PDIP Surabaya Unjuk Gigi Masak: Ada Kue Gelombang Samudra dan Cendol Jagung Maknyus!
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya belum lama ini bikin acara seru dan penuh makna. Bayangkan saja, para ibu-ibu jagoan PDIP berkumpul, bukan buat rapat strategi politik, tapi buat unjuk gigi di dapur! Acara lomba masak ini digelar di Kelurahan Kebraon, Kecamatan Karangpilang, pada hari Minggu pagi yang cerah, 27 April 2025. Kegiatannya makin ramai karena PDIP menggandeng Komunitas Juang Srikandi, bikin suasana makin akrab dan penuh semangat kebersamaan.
Acaranya sendiri masih dalam rangka merayakan Hari Kartini, lho. Jadi, jangan heran kalau ibu-ibu pesertanya tampil cantik dan anggun dengan pakaian kebaya mereka. Sambil mengenakan busana tradisional yang identik dengan perjuangan kaum perempuan, tangan-tangan terampil mereka sibuk meracik bahan-bahan untuk diubah menjadi hidangan lezat. Dua menu utama yang jadi bintang hari itu adalah Kue Gelombang Samudra dan Cendol Jagung. Hasil masakan mereka ini rencananya bakal dibagikan langsung ke warga sekitar, biar semua ikut merasakan nikmatnya.
Menggali Kekayaan Resep Nusantara¶
Lomba masak ini punya dasar yang kuat, yaitu mengacu pada Resep Mustika Rasa dan olahan pendamping beras. Konsep ini bukan sekadar tren, tapi punya nilai sejarah dan gizi yang tinggi. Resep Mustika Rasa sendiri adalah buku resep warisan proklamator kita, Bung Karno, yang berisi ribuan resep masakan asli Indonesia. Sementara olahan pendamping beras menekankan pentingnya memanfaatkan bahan pangan lokal selain nasi, seperti singkong dan jagung, untuk ketahanan pangan dan diversifikasi konsumsi.
Salah satu menu andalan, Kue Gelombang Samudra, ternyata punya cerita menarik di baliknya. Indah Kastowo dari Komunitas Juang Srikandi PDIP Surabaya menjelaskan, kue ini adalah kudapan bergizi dan lezat yang berbahan dasar singkong. Selain singkong, bahan-bahan lain yang dipakai antara lain potongan nangka, kelapa parut, dan gula merah. Kombinasi ini menghasilkan rasa manis gurih yang legit, cocok banget buat camilan sehat.
“Bahan baku kue Gelombang Samudera berasal dari singkong, potongan nangka, kelapa dan Gula Merah. Selain terjangkau kandungan gizinya ada dan tentu rendah resiko diabetes,” kata Indah Kastowo. Pernyataannya ini menekankan bahwa memilih bahan lokal seperti singkong bukan cuma soal tradisi, tapi juga soal kesehatan dan ekonomi. Singkong adalah salah satu kekayaan alam Indonesia yang melimpah, mudah didapat, dan bisa diolah jadi berbagai macam makanan.
Selain Kue Gelombang Samudra, ada juga Cendol Jagung yang tak kalah menarik. Bayangkan segelas cendol dingin dengan kuah santan gurih dan gula merah, tapi bulir-bulir cendolnya terbuat dari jagung. Pasti rasanya unik dan menyegarkan! Jagung juga merupakan sumber karbohidrat dan serat yang baik, menjadikannya alternatif sehat dari beras. Mengolah jagung menjadi cendol adalah contoh kreatifitas dalam memanfaatkan bahan pangan lokal menjadi hidangan yang familiar namun dengan sentuhan baru.
Indah Kastowo juga menambahkan, kedua kudapan ini - Kue Gelombang Samudra dan Cendol Jagung - merupakan contoh olahan pendamping beras yang bergizi dan lezat. Mereka ingin menunjukkan bahwa makanan sehat, enak, dan berasal dari bahan lokal itu sangat mungkin dibuat. Ini sekaligus menjadi ajakan bagi para ibu di kampung untuk terus kreatif dalam menyediakan makanan bagi keluarga.
Peran Ibu sebagai Penopang Keluarga¶
Peran ibu dalam keluarga itu luar biasa, terutama dalam urusan pangan. Ibu-ibu di rumah punya kekuatan besar untuk memastikan anggota keluarganya mendapatkan asupan gizi yang cukup dan beragam. Indah Kastowo sangat menekankan hal ini. Dia mengajak para ibu untuk jadi penopang keluarga dengan selalu menghadirkan makanan bergizi, terjangkau, dan punya cita rasa khas Nusantara. Ini bukan sekadar tugas domestik, tapi kontribusi nyata untuk ketahanan pangan tingkat rumah tangga.
Dalam konteks inilah, Resep Mustika Rasa warisan Bung Karno hadir sebagai sumber inspirasi. Buku ini, yang konon berisi sekitar 1.600 resep masakan tradisional Indonesia, adalah harta karun kuliner yang tak ternilai. Indah Kastowo mengajak ibu-ibu untuk menjadikan Resep Mustika Rasa sebagai “jujukan” atau rujukan utama dalam mencari ide masakan sehari-hari. Dengan kekayaan resep di dalamnya, ibu-ibu bisa terus berinovasi dan menyajikan hidangan yang tidak membosankan.
