Bikin Bukti Potong A1 di Coretax? Gini Lho Caranya!

Table of Contents

Bikin Bukti Potong A1 di Coretax

Membuat bukti potong PPh Pasal 21 (yang sering kita sebut Bukti Potong A1) sekarang ini jadi lebih gampang lho, karena udah bisa lewat sistem Coretax dari DJP! Ini penting banget buat perusahaan atau pemberi kerja yang punya pegawai tetap atau pensiunan yang rutin nerima penghasilan. Proses pembuatan Bupot Tahunan A1 ini dilakukan di Coretax, tepatnya di menu eBupot. Nanti, kamu tinggal pilih opsi BP A1 - Bukti Pemotongan A1 Masa Pajak Terakhir. Ada dua cara bikinnya, bisa key in alias input manual, atau impor data via file XML. Pilih aja yang paling pas buat kondisi perusahaanmu!

Wajib Bikin Bukti Potong A1? Kapan Sih?

Nah, buat perusahaan sebagai pemberi kerja, ada kewajiban penting nih di masa pajak terakhir. Kamu wajib banget bikin Bukti Potong A1 buat semua penghasilan yang udah dikasih ke pegawai atau pensiunan. Berdasarkan aturan terbaru di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023), yang dimaksud ‘masa pajak terakhir’ itu nggak cuma bulan Desember aja ya. Bisa juga bulan lain di mana pegawai tetap itu berhenti kerja (misalnya resign), atau pensiunan udah nggak lagi nerima uang pensiun. Jadi, meskipun belum akhir tahun, kalau ada pegawai resign di bulan Maret misalnya, Bukti Potong A1-nya wajib dibuat di masa pajak dia terakhir kerja, yaitu Maret.

Selain bikin, perusahaan juga wajib ngasih Bukti Potong A1 ini ke si penerima penghasilan lho! Aturannya jelas di Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024. Bukti Potong A1 ini paling telat dikasih ke pegawai atau pensiunan itu satu bulan setelah masa pajak terakhir mereka. Tujuannya biar mereka bisa lapor SPT Tahunan dengan data penghasilan yang lengkap dan valid. Jadi, jangan sampai lupa ya!

Bikin Bukti Potong A1 Lewat Input Manual (Key In)

Kalau kamu lebih suka input data satu per satu langsung di sistem Coretax, pilihan ‘Key In’ ini cocok buatmu. Caranya gampang banget kok. Tinggal klik tombol +Create eBupot BPA1 di menu e-Bupot - BP A1. Nanti, kamu bakal nemuin empat bagian utama yang harus diisi dengan teliti. Empat bagian ini adalah Informasi Umum, Penghasilan Bruto, Pengurang, dan Penghitungan PPh Pasal 21. Yuk, kita bedah satu per satu!

Informasi Umum Penerima Penghasilan

Di bagian pertama ini, kamu akan ngisi data-data dasar si penerima penghasilan, entah itu pegawai tetap atau pensiunan. Ada beberapa kolom yang lumayan krusial di sini. Pertama, ada isian soal keterangan apakah pegawai tersebut bekerja di lebih dari satu pemberi kerja. Ini isian baru lho di Coretax! Kalau kamu yakin pegawai itu juga kerja di tempat lain barengan, bisa diisi “Ya”. Tapi kalau dia cuma kerja di tempatmu atau kamu nggak yakin info itu, isi aja “Tidak”. Secara umum, ngisi “Tidak” kalau informasinya nggak pasti juga nggak masalah.

Selanjutnya, kamu perlu ngisi masa awal dan akhir periode penghasilan yang dihitung. Ini penting banget buat nentuin penghitungan setahun atau kurang dari setahun. Terus, kalau penerima penghasilan ini orang asing, centang keterangannya dan isikan identitasnya pakai nomor paspor plus negara asal paspornya. Kalau WNI, cukup isikan NIK aja. Nantinya, Nama, Alamat, dan Jenis Kelamin bakal otomatis keisi kalau NIK-nya valid dan terhubung ke data kependudukan. Jangan lupa juga isi status PTKP pegawai per 1 Januari tahun berjalan dan posisinya di perusahaan.

