Kenalan dengan Pencipta Hymne Guru: Kisah & Makna di Balik Syairnya!

Kenalan dengan Pencipta Hymne Guru

Siapa sih yang nggak kenal sama lagu Hymne Guru? Kayaknya hampir semua orang Indonesia pernah denger lagu ini, deh. Apalagi pas Hari Guru Nasional tanggal 25 November, pasti lagu ini diputar di mana-mana. Bener, kan? Lagu ini emang udah jadi bagian penting dari perayaan Hari Guru dan jadi simbol penghormatan buat para guru di seluruh Indonesia.

Hymne Guru ini bukan sekadar lagu biasa lho. Lagu ini adalah bentuk apresiasi dan penghargaan tertinggi buat guru-guru kita. Mereka itu sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, dan julukan itu emang pas banget. Coba bayangin, tanpa guru, kita nggak akan bisa baca tulis, nggak ngerti matematika, nggak tahu sejarah, dan banyak hal lainnya. Guru itu yang ngebentuk kita jadi manusia yang berilmu dan berakhlak.

Lagu yang liriknya menyentuh hati ini ternyata diciptakan oleh seorang putra bangsa dari Madiun, namanya Sartono. Beliau ini guru musik, lho! Liriknya itu bener-bener ungkapan terima kasih yang mendalam atas semua dedikasi dan pengorbanan guru dalam mendidik generasi penerus bangsa. Guru punya peran yang super penting dalam membentuk karakter dan masa depan anak-anak Indonesia. Jadi, keberadaan mereka tuh bener-bener berharga banget buat kemajuan bangsa kita.

Sejarah Lahirnya Hymne Guru

Nah, penasaran nggak sih gimana ceritanya lagu Hymne Guru ini bisa tercipta? Ternyata, lagu ini lahir dari sebuah lomba cipta lagu yang diadakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 1980. Wah, udah lama juga ya! Lomba ini diadakan buat nyari lagu bertema pendidikan yang bisa jadi penghormatan buat para guru. Keren banget ya idenya!

Dari sekian banyak karya yang masuk, lagu Hymne Guru dengan tema “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” ini ternyata yang paling ngena di hati banyak orang. Lagu ini jadi populer banget dan terus dinyanyikan sampai sekarang, terutama di lingkungan sekolah dan acara-acara pendidikan. Bayangin deh, dari sebuah lomba kecil, tercipta lagu yang begitu monumental dan bermakna buat bangsa.

Hymne Guru ini lebih dari sekadar lagu, lho. Lagu ini adalah simbol penghargaan buat perjuangan guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap liriknya itu punya makna yang dalam dan bikin kita sadar betapa pentingnya peran guru dalam hidup kita. Lagu ini juga jadi pengingat buat kita semua, terutama generasi muda, untuk selalu menghargai dan menghormati guru-guru kita. Karena tanpa mereka, kita nggak akan jadi seperti sekarang ini.

Sartono, sang pencipta lagu, bener-bener mendedikasikan lirik terbaiknya untuk lomba ini. Dan yang lebih keren lagi, pas audisi, beliau cuma bersiul sebagai iringan musiknya! Kebayang nggak sih, dengan modal siulan aja bisa bikin lagu yang sebagus ini? Beliau juga nulis nadanya di selembaran kertas karena alat musik emang lagi susah pada saat itu. Tapi keterbatasan itu nggak menghalangi kreativitasnya. Justru dari kesederhanaan itu, lahir sebuah karya yang luar biasa. Sejak saat itu, Hymne Guru ciptaan Sartono nggak pernah absen dinyanyikan setiap Hari Guru.

Makna Mendalam di Setiap Lirik Hymne Guru

Yuk, kita bedah satu per satu makna dari lirik Hymne Guru ini. Biar kita makin paham dan makin menghayati setiap kata yang dinyanyikan.

Bait Pertama: Ungkapan Rasa Syukur

“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru”
“Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku”

Di bait pertama ini, kita langsung diajak untuk memuji dan menghormati guru. Kata “terpujilah” itu udah menunjukkan betapa tingginya penghargaan kita kepada guru. “Ibu bapak guru” juga panggilan yang hangat dan akrab, menunjukkan kedekatan emosional antara murid dan guru. Lanjutannya, “Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku,” ini bener-bener ungkapan yang dalam banget. Artinya, jasa dan pengorbanan guru itu nggak akan pernah dilupakan. Nama mereka akan selalu terukir di hati setiap murid. Walaupun waktu terus berjalan dan kita mungkin udah nggak diajar sama guru itu lagi, tapi kenangan dan pelajaran dari mereka akan selalu kita ingat.

Bait ini adalah ungkapan rasa syukur yang mendalam atas semua jasa dan pengabdian guru. Kita mengenang semua yang udah guru berikan, mulai dari ilmu pengetahuan, nasehat, sampai teladan yang baik. Guru itu nggak cuma ngajar di kelas, tapi juga ngebimbing kita jadi pribadi yang lebih baik.

Bait Kedua: Prasasti Terima Kasih

“Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku”
“S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu”

Bait kedua ini makin menegaskan lagi rasa terima kasih kita kepada guru. “Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku,” ini kayak janji seorang murid untuk selalu mengingat dan menghargai semua kebaikan guru. Bakti guru itu bukan cuma pas di sekolah aja, tapi juga di luar sekolah, mereka tetep mikirin kita, tetep berusaha yang terbaik buat murid-muridnya. “S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu,” prasasti itu kan kayak batu ukiran yang tujuannya buat mengenang sesuatu yang penting. Nah, di sini, bakti guru diibaratkan prasasti yang akan selalu kita simpan di hati sebagai tanda terima kasih atas pengabdian mereka.

