Puasa Senin, Ayyamul Bidh & Syawal 2025: Boleh Digabung Niatnya? Ini Kata Ulama!
Selain shalat, ibadah puasa memegang peranan penting dalam kehidupan seorang Muslim. Ibadah ini tidak hanya diwajibkan selama bulan Ramadhan, tetapi juga sangat dianjurkan pada waktu-waktu tertentu di luar bulan suci tersebut. Puasa di luar Ramadhan hukumnya sunnah, kecuali puasa qadha Ramadhan, puasa nazar, dan puasa kafarat yang hukumnya wajib.
Ada beragam jenis puasa sunnah yang bisa diamalkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih pahala tambahan. Beberapa di antaranya yang cukup populer adalah puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (hari-hari putih pertengahan bulan Qamariyah), puasa Syawal (enam hari di bulan Syawal), puasa Tarwiyah dan Arafah (menjelang Idul Adha), puasa Rajab, hingga puasa Dawud yang dilakukan selang seling. Masing-masing puasa sunnah ini memiliki keutamaan dan hikmah tersendiri.
Menariknya, terkadang beberapa puasa sunnah bisa bertepatan pada hari yang sama dalam kalender Hijriyah. Misalnya, sebuah hari Senin bisa jadi bertepatan dengan salah satu hari Ayyamul Bidh, atau bahkan bertepatan dengan salah satu hari puasa Syawal. Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam: apakah niat untuk beberapa puasa sunnah yang bertepatan dalam sehari itu bisa digabungkan?
Sebagai contoh, pada tanggal 14 April 2025, bertepatan dengan hari Senin dan juga tanggal 15 Syawal 1446 H. Tanggal 15 Syawal ini termasuk dalam periode enam hari puasa Syawal sekaligus merupakan salah satu dari hari-hari Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyah). Jadi, tanggal tersebut adalah hari Senin, hari puasa Syawal, dan hari puasa Ayyamul Bidh sekaligus. Lalu, bagaimana niatnya? Apakah cukup satu niat, atau harus menyebutkan ketiganya?
Mari kita simak pandangan para ulama terkait permasalahan menggabungkan niat puasa sunnah yang bertepatan dalam satu hari ini. Penjelasan dari para ahli fikih dapat memberikan kita pemahaman yang lebih mendalam mengenai tata cara beribadah yang sesuai dengan tuntunan syariat.
Menurut penjelasan yang dikutip dari berbagai sumber, termasuk NU Online, masalah menggabungkan niat ibadah sunnah ini memang pernah dibahas oleh para ulama klasik. Salah satunya adalah pandangan yang dinukil dari Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam karyanya al-Asybah wan Nadhair.
Beliau menyebutkan sebuah pendapat dari Imam al-Qaffal yang menyatakan bahwa menggabungkan dua niat sunnah tidaklah sah dilakukan secara bersamaan. Artinya, jika ada dua puasa sunnah bertepatan, Anda harus memilih salah satu niat saja. Namun, As-Suyuthi membantah pandangan ini dengan memberikan contoh-contoh yang umum diterima dalam praktik ibadah.
Beliau mencontohkan kasus mandi sunnah untuk shalat Jumat dan mandi sunnah hari raya. Jika seseorang mandi dengan niat untuk keduanya sekaligus, maka kedua niat mandi tersebut dianggap sah. Ini menunjukkan bahwa dalam kasus tertentu, menggabungkan niat untuk dua ibadah sunnah itu dimungkinkan dan sah.
As-Suyuthi melanjutkan, “Begitu juga, jika sholat Id dan sholat kusuf (shalat gerhana) berkumpul (waktunya bersamaan), maka seseorang dapat berkhutbah dua kali dengan niat untuk keduanya sekaligus. Hal ini disebutkan dalam kitab Ar-Raudhah dan dikuatkan dengan alasan bahwa keduanya adalah ibadah sunah, berbeda dengan sholat Jumat dan sholat kusuf.”
Beliau kemudian menyamakan kasus puasa sunnah, seperti puasa hari Arafah yang bertepatan dengan hari Senin. Beliau menegaskan, “Dan seyogyanya dapat disamakan juga, seseorang yang berniat puasa hari Arafah dan hari Senin misalnya, maka puasa tersebut sah.” Ini adalah kutipan dari al-Asybah wan Nadhair, Juz I, halaman 23.