Bagian penting lain di sini adalah memilih nama objek pajak yang tepat. Buat pegawai tetap biasa, pilih Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai Tetap. Kalau buat pensiunan yang nerima uang pensiun rutin, pilih Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pensiunan Secara Teratur. Ada juga opsi baru yang menarik nih, yaitu Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai Tetap yang Menerima Fasilitas di Daerah Tertentu. Contoh paling gampang buat opsi ini adalah penghasilan pegawai yang kerja dan dapat fasilitas di Ibu Kota Nusantara (IKN). Setelah milih objek pajak, kolom Jenis Pajak dan Kode Objek Pajak bakal otomatis keisi.

Terakhir di bagian informasi umum, tentukan Jenis Pemotongan. Pilihan ini tergantung periode kerja si pegawai atau pensiunan. Kalau dia baru masuk di tengah tahun atau keluar (resign/pensiun) di tengah tahun, pilih Kurang dari Setahun. Kalau dia meninggal dunia atau ninggalin Indonesia buat selamanya di tengah tahun, pilih Kurang dari setahun yang penghasilannya disetahunkan. Opsi Setahun Penuh tentu aja buat pegawai yang kerja dari Januari sampai Desember full. Kalau kamu pilih Kurang dari setahun yang penghasilannya disetahunkan, nanti akan muncul kolom Number of months yang wajib diisi sesuai jumlah bulan dia dapet penghasilan di tahun itu.

Detail Penghasilan Bruto Setahun

Setelah ngisi data-data dasar, sekarang saatnya ngisi rincian penghasilan bruto yang diterima pegawai atau pensiunan selama periode tersebut (bisa setahun penuh atau kurang dari setahun, tergantung pilihan di awal). Kamu harus masukin semua komponen penghasilan, mulai dari:
* Gaji pokok atau uang pensiun
* Tunjangan PPh (kalau ada)
* Tunjangan lainnya yang terkait gaji (misalnya tunjangan makan, transport, jabatan, dll)
* Uang lembur
* Honorarium dan imbalan lain yang sejenis (misalnya fee, komisi)
* Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa yang dibayar sama perusahaan buat pegawai
* Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya yang dikenakan PPh Pasal 21 (sesuai aturan PMK 168/2023 yang baru)
* Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, dan Tunjangan Hari Raya (THR)

Nah, di bagian ini ada fitur yang perlu banget kamu perhatiin, yaitu ceklis Pembulatan kotor atau gross up. Ceklis ini ada kaitannya sama metode pemotongan PPh 21 yang dipakai perusahaanmu. Kalau perusahaan pakai metode gross up, artinya perusahaan nanggung PPh 21 pegawai dengan ngasih tunjangan PPh senilai PPh terutang, kamu bisa centang ceklis ini. Kalau dicentang, kamu nggak perlu ngisi nilai Tunjangan PPh di kolom Tunjangan PPh karena udah dianggap otomatis tercakup. Tapi, kalau perusahaanmu pakai metode mixed (campuran, misalnya ngasih tunjangan PPh cuma sebagian) atau net (PPh 21 dipotong dari gaji pegawai), ceklis ini nggak perlu dicentang. Kalau pakai metode mixed, nilai tunjangan PPh yang udah kamu hitung di kertas kerja terpisah tetap harus diisi di kolom Tunjangan PPh ya.

Contoh sederhana:
* Metode Net: Gaji 10jt, PPh 21 500rb. Pegawai terima 9.5jt. Di bukti potong, Tunjangan PPh 0, PPh dipotong 500rb.
* Metode Gross: Gaji 10jt. PPh 21 dihitung 500rb. Perusahaan ngasih Tunjangan PPh 500rb. Total penghasilan bruto jadi 10.5jt. PPh 21 dihitung ulang dari 10.5jt (misal jadi 525rb). Pegawai terima 10jt (gaji + tunjangan - PPh). Di bukti potong, kalau centang gross up, Tunjangan PPh bisa 0, PPh dipotong 525rb. Kalau nggak centang, Tunjangan PPh diisi 500rb, PPh dipotong 525rb. Intinya, ceklis ini mempermudah input kalau metode full gross up. Kalau mixed, better nggak dicentang dan input tunjangan PPh-nya.