Bayangkan, 1.600 resep! Mulai dari sayur lodeh, rendang, sate, hingga berbagai macam kue dan minuman tradisional. Semuanya ada di sana, merekam jejak kekayaan kuliner dari Sabang sampai Merauke. Menggali resep-resep ini sama dengan melestarikan warisan budaya nenek moyang kita. Dan yang tak kalah penting, banyak dari resep ini menggunakan bahan-bahan lokal yang mudah ditemukan dan harganya terjangkau.
Mengaktifkan kembali penggunaan Resep Mustika Rasa di kalangan masyarakat, khususnya ibu-ibu, adalah langkah cerdas. Ini tidak hanya mengenalkan kembali resep-resep lama yang mungkin sudah mulai terlupakan, tetapi juga mendorong kemandirian pangan keluarga. Dengan mengolah bahan pangan lokal menjadi masakan bergizi, kita mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor atau makanan siap saji yang belum tentu sehat.
Spirit Perjuangan ala Bung Karno dalam Kue Gelombang Samudra¶
Ada alasan khusus kenapa Kue Gelombang Samudra dipilih menjadi salah satu menu yang dilombakan. Achmad Hidayat, Wakil Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya, menjelaskan bahwa lomba masak ini adalah tindak lanjut dari instruksi DPP PDIP. Lebih dari itu, pemilihan Kue Gelombang Samudra punya makna simbolis yang mendalam, terkait dengan filosofi Bung Karno.
Menurut Achmad Hidayat, Bung Karno ternyata punya pandangan filosofis tentang “Gelombang Samudra” versus “sawah yang adem ayem tentrem”. Bung Karno lebih menyukai semangat “Gelombang Samudra” yang menggebu-gebu, dinamis, dan penuh perjuangan, ketimbang suasana “sawah yang adem ayem tentrem” yang cenderung tenang dan pasif.
“Kenapa dipilih Kue Gelombang Samudra, Selain bergizi terjangkau dan berasal dari pendamping beras kita mengenang pesan Bung Karno lebih menyukai Gelombang Samudra yang menggebu-gebu daripada sawah yang adem ayem tentrem, Semangat Perjuangan terus kita Kobarkan,” ujar Achmad Hidayat. Jadi, Kue Gelombang Samudra bukan sekadar nama kue, tapi juga representasi dari semangat juang yang ingin terus dikobarkan oleh kader PDIP.
Memasak dan menyajikan Kue Gelombang Samudra dalam acara ini menjadi cara PDIP Surabaya untuk mengingatkan kembali pesan-pesan Bung Karno. Pesan tentang semangat, tentang perjuangan, tentang keberanian menghadapi tantangan, seperti gelombang di samudra yang tak pernah berhenti bergerak. Semangat ini ingin ditransfer tidak hanya dalam urusan politik, tetapi juga dalam urusan sehari-hari, termasuk dalam mengelola rumah tangga dan menciptakan ketahanan pangan keluarga.
Ketahanan Pangan Dimulai dari Dapur Keluarga¶
Achmad Hidayat menegaskan bahwa kader PDIP Surabaya punya komitmen kuat untuk terus membumikan gagasan dan pemikiran Bung Karno, serta Ibu Megawati Soekarnoputri. Kali ini, gagasannya diimplementasikan dalam urusan tata laksana rumah tangga dan ketahanan pangan, melalui program yang mengacu pada Resep Mustika Rasa.
Ketahanan pangan seringkali dibayangkan sebagai isu besar yang hanya bisa diselesaikan di tingkat nasional atau regional. Padahal, pondasi paling kuat dari ketahanan pangan justru ada di tingkat rumah tangga. Ketika setiap keluarga mampu menyediakan makanan yang cukup, bergizi, dan beragam dari sumber daya yang ada di sekitarnya, maka ketahanan pangan nasional akan jauh lebih kuat.
Mengadakan lomba masak dengan resep tradisional dan bahan lokal seperti ini adalah salah satu cara konkret untuk memperkuat ketahanan pangan dari dapur keluarga. Ibu-ibu diajak untuk kembali memanfaatkan bahan pangan pendamping beras, yang seringkali lebih murah dan mudah didapat di lingkungan sekitar. Singkong, jagung, ubi, sagu, talas, dan aneka umbi-umbian lainnya adalah kekayaan alam kita yang luar biasa.
Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi. Peserta dan warga yang hadir bisa belajar resep-resep baru atau resep lama yang diangkat kembali. Mereka jadi tahu bahwa membuat kudapan sehat dan lezat dari bahan lokal itu tidak sulit dan tidak mahal. Ini bisa mendorong mereka untuk lebih sering memasak di rumah dan mengurangi konsumsi makanan cepat saji.
