Bye Bye Kelas BPJS! Iuran Terbaru Mulai 26 April 2025 Bocor Nih!
Pemerintah kita lagi siap-siap nih buat ngubah total sistem kelas di BPJS Kesehatan yang selama ini kita kenal. Yup, sebentar lagi sistem kelas 1, 2, dan 3 yang sudah berlaku bakal dipensiunkan. Rencananya, perubahan ini mulai efektif per Juli 2025. Sebagai gantinya, bakal ada satu sistem baru yang namanya Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Nah, dengan adanya perubahan sistem rawat inap ini, banyak yang bertanya-tanya, gimana nasib iurannya? Apakah bakal naik? Sampai sekarang, besaran iuran BPJS Kesehatan itu ternyata masih sama lho, alias belum ada perubahan resmi.
Sampai detik ini, belum ada landasan hukum baru yang mengatur besaran iuran BPJS Kesehatan setelah sistem KRIS diterapkan. Aturan yang masih jadi pegangan adalah Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Perpres ini mengatur soal iuran BPJS Kesehatan dengan sistem kelas yang sekarang masih berlaku. Jadi, meskipun wacana KRIS sudah santer terdengar dan siap diimplementasikan, urusan iuran ini masih digodok dan belum final. Belum ada angka pasti atau keputusan resmi mengenai tarif iuran di era KRIS nanti.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Bapak Ali Ghufron Mukti, juga sudah menyampaikan hal ini beberapa waktu lalu di depan Komisi IX DPR. Beliau menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada peraturan atau kebijakan yang keluar mengenai besaran tarif iuran di sistem KRIS. Jadi, kalau ada info soal bocoran tarif iuran terbaru yang pasti, itu belum resmi ya. Keputusannya masih menunggu peraturan baru dari pemerintah.
Kalau kita cek di website resmi BPJS Kesehatan pun, ketentuan tarif iuran yang tertera masih mengacu pada aturan lama. Iuran ini dibedakan berdasarkan macam-macam jenis kepesertaan. Ada yang buat Pegawai Negeri Sipil (ASN), anggota TNI/Polri, pegawai BUMN/Swasta yang iurannya dipotong dari gaji, sampai peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah, dan juga mereka yang iurannya dibantu pemerintah (PBI). Setiap jenis kepesertaan punya cara perhitungan dan besaran iuran yang berbeda sesuai dengan Perpres yang berlaku saat ini.
Mengenal Iuran BPJS Kesehatan Saat Ini (Sebelum KRIS)¶
Sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang masih berlaku, iuran BPJS Kesehatan itu bervariasi banget tergantung dari status kepesertaan dan kelas layanan yang dipilih. Ini penting banget buat dipahami, karena sistem inilah yang sebentar lagi bakal digantikan oleh KRIS. Memahami iuran saat ini membantu kita melihat gambaran perubahannya nanti.
Untuk Peserta Mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah & Bukan Pekerja):
Golongan ini adalah mereka yang mendaftar BPJS Kesehatan secara perorangan dan tidak terikat dengan badan usaha atau instansi pemerintah. Iuran mereka dibayar sendiri setiap bulannya.
- Peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III: Besaran iurannya adalah Rp 42.000 per orang per bulan. Namun, ada penyesuaian khusus nih. Mulai Juli sampai Desember 2020, peserta kelas III cuma bayar Rp 25.500. Sisa Rp 16.500-nya itu dibayarin sama pemerintah sebagai bantuan iuran.
- Terus, per 1 Januari 2021, iuran untuk fasilitas ruang perawatan Kelas III naik jadi Rp 35.000. Pemerintah masih kasih bantuan iuran, tapi besarnya jadi Rp 7.000. Jadi, total iurannya tetap Rp 42.000, cuma porsi bayar peserta dan pemerintah yang berubah.
- Peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II: Besaran iurannya Rp 100.000 per orang per bulan.
- Peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I: Besaran iurannya Rp 150.000 per orang per bulan.