Mengisi Komponen Pengurang

Bagian ketiga adalah ngisi komponen yang jadi pengurang penghasilan bruto sebelum dihitung PPh 21-nya. Komponen pengurang ini udah diatur ketentuannya, yaitu:
* Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun: Ini adalah biaya yang diizinkan sebagai pengurang penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiunan. Besarnya ada batasannya ya. Biaya Jabatan itu 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp 500 ribu per bulan atau Rp 6 juta setahun. Biaya Pensiun juga 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp 200 ribu per bulan atau Rp 2,4 juta setahun. Sistem Coretax biasanya bisa ngitung otomatis berdasarkan penghasilan bruto yang kamu input.
* Iuran Pensiun atau Iuran Hari Tua: Ini adalah iuran yang dibayar oleh pegawai sendiri ke dana pensiun atau BPJS Ketenagakerjaan (JHT/JP). Penting dicatat, yang bisa jadi pengurang itu cuma iuran yang dibayar oleh pegawai dan disetor melalui pemberi kerja. Kalau iuran yang dibayar perusahaan, itu nggak jadi pengurang penghasilan bruto pegawai.
* Zakat atau Sumbangan Keagamaan Wajib: Nah, ini juga komponen pengurang baru yang dipertegas di PMK 168/2023. Zakat yang kamu potong dari gaji pegawai buat disalurin ke badan amil zakat yang disahkan pemerintah, atau sumbangan keagamaan wajib buat pemeluk agama lain yang disahkan pemerintah dan dibayarkan melalui perusahaan, sekarang bisa jadi pengurang penghasilan bruto lho! Ini fitur yang sangat membantu buat meringankan beban pajak pegawai yang berzakat/beramal.

Pastikan kamu input semua komponen pengurang ini sesuai dengan data riil yang ada di perusahaanmu ya. Data-data ini biasanya ada di slip gaji atau rekapitulasi payroll.

Penghitungan PPh Pasal 21

Setelah ngisi semua data penghasilan bruto dan pengurang, sampailah kita di bagian terakhir: Penghitungan PPh Pasal 21. Kabar baiknya, di bagian ini kamu nggak perlu ngitung manual lagi. Sistem Coretax bakal otomatis ngitungin PPh Pasal 21 yang terutang berdasarkan data yang udah kamu input di bagian-bagian sebelumnya. Ini pastinya meminimalisir kesalahan hitung!

Ada fitur baru yang keren nih di bagian ini, yaitu “get data”. Fitur ini berguna banget kalau pegawai kamu sebelumnya pernah kerja di perusahaan lain di tahun yang sama dan udah nerima Bukti Potong A1 dari pemberi kerja sebelumnya. Kamu bisa gunain fitur ini dengan ngisi Nomor Bukti Pemotongan A1 dari perusahaan lamanya itu. Nanti, sistem Coretax bakal coba narik data penghasilan dan data PPh Pasal 21 yang udah dipotong dari perusahaan sebelumnya. Data ini penting banget buat memastikan penghitungan PPh Pasal 21 setahun penuh jadi akurat, terutama kalau penghasilan pegawai dari dua pemberi kerja itu digabungin.

Terakhir, kamu perlu ngisi NITKU (Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha) kalau perusahaanmu punya beberapa cabang atau tempat kegiatan usaha yang beda-beda. Pastikan diisi dengan NITKU yang relevan dengan lokasi pegawai tersebut. Setelah semua data di keempat bagian ini lengkap dan benar, tinggal klik tombol Submit. Data Bukti Potong A1 yang udah kamu input bakal tersimpan di sistem Coretax. Selamat, kamu udah berhasil bikin Bukti Potong A1 secara manual!


```mermaid
graph TD
A[Mulai] → B{Pilih Metode Pembuatan Bupot A1};
B → C{Key In?};
C – Ya → D[Klik +Create eBupot BPA1];
D → E[Isi Informasi Umum];
E → F[Isi Penghasilan Bruto];
F → G[Isi Pengurang];
G → H[Cek Penghitungan PPh 21 Otomatis];
H → I{Ada Data dari Pemberi Kerja Sebelumnya?};
I – Ya → J[Gunakan Fitur Get Data];
J → H;
I – Tidak → K[Isi NITKU];
K → L[Submit Bukti Potong];
L → M[Selesai];
C – Tidak → N[Impor XML];
N → O[Siapkan Data Excel Template DJP];
O → P[Isi Data Pegawai di Excel];
P → Q[Konversi File Excel ke XML];
Q → R[Upload File XML di Coretax];
R → M;

style A fill:#f9f,stroke:#333,stroke-width:2px;
style M fill:#ccf,stroke:#333,stroke-width:2px;
style B fill:#ff9,stroke:#333,stroke-width:2px;
style C fill:#ff9,stroke:#333,stroke-width:2px;
style I fill:#ff9,stroke:#333,stroke-width:2px;

```

Diagram di atas menggambarkan alur proses pembuatan Bukti Potong A1 di Coretax, baik melalui metode Key In maupun Impor XML. Semoga diagram ini bisa memberikan gambaran yang lebih jelas ya!