Kegiatan seperti ini juga mempererat tali silaturahmi antarwarga dan antar kader PDIP. Suasana lomba yang penuh keceriaan, diiringi aroma masakan yang menggugah selera, menciptakan ikatan emosional yang positif. Komunitas Juang Srikandi, sebagai salah satu penggerak, menunjukkan bagaimana organisasi berbasis komunitas bisa berperan aktif dalam kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat.
Berikut adalah gambaran singkat bahan utama yang digunakan dalam dua menu bintang lomba:
| Hidangan | Bahan Utama Pendamping Beras | Bahan Pendukung Lain |
|---|---|---|
| Kue Gelombang Samudra | Singkong | Nangka, Kelapa, Gula Merah |
| Cendol Jagung | Jagung | Santan, Gula Merah, Daun Pandan (?) |
Catatan: Bahan pendukung Cendol Jagung di sini adalah asumsi umum resep cendol.
Video di bawah ini bisa memberikan gambaran tentang bagaimana Cendol Jagung itu dibuat. Meskipun mungkin bukan persis seperti yang dilombakan di Surabaya, ini memberikan ide visualnya.
(Catatan: Ganti "contoh_video_cendol_jagung" dengan ID video YouTube yang relevan jika menemukan yang pas. Jika tidak, bagian ini bisa dihapus atau diganti dengan media lain)
Melalui lomba masak ini, PDIP Surabaya tidak hanya menggelar acara seremonial, tetapi menyampaikan pesan yang kuat: pentingnya memanfaatkan kekayaan alam Indonesia, melestarikan resep tradisional, memperkuat ketahanan pangan dari rumah tangga, dan terus mengobarkan semangat perjuangan ala Bung Karno. Semua dibungkus dalam kegiatan yang menyenangkan dan melibatkan masyarakat secara langsung.
Kegiatan semacam ini patut dicontoh. Ini menunjukkan bahwa politik bisa hadir dalam bentuk yang paling membumi dan bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Lewat dapur, lewat masakan, pesan tentang kemandirian, gizi, dan semangat kebangsaan disampaikan dengan cara yang renyah dan mudah diterima.
Para ibu di Kebraon, Karangpilang, bukan hanya berpartisipasi dalam lomba, tetapi menjadi agen perubahan kecil di lingkungan mereka. Dengan pengetahuan baru tentang resep dan manfaat bahan pangan lokal, mereka bisa terus menginspirasi keluarga dan tetangga untuk makan sehat dan bijak dalam memilih bahan makanan.
Kegiatan seperti ini juga mengingatkan kita semua, baik politisi maupun masyarakat umum, bahwa kemajuan sebuah bangsa tidak hanya diukur dari pembangunan fisik semata, tetapi juga dari kekuatan setiap individunya, dimulai dari kesehatan dan kemandirian pangan di tingkat keluarga. Resep Mustika Rasa dan olahan pendamping beras adalah warisan berharga yang harus terus dijaga dan dikembangkan.
Lebih dari Sekadar Lomba, Ini Gerakan Membumikan Gagasan¶
Wakil Sekretaris DPC PDIP Surabaya, Achmad Hidayat, menekankan kembali komitmen partainya untuk terus membumikan gagasan Bung Karno dan Ibu Megawati Soekarnoputri. Ini bukan hanya soal teori di atas kertas, tapi diwujudkan dalam aksi nyata yang menyentuh akar rumput. Lomba masak ini adalah salah satu contohnya, menghubungkan ide besar tentang ketahanan pangan dan nasionalisme dengan aktivitas sehari-hari masyarakat, yaitu memasak.
Program-program yang mengedepankan kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat, seperti lomba masak Resep Mustika Rasa ini, sangat penting. Di tengah gempuran makanan instan dan budaya impor, kegiatan ini menjadi semacam benteng untuk menjaga kekayaan kuliner dan bahan pangan lokal kita. Ini juga menjadi cara untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian lokal, seperti singkong dan jagung.
Komunitas Juang Srikandi, sebagai mitra PDIP dalam acara ini, juga memainkan peran penting. Sebagai komunitas yang beranggotakan perempuan, mereka bisa menjadi penggerak utama dalam menyebarkan pengetahuan dan keterampilan memasak resep tradisional di lingkungan mereka. Semangat “juang” yang mereka usung selaras dengan semangat “Gelombang Samudra” yang ingin diteladankan.
Kegiatan ini sukses menunjukkan bahwa semangat Hari Kartini, semangat kemandirian perempuan, bisa diwujudkan dalam berbagai cara, termasuk melalui keterampilan memasak dan kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan keluarga dan lingkungan. Ibu-ibu yang mengenakan kebaya sambil mengolah bahan makanan lokal adalah simbol kuat dari perpaduan tradisi, modernitas, dan kemandirian.
Pada akhirnya, lomba masak PDIP Surabaya di Kebraon ini adalah contoh kecil namun bermakna tentang bagaimana partai politik bisa terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat dan pelestarian budaya. Semoga kegiatan positif seperti ini terus berlanjut dan menginspirasi banyak pihak.
Yuk, ceritakan pendapatmu tentang kegiatan lomba masak ini! Atau, kamu punya resep masakan tradisional favorit dari bahan pendamping beras? Bagikan di kolom komentar ya!
Posting Komentar