Nah, ini dia iuran yang paling sering jadi sorotan karena langsung dibayarkan sendiri oleh masyarakat. Perbedaan iuran ini mencerminkan perbedaan fasilitas, terutama di fasilitas rawat inap yang bakal kita bahas nanti.
Untuk Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) pada Lembaga Pemerintahan:
Kategori ini mencakup Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS. Iuran mereka dihitung berdasarkan persentase gaji atau upah per bulan.
- Besaran iurannya adalah 5% dari Gaji atau Upah per bulan.
- Pembagiannya: 4% dibayar oleh pemberi kerja (pemerintah) dan 1% dibayar oleh peserta (dipotong langsung dari gaji/upah).
Sistem persentase ini memastikan bahwa iuran disesuaikan dengan kemampuan finansial peserta yang diukur dari penghasilannya. Semakin tinggi gaji, semakin besar iurannya, dan porsi terbesar ditanggung oleh instansi tempat bekerja.
Untuk Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) pada BUMN, BUMD, dan Swasta:
Sama seperti PPU di lembaga pemerintahan, iuran untuk PPU di badan usaha milik negara/daerah dan perusahaan swasta juga dihitung berdasarkan persentase gaji.
- Besaran iurannya juga 5% dari Gaji atau Upah per bulan.
- Pembagiannya sama: 4% dibayar oleh Pemberi Kerja (perusahaan/badan usaha) dan 1% dibayar oleh Peserta (dipotong dari gaji/upah).
Ini menunjukkan prinsip gotong royong yang dianut BPJS Kesehatan, di mana baik pemberi kerja maupun pekerja sama-sama berkontribusi. Sistem potongan gaji ini juga mempermudah peserta karena tidak perlu repot membayar iuran setiap bulan secara manual.
Untuk Keluarga Tambahan Pekerja Penerima Upah:
Ada kalanya PPU ingin mendaftarkan anggota keluarga lain selain yang dijamin otomatis (suami/istri dan anak maksimal 3). Anggota keluarga tambahan ini bisa berupa anak ke-4 dan seterusnya, ayah kandung/mertua, atau ibu kandung/mertua.
- Besaran iurannya adalah 1% dari gaji atau upah per orang per bulan.
- Iuran ini sepenuhnya dibayar oleh pekerja penerima upah yang mendaftarkan keluarga tambahannya.
Ini adalah opsi bagi PPU yang ingin memperluas cakupan jaminan kesehatan BPJS untuk kerabat dekat lainnya di luar tanggungan utama.
Untuk Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan:
Kategori PBI adalah masyarakat miskin dan tidak mampu yang datanya terdaftar di kementerian sosial. Iuran mereka sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
- Iuran untuk peserta PBI sepenuhnya dibayar oleh Pemerintah.
Ini adalah bentuk jaminan kesehatan sosial bagi penduduk yang paling membutuhkan, memastikan bahwa mereka tetap memiliki akses terhadap layanan kesehatan tanpa terbebani biaya iuran.
Untuk Peserta Veteran, Perintis Kemerdekaan, serta Janda/Duda/Anak Yatim Piatu dari Veteran/Perintis Kemerdekaan:
Kelompok ini adalah mereka yang telah berjasa bagi negara atau merupakan ahli warisnya. Mereka juga mendapatkan perlakuan khusus dalam hal iuran BPJS Kesehatan.
- Besaran iurannya dihitung sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan.
- Iuran ini sepenuhnya dibayar oleh Pemerintah.
Ini merupakan bentuk apresiasi negara atas jasa-jasa mereka dan memastikan mereka mendapatkan jaminan kesehatan yang layak tanpa harus membayar iuran.
Melihat beragamnya besaran dan cara hitung iuran ini, wajar jika muncul pertanyaan bagaimana nanti iuran di sistem KRIS yang hanya punya satu kelas standar. Apakah iurannya akan disamaratakan?
Prinsip Gotong Royong dan Keadilan Iuran¶
Prof. Ghufron, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menyoroti pentingnya prinsip gotong royong dalam JKN. Beliau mengatakan, kalau nanti iurannya disamaratakan untuk semua orang, misalnya Rp 70.000 untuk semua, baik yang miskin maupun yang kaya, itu akan bertentangan dengan prinsip kesejahteraan sosial dan gotong royong.
