebiasaan baik dan perubahan besar buat negara. Dengan pendidikan, kita bisa melestarikan budaya lama dengan cara yang lebih baik tanpa merugikan siapa pun.
-
Karya Sastrawan Legendaris: Ditulis oleh Ahmad Tohari, sastrawan terkenal Indonesia, kualitas cerita novel ini udah gak perlu diragukan lagi! Buku ini bahkan udah jadi salah satu karya sastra Indonesia yang mendunia, lho. Udah diterbitkan dalam berbagai edisi bahasa asing kayak Jepang, Belanda, Inggris, dan Jerman. Gak cuma itu, lebih dari lima puluh skripsi dan tesis juga lahir dari novel ini, dan udah banyak banget penghargaan sastra berskala nasional maupun internasional yang berhasil diraihnya. Keren banget, kan?
-
Tokoh yang Kuat dan Relatable: Novel ini berhasil banget fokus pada karakter Srintil, dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Kita diajak melihat bagaimana Srintil, di tengah segala keterbatasan, punya semangat dan tujuan hidup. Tapi, kita juga bisa merasakan pergolakan batinnya, antara batas seorang perempuan dan apa yang dianggap sebagai keharusan dalam adat Dukuh Paruk. Selain Srintil, ada juga tokoh laki-laki bernama Rasus, seorang cowok miskin yang akhirnya jadi tentara dan meninggalkan desa. Tapi dia kembali untuk membawa perubahan. Hubungan antara Srintil dan Rasus ini juga bikin ceritanya makin kompleks dan menarik.
-
Alur dan Diksi yang Memukau: Plot cerita Ronggeng Dukuh Paruk ini kebanyakan bersifat maju, tapi sesekali juga melihat ke belakang (flashback) dengan alur yang diceritakan pas banget dalam 400 lebih halaman. Gak terlalu cepat atau terlalu lambat. Kamu pasti gak bakal ngerasa lagi baca novel tebal karena setiap halamannya bikin penasaran pengen lanjut ke halaman berikutnya! Selain itu, pemilihan diksinya juga super bagus karena ditulis dengan bahasa yang halus, bahkan ketika menceritakan hal-hal yang agak erotis sekalipun.
Yang Bikin Sedikit Mengernyit (Kekurangan)¶
Nah, kalau soal kekurangan, sebenarnya gak banyak dan gak mengurangi nilai keseruan cerita secara keseluruhan. Untuk mendukung latar belakang pedesaan daerah Jawa, ada beberapa diksi yang disisipkan dengan bahasa Jawa, terutama bahasa ngapak. Buat kamu yang gak ngerti bahasa Jawa, mungkin ini sedikit mengganggu karena harus bolak-balik cari artinya. Tapi justru ini juga yang bikin novelnya makin otentik!
Akhir Kata: Kenapa Kamu Wajib Baca Ronggeng Dukuh Paruk?¶
Nah, gimana nih, Guys? Itu dia ulasan singkat kita tentang buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Buku ini adalah salah satu karya sastra Indonesia yang wajib banget kamu tahu dan baca. Cocok banget buat kamu yang lagi mencari bacaan bertema Indonesia atau kehidupan pedesaan zaman dahulu pasca kemerdekaan. Novel ini punya banyak banget pesan moral yang bisa kita ambil dan perdalam maknanya.
Jika kamu tertarik banget buat membaca buku Ronggeng Dukuh Paruk ini, kamu bisa langsung dapetin bukunya di Gramedia.com atau toko buku Gramedia terdekat di kotamu. Gramedia selalu siap mendukung kamu buat nambah wawasan biar #SiapNaikLevel terus!
Jangan Berhenti di Sini! Rekomendasi Buku Lain dari Ahmad Tohari¶
Ahmad Tohari gak cuma nulis Ronggeng Dukuh Paruk aja, lho! Beliau punya banyak karya lain yang gak kalah bagus dan bikin hati tersentuh. Yuk, intip beberapa rekomendasi buku beliau yang lain!