Bait ini bener-bener menekankan bahwa pengabdian guru itu nggak akan pernah lekang oleh waktu. Rasa terima kasih kita nggak akan pernah pudar. Bahkan, sebagai murid, kita juga punya tanggung jawab untuk meneruskan apa yang udah guru ajarkan, yaitu ilmu dan nilai-nilai kebaikan.

Bait Ketiga: Guru Sebagai Pelita dan Embun

“Engkau sebagai pelita dalam kegelapan”

Baca Juga: loading
“Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”
“Engkau patriot pahlawan bangsa”
“Pembangun insan cendekia”

Nah, bait ketiga ini menggambarkan peran guru dengan metafora yang indah banget. “Engkau sebagai pelita dalam kegelapan,” pelita itu kan sumber cahaya di tempat gelap. Guru diibaratkan pelita yang menerangi jalan kita dari kebodohan. Sebelum kita sekolah, kita mungkin banyak nggak tahu, banyak hal yang masih gelap buat kita. Tapi guru datang membawa ilmu pengetahuan, membuka wawasan kita, dan menerangi pikiran kita.

“Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan,” embun itu sejuk dan nyegerin banget, apalagi pas lagi haus. Guru diibaratkan embun yang menyejukkan hati dan pikiran kita yang lagi kehausan ilmu. Kadang belajar itu emang capek dan bikin pusing, tapi guru hadir dengan kesabarannya, dengan penjelasannya yang mudah dimengerti, bikin kita semangat lagi buat belajar.

“Engkau patriot pahlawan bangsa,” ini penegasan lagi bahwa guru itu pahlawan. Patriot itu kan cinta tanah air dan rela berkorban demi bangsa. Guru juga sama, mereka berjuang memerangi kebodohan, membangun generasi penerus bangsa yang berkualitas. Walaupun nggak ikut perang fisik, tapi perjuangan guru itu nggak kalah hebatnya.

“Pembangun insan cendekia,” kalimat terakhir ini makin memperjelas peran guru dalam membangun bangsa. Insan cendekia itu kan orang-orang yang pintar, cerdas, dan berwawasan luas. Guru lah yang berperan penting dalam menciptakan insan cendekia ini. Mereka mendidik kita, membekali kita dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, supaya kita bisa jadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan berguna.

Dulu, lirik terakhir bait ini bukan “pembangun insan cendekia”, tapi “pahlawan tanpa tanda jasa”. Tapi ternyata lirik itu dianggap kurang pas karena terkesan merendahkan profesi guru. Akhirnya sekitar tahun 2006, liriknya diubah jadi “pembangun insan cendekia” yang dianggap lebih sesuai dan lebih menghargai peran guru. Perubahan ini diatur dalam surat edaran PGRI Nomor 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007. Jadi, lirik yang kita nyanyikan sekarang ini adalah lirik yang udah disempurnakan.

Mengenal Lebih Dekat Sartono, Sang Pencipta Hymne Guru

Sartono Pencipta Hymne Guru

Siapa sih sebenarnya Sartono ini? Kok bisa ya beliau menciptakan lagu Hymne Guru yang begitu fenomenal? Ternyata, Sartono itu seorang guru musik yang mengabdikan dirinya di sebuah sekolah swasta di Madiun. Beliau lahir tanggal 29 Mei 1936. Hebatnya, beliau belajar musik secara otodidak, alias belajar sendiri tanpa guru formal. Tapi walaupun otodidak, kemampuannya dalam bermusik nggak kalah sama yang belajar di sekolah musik. Buktinya, beliau jago banget baca not balok. Bahkan, sekitar tahun 1978, beliau satu-satunya guru musik di Madiun yang mahir baca not balok! Keren banget ya!

Sartono emang punya kecintaan yang luar biasa sama musik. Musik itu udah jadi bagian hidupnya. Dan kecintaannya itu mengantarkannya meraih juara pertama dalam lomba cipta lagu Hymne Guru. Hadiahnya nggak cuma uang, tapi juga kesempatan buat studi banding ke Jepang bareng guru-guru teladan lainnya. Wah, pasti pengalaman yang berharga banget ya!

Pengabdian Sartono di dunia pendidikan juga dapat apresiasi dari banyak pihak. Beliau pernah dapat penghargaan dari Mendikbud Yahya Muhaimin. Beliau juga pernah jadi motivator guru-guru Aceh atas permintaan TNI Angkatan Darat. Ini menunjukkan bahwa Sartono bukan cuma jago bermusik, tapi juga punya jiwa kepemimpinan dan kepedulian yang tinggi terhadap dunia pendidikan.

Sayangnya, Sartono udah berpulang pada tanggal 1 November 2015. Tapi, walaupun beliau udah nggak ada, karyanya, Hymne Guru, akan terus abadi sepanjang masa. Lagu ini akan terus dinyanyikan, terus menginspirasi, dan terus mengingatkan kita akan jasa-jasa guru.

Itulah sedikit cerita tentang kisah di balik Hymne Guru dan sosok Sartono, penciptanya. Semoga dengan mengenal lebih dekat lagu ini dan penciptanya, kita jadi makin menghargai guru-guru kita dan mengamalkan semua ilmu yang udah mereka ajarkan. Guru itu pahlawan kita semua!

Gimana menurut kalian tentang Hymne Guru ini? Lirik mana yang paling kalian suka dan kenapa? Yuk, share di kolom komentar!

Posting Komentar