Bayangkan saja, bagi orang yang punya penghasilan tinggi, iuran Rp 70.000 itu mungkin terasa sangat ringan. Tapi bagi masyarakat yang penghasilannya minim, angka tersebut bisa jadi beban yang memberatkan. Padahal, konsep gotong royong dalam JKN itu adalah yang mampu membantu yang kurang mampu. Artinya, besaran iuran idealnya mencerminkan kemampuan ekonomi pesertanya. Yang lebih mampu diharapkan berkontribusi lebih besar, sementara yang kurang mampu mendapatkan bantuan atau keringanan.
Inilah yang membuat penentuan iuran di era KRIS jadi isu krusial dan kompleks. Pemerintah harus mencari titik temu antara keberlanjutan program (dana terkumpul cukup untuk membiayai pelayanan) dan keterjangkauan bagi seluruh lapisan masyarakat, sesuai dengan prinsip gotong royong dan keadilan sosial. Diskusi mengenai model iuran yang paling pas di sistem KRIS masih terus berlangsung hingga kini.
Mengingat Kembali: Perbedaan BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3¶
Sebelum sistem kelas dihapus dan diganti KRIS, penting untuk kita memahami apa saja perbedaan mendasar antara kelas 1, 2, dan 3 yang selama ini kita kenal. Perbedaan ini tidak hanya di besaran iurannya, tapi juga pada fasilitas pelayanan, terutama saat rawat inap.
Berikut adalah ringkasan perbedaan iuran dan fasilitas berdasarkan kelas saat ini:
Kelas BPJS Kesehatan | Iuran Bulanan (Perpres 64/2020) | Fasilitas Rawat Inap (Kapasitas Kamar Minimal) | Manfaat Kacamata (Subsidi) |
---|---|---|---|
Kelas 1 | Rp 150.000 per bulan | 2-4 orang per kamar | Rp 330.000 |
Kelas 2 | Rp 100.000 per bulan | 3-5 orang per kamar | Rp 220.000 |
Kelas 3 | Rp 35.000 per bulan | 4-6 orang per kamar | Rp 165.000 |
Pembayaran Iuran:
Cara membayar iuran BPJS Kesehatan saat ini cukup mudah. Peserta bisa membayar di kantor cabang BPJS terdekat, melalui aplikasi Mobile JKN di smartphone, layanan M-Banking dan internet banking dari berbagai bank, dompet digital populer, atau bahkan di minimarket seperti Indomaret dan Alfamart. Kemudahan ini bertujuan agar peserta tidak terlambat membayar iuran agar kepesertaannya tetap aktif.
Fasilitas Rawat Inap Berdasarkan Kelas (Sistem Lama)¶
Perbedaan paling terasa dari sistem kelas BPJS saat ini adalah fasilitas rawat inapnya. Inilah yang seringkali jadi pertimbangan utama masyarakat saat memilih kelas.
BPJS Kesehatan Kelas 1:
Peserta kelas 1 biasanya mendapatkan kamar rawat inap yang menampung minimal 2 sampai 4 orang pasien. Kamar ini cenderung lebih nyaman dengan jumlah penghuni yang lebih sedikit dibandingkan kelas di bawahnya. Jika peserta merasa kurang nyaman atau menginginkan privasi lebih, mereka punya opsi untuk mengajukan pindah ke ruang perawatan VIP. Namun, perlu dicatat, biaya tambahan yang timbul akibat pindah ke ruang VIP ini tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Peserta harus menanggung sendiri selisih biaya perawatan antara kelas 1 dan kamar VIP.