1. Orang-Orang Proyek¶
Coba bayangin, kamu seorang insinyur yang dulunya aktivis kampus, terus tiba-tiba harus berhadapan sama “permainan” di proyek pembangunan jembatan. Itulah yang dialami Kabul. Proyek ini bukan cuma pekerjaan, tapi juga beban psikologis yang berat banget. Mutu bangunan jadi taruhan, dan ujung-ujungnya masyarakat kecillah yang jadi korban. Kira-kira, bisakah Kabul tetap pada idealismenya? Dan apakah jembatan baru itu beneran bisa mewujudkan impian lama penduduk setempat? Kamu harus baca buat tau kelanjutannya!
2. Mata yang Enak Dipandang¶
Buku ini adalah kumpulan lima belas cerita pendek Ahmad Tohari yang tersebar di berbagai media cetak antara tahun 1983 dan 1997. Sama seperti novel-novelnya, cerpen-cerpen beliau juga punya ciri khas: selalu mengangkat kehidupan orang-orang kecil atau kalangan bawah dengan segala suka duka mereka.
Ini dia beberapa judul ceritanya yang bakal bikin kamu terhanyut:
* Mata yang Enak Dipandang
* Bila Jebris Ada di Rumah Kami
* Penipu yang Keempat
* Daruan
* Warung Penajem
* Paman Doblo Merobek Layang-Layang
* Kang Sarpin Minta Dikebiri
* Akhirnya Karsim Menyeberang Jalan
* Sayur Bleketupuk
* Rusmi Ingin Pulang
* Dawir, Turah dan Totol
* Harta Gantungan
* Pemandangan Perut
* Salam dari Penyangga Langit
* Bulan Kuning Sudah Tenggelam
Ahmad Tohari sangat mengenal kehidupan mereka, makanya beliau bisa melukiskannya dengan simpati dan empati yang luar biasa. Dijamin, kisah-kisah ini bakal memperkaya batin kamu sebagai pembaca.
3. Bekisar Merah¶
Bekisar itu unggas cantik hasil kawin silang antara ayam hutan dan ayam biasa, sering jadi hiasan rumah orang kaya. Nah, di novel ini ada Lasi, anak desa berdarah Jepang yang punya kecantikan khas: kulit putih, mata eksotis. Kecantikannya ini membawanya jadi “bekisar” di kehidupan mewah seorang lelaki kaya di Jakarta, tanpa dia sadari terjerat dalam bisnis berahi kalangan atas.
Lasi mencoba menikmati kemewahan itu dan rela membayar dengan kesetiaan penuh pada Pak Han, suaminya yang tua. Tapi, dia kaget banget saat tahu kalau nilai pernikahannya dengan Pak Han itu cuma main-main, keisengan belaka! Tanpa persetujuannya, Pak Han menceraikannya dan menyerahkannya ke Bambung, seorang “belantik kekuasaan” di negeri ini yang emang udah naksir Lasi. Lasi kembali hidup dalam kemewahan yang datang begitu mudah, tapi dia sama sekali gak paham artinya. Apalagi dia kemudian terseret dalam urusan Bambung dengan para penguasa negeri.
Di tengah kebingungannya, Lasi ketemu lagi sama cinta lamanya di desa, Kanjat, yang sekarang jadi dosen. Mereka kabur bareng, bahkan Lasi nikah siri sama dia. Tapi kaki tangan Bambung berhasil nemuin mereka dan menyeret Lasi kembali ke Jakarta. Berhasilkah Kanjat membela cintanya dan merebut kembali Lasi yang sedang mengandung buah kasih mereka? Kamu harus baca sendiri deh ceritanya yang bikin deg-degan ini!
Gimana, Guys? Udah makin penasaran kan sama semua karya Ahmad Tohari? Atau ada di antara kamu yang udah baca Ronggeng Dukuh Paruk dan punya kesan mendalam? Yuk, share di kolom komentar di bawah! Kami tunggu cerita seru kalian!
Posting Komentar