Bikin Bukti Potong A1 Lewat Impor Data

Selain input manual yang cocok buat jumlah pegawai nggak terlalu banyak, kamu juga bisa bikin Bukti Potong A1 ini pakai metode impor data. Cara ini lebih efisien kalau perusahaanmu punya ratusan atau ribuan pegawai. Jadi, kamu nggak perlu input satu per satu. Prosesnya intinya adalah nyiapin data semua pegawai dalam satu file, lalu file itu diunggah ke sistem Coretax.

File yang dipakai buat impor ini adalah file berformat XML. Tapi tenang, kamu nggak perlu bikin file XML-nya dari nol kok. DJP udah nyiapin template file Excel khusus buat ngisi data Bukti Potong A1. Setelah data semua pegawai terisi lengkap di template Excel itu, kamu tinggal pakai file converter yang juga disediain DJP buat mengubah file Excel tadi jadi file XML yang siap diimpor.

Kamu bisa mengunduh template Excel dan file converter-nya langsung dari website resmi DJP. Cukup cari halaman atau menu yang terkait dengan Coretax dan e-Bupot. Di sana biasanya ada link unduhan untuk template XML dan converter-nya.

Setelah template Excel berhasil diisi semua datanya dan file udah dikonversi jadi XML, langkah selanjutnya tinggal masuk ke sistem Coretax, pilih menu impor, lalu unggah file XML yang udah kamu buat tadi. Sistem Coretax akan memproses file tersebut dan kalau nggak ada error, data Bukti Potong A1 semua pegawai kamu bakal langsung masuk ke sistem. Kalau ada error, sistem bakal ngasih tau di baris mana errornya biar kamu bisa perbaiki di file Excel aslinya, lalu konversi ulang dan impor lagi.

Membuat file XML dari Excel ini memang butuh ketelitian ekstra dalam mengisi templatenya, karena format data dan urutan kolomnya harus sesuai banget sama ketentuan DJP. Sedikit aja ada yang salah format atau salah kolom, file XML-nya bisa ditolak waktu diunggah. Tapi kalau udah terbiasa, proses ini jauh lebih cepat dibanding key in manual buat jumlah pegawai yang banyak.

Tips Tambahan Saat Impor:
* Pastikan versi template Excel dan converter XML yang kamu pakai adalah yang terbaru dari website DJP, karena kadang ada update.
* Isi data di Excel dengan sangat hati-hati, perhatikan format tanggal, angka (jangan sampai ada spasi atau karakter yang nggak seharusnya), NIK/NPWP, dan kode-kode lainnya.
* Kalau jumlah data pegawainya sangat banyak, kadang file XML bisa jadi besar banget dan butuh waktu lama buat diunggah atau bahkan gagal. Mungkin perlu dipertimbangkan untuk memecah file impor jadi beberapa bagian kalau memang ukurannya terlalu besar.

Memahami kedua cara ini, baik key in maupun impor, penting banget buat kelancaran pelaporan pajak perusahaanmu. Pilih metode yang paling efektif dan efisien sesuai dengan kondisi dan jumlah pegawai yang perlu dibuatkan Bukti Potong A1-nya. Yang terpenting, Bukti Potong A1 ini wajib dibuat dan disampaikan ke pegawai tepat waktu agar mereka juga bisa menunaikan kewajiban perpajakan mereka dengan benar.

Gimana, udah lebih jelas kan cara bikin Bukti Potong A1 di Coretax? Mau pakai cara key in atau impor XML, yang penting prosesnya berjalan lancar dan semua pegawai atau pensiunanmu dapet Bukti Potong A1-nya tepat waktu!

Punya pengalaman atau tips lain saat bikin Bukti Potong A1 di Coretax? Atau mungkin ada pertanyaan yang masih mengganjal? Jangan ragu lho buat share atau tanya di kolom komentar di bawah! Siapa tau pengalamanmu bisa bantu teman-teman lain yang lagi ngurusin hal yang sama. Yuk, kita diskusi bareng!

Posting Komentar