Dari penjelasan Imam As-Suyuthi ini, terlihat kecenderungan bahwa menggabungkan niat untuk ibadah-ibadah sunnah yang bertepatan hukumnya adalah sah. Analogi mandi Jumat/Hari Raya atau khutbah Id/Kusuf menunjukkan adanya preseden dalam fikih yang membolehkan hal tersebut, terutama karena sifatnya sama-sama sunnah.
Imam Bujairimi, ulama lain yang juga dikenal keilmuannya, memberikan penegasan yang lebih eksplisit terkait sahnya puasa yang dikerjakan dengan menggabungkan niat puasa sunnah. Dalam kitabnya Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib al-Bujairimi ‘ala Syarhil Minhaj, beliau secara tegas menyatakan bahwa menggabungkan niat untuk puasa sunnah yang bertepatan itu diperbolehkan.
Beliau menjelaskan, “Peringatan: Terkadang ditemukan puasa memiliki dua sebab, seperti hari Arafah atau Asyura yang jatuh pada hari Senin atau Kamis, atau kedua hari tersebut jatuh dalam enam Syawal.” Dalam kondisi seperti ini, beliau melanjutkan, puasa tersebut menjadi lebih ditekankan karena mengandung dua sebab (dua alasan sunnah untuk berpuasa pada hari itu).
Bujairimi kemudian menyatakan, “Dalam kondisi seperti ini, puasa tersebut menjadi lebih ditekankan karena mengandung dua sebab, dengan memperhatikan keutamaan masing-masing. Jika seseorang berniat puasa untuk keduanya sekaligus, maka pahala dari kedua puasa tersebut dapat diperoleh, sebagaimana sedekah kepada kerabat yang sekaligus menjadi bentuk sedekah dan silaturahmi.”
Analogi sedekah kepada kerabat sangat relevan di sini. Ketika Anda memberi sedekah kepada anggota keluarga yang membutuhkan, Anda tidak hanya mendapatkan pahala sedekah (karena memberi kepada fakir/miskin, misalnya), tetapi juga mendapatkan pahala silaturahmi (karena mempererat hubungan dengan kerabat). Satu perbuatan (memberi) menghasilkan dua pahala (sedekah dan silaturahmi). Demikian pula, satu puasa pada hari istimewa bisa menghasilkan pahala dari beberapa niat sunnah yang bertepatan.
Pandangan Imam Bujairimi ini semakin memperkuat argumen bahwa menggabungkan niat puasa sunnah itu sah dan mendatangkan ganjaran berlipat. Beliau bahkan menambahkan, “Begitu juga, jika ia hanya berniat untuk salah satunya, berdasarkan apa yang tampak jelas.” Ini mengindikasikan bahwa meskipun hanya berniat salah satu, pelaksanaan puasa pada hari itu tetap sah, meskipun ada konsekuensi terkait perolehan pahala, sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, seorang ulama besar lainnya, juga memberikan pandangannya yang serupa, namun dengan detail yang penting terkait pahala yang diperoleh. Beliau pernah ditanya mengenai seseorang yang berniat puasa Arafah yang bertepatan dengan puasa wajib (qadha, misalnya) atau bertepatan dengan hari Senin, lalu ia berniat puasa Arafah dan puasa Senin. Apakah ia mendapatkan keutamaan puasa sunnah keduanya?
Jawaban beliau, sebagaimana dinukil dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro (Juz II, halaman 85), menjelaskan prinsip di balik ini. Beliau menyatakan bahwa pendapat yang sesuai dengan ulama (mazhab Syafi’i) adalah bahwa tujuan utama puasa pada hari-hari tertentu seperti Arafah atau Senin adalah untuk mengisi waktu tersebut dengan ibadah puasa. Ini mirip dengan shalat Tahiyatul Masjid, di mana tujuan utamanya adalah mengisi ‘ruang’ masjid dengan shalat segera setelah masuk.
Ibnu Hajar menegaskan, “Oleh karena itu, jika ia berniat untuk keduanya sekaligus, maka kedua ibadah itu dianggap telah dilaksanakan.” Ini kembali mempertegas keabsahan menggabungkan niat sunnah. Namun, beliau menambahkan detail penting terkait pahala: “Namun, jika ia hanya berniat salah satunya, maka tuntutan untuk yang lain gugur, tetapi ia tidak mendapatkan pahala (yang khusus untuk niat yang tidak disebutkan).”