BPJS Kesehatan Kelas 2:
Untuk peserta kelas 2, standar kamar rawat inap yang didapatkan biasanya menampung minimal 3 sampai 5 orang pasien dalam satu ruangan. Kamar kelas 2 menawarkan fasilitas di atas kelas 3 namun di bawah kelas 1. Sama seperti peserta kelas 1, peserta kelas 2 juga memungkinkan untuk mengajukan naik kelas perawatan, misalnya ke kelas 1 atau bahkan VIP. Namun, seperti sudah disebutkan, jika naik kelas, ada biaya tambahan yang harus dibayar sendiri oleh peserta, di luar tanggungan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan Kelas 3:
Peserta kelas 3 adalah mereka yang membayar iuran paling rendah (untuk peserta mandiri). Fasilitas rawat inap standar untuk kelas ini biasanya menampung minimal 4 sampai 6 orang pasien dalam satu kamar. Ini adalah fasilitas rawat inap yang paling dasar dalam sistem BPJS Kesehatan. Jika sewaktu-waktu kamar rawat inap kelas 3 di rumah sakit rujukan penuh, pihak rumah sakit wajib mencarikan solusi. Mereka bisa merujuk pasien ke fasilitas kesehatan (faskes) lain yang masih punya ketersediaan kamar rawat inap kelas 3. Pasien tidak seharusnya ditolak atau serta merta dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi tanpa persetujuan dan penjelasan mengenai biaya tambahan.
Transisi ke KRIS ini bertujuan untuk menghapus perbedaan fasilitas rawat inap berdasarkan kelas ini, menciptakan satu standar layanan rawat inap untuk semua peserta JKN, terlepas dari besaran iuran mereka (kecuali jika ada penyesuaian iuran baru nantinya). Ini adalah upaya untuk menciptakan keadilan akses terhadap fasilitas rumah sakit.
Manfaat Kacamata Berdasarkan Kelas (Sistem Lama)¶
Selain fasilitas rawat inap, perbedaan BPJS kelas 1, 2, dan 3 juga terlihat pada besaran subsidi yang diberikan untuk pembelian kacamata. BPJS Kesehatan memang memberikan bantuan biaya untuk pembelian kacamata bagi pesertanya yang membutuhkan, tentunya dengan resep dokter.
Besaran subsidi ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2023. Berikut rinciannya berdasarkan kelas kepesertaan:
- Untuk peserta dengan hak rawat Kelas 3: Subsidi kacamata sebesar Rp 165.000.
- Untuk peserta dengan hak rawat Kelas 2: Subsidi kacamata sebesar Rp 220.000.
- Untuk peserta dengan hak rawat Kelas 1: Subsidi kacamata sebesar Rp 330.000.
Perlu diketahui, nilai subsidi kacamata ini sudah mengalami kenaikan sebesar 10% dibandingkan aturan sebelumnya. Sebelumnya, subsidi untuk kelas 3 hanya Rp 150.000, kelas 2 Rp 200.000, dan kelas 1 Rp 300.000. Kenaikan ini tentu saja disambut baik oleh para peserta yang membutuhkan alat bantu penglihatan ini.
Penting juga diingat ada ketentuan mengenai frekuensi pemanfaatan subsidi kacamata ini. BPJS Kesehatan menetapkan bahwa subsidi kacamata ini hanya bisa dimanfaatkan setiap dua tahun sekali untuk setiap peserta. Jadi, kalau kurang dari dua tahun kacamata rusak atau ingin ganti baru, biaya pembeliannya harus ditanggung sendiri oleh peserta, tidak bisa lagi menggunakan subsidi BPJS Kesehatan. Pembatasan ini wajar adanya untuk menjaga keberlanjutan program jaminan kacamata.
Menjelang penerapan KRIS di Juli 2025, detail mengenai besaran iuran baru memang masih jadi misteri. Proses penentuan iuran ini pasti mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari standar layanan yang akan diberikan di era KRIS, kemampuan ekonomi masyarakat, hingga proyeksi keuangan BPJS Kesehatan agar program JKN tetap sehat dan berkelanjutan. Kita tunggu saja pengumuman resminya dari pemerintah. Yang jelas, perubahan ini diharapkan bisa membawa layanan BPJS Kesehatan jadi lebih baik dan merata untuk semua.
Apa pendapat kalian soal perubahan sistem kelas BPJS Kesehatan ini? Dan gimana ekspektasi kalian soal besaran iuran di era KRIS nanti? Yuk, sampaikan di kolom komentar!
Posting Komentar