Poin dari Imam Ibnu Hajar ini sangat krusial. Menggabungkan niat (dengan menyebutkan atau menghadirkan dalam hati) puasa Senin, puasa Syawal, dan puasa Ayyamul Bidh pada 14 April 2025 akan membuat Anda mendapatkan pahala untuk ketiga puasa sunnah tersebut, insya Allah. Namun, jika Anda hanya berniat puasa Senin saja, atau hanya puasa Syawal saja, atau hanya puasa Ayyamul Bidh saja, maka puasa Anda pada hari itu tetap sah. Anda akan mendapatkan pahala untuk niat yang Anda ucapkan/hadirkan. Adapun tuntutan atau anjuran puasa sunnah lainnya yang kebetulan jatuh pada hari itu dianggap telah “gugur” dengan perbuatan puasa Anda, tetapi Anda tidak secara khusus mendapatkan pahala untuk puasa sunnah lainnya yang tidak Anda niatkan.
Jadi, jika Anda ingin mendapatkan pahala penuh dari semua puasa sunnah yang bertepatan pada hari itu, sangat dianjurkan untuk menghadirkan niat untuk semuanya saat memulai puasa (misalnya, sebelum terbit fajar). Contoh lafal niatnya bisa disesuaikan dengan kenyamanan, misalnya: “Saya niat puasa sunnah Senin, puasa sunnah Syawal, dan puasa sunnah Ayyamul Bidh esok hari karena Allah Ta’ala.” Atau cukup niat dalam hati dengan kesadaran penuh bahwa puasa yang dilakukan esok hari mencakup ketiga jenis puasa sunnah tersebut.
Dari paparan pandangan para ulama di atas, dapat ditarik kesimpulan yang jelas mengenai permasalahan menggabungkan niat puasa sunnah:
- Diperbolehkan: Menggabungkan niat untuk beberapa puasa sunnah yang bertepatan dalam satu hari adalah sah dan diperbolehkan menurut mayoritas ulama.
- Pahala Berlipat: Jika seseorang sengaja berniat untuk beberapa puasa sunnah yang bertepatan (misalnya niat puasa Senin dan puasa Syawal dan puasa Ayyamul Bidh), maka ia akan mendapatkan pahala dari setiap puasa sunnah yang diniatkan tersebut. Ini adalah kesempatan langka untuk mengumpulkan banyak pahala dalam satu amal.
- Niat Satu, Tuntutan Gugur: Jika seseorang hanya berniat salah satu dari puasa sunnah yang bertepatan (misalnya hanya niat puasa Senin saja), maka puasa pada hari itu tetap sah. Ia mendapatkan pahala puasa sunnah yang diniatkan. Adapun tuntutan atau anjuran untuk puasa sunnah lainnya yang juga jatuh pada hari itu secara otomatis dianggap gugur dengan pelaksanaan puasa tersebut, namun ia tidak mendapatkan pahala spesifik untuk puasa sunnah lainnya yang tidak diniatkan.
Hikmah dari diperbolehkannya menggabungkan niat ini, khususnya untuk ibadah sunnah, adalah kemudahan (taisir) dalam syariat Islam. Umat Islam diberikan kesempatan untuk meraih sebanyak mungkin kebaikan ketika ada momentum istimewa di mana beberapa anjuran kebaikan berkumpul. Ini juga mendorong umat Islam untuk bersemangat dalam mencari keutamaan hari-hari tertentu.
Mari kita manfaatkan kesempatan istimewa ini, terutama jika bertepatan pada tanggal 14 April 2025 mendatang. Mempersiapkan diri untuk berpuasa dengan menggabungkan niat puasa Senin, puasa Syawal, dan puasa Ayyamul Bidh adalah cara cerdas untuk meraih limpahan pahala dari Allah SWT. Tentu saja, yang paling utama adalah keikhlasan dalam beribadah semata-mata hanya mengharap ridha-Nya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan ibadah puasa sunnah.
Bagaimana pendapat atau pengalaman Anda terkait menggabungkan niat puasa sunnah ini? Mari berbagi di kolom komentar!
Posting Komentar