Bye-bye Diskriminasi Umur! Kemnaker Siapkan Aturan Baru untuk Lowongan Kerja

Table of Contents

Lowongan Kerja Tanpa Batas Umur

Guys, ada kabar baik nih buat kamu yang sering sebel lihat lowongan kerja pakai syarat batas umur maksimal. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) beneran lagi siap-siap bikin gebrakan gede. Mereka punya misi spesial buat ngilangin praktik diskriminasi umur dalam rekrutmen pegawai di Indonesia. Ini bukan cuma wacana, tapi udah masuk rencana aksi!

Masalah batas usia di loker memang udah kayak PR banget buat banyak pencari kerja di negeri kita. Nggak sedikit kan yang nemu lowongan bagus, eh tapi mentok di syarat umur maksimal yang kadang cuma sampai 25 tahun? Padahal, kemampuan dan pengalaman nggak cuma punya orang yang masih muda banget, kan? Menteri Ketenagakerjaan sendiri, Pak Yassierli, udah nyorot isu ini dan pengen semua orang punya kesempatan yang sama buat dapat kerja.

Kenapa Diskriminasi Umur Jadi Masalah Serius?

Bayangin deh, kamu udah punya pengalaman kerja bertahun-tahun, skill mumpuni, bahkan mungkin udah di posisi manajerial sebelumnya. Terus tiba-tiba harus nyari kerja baru. Kamu nemu loker yang pas banget sama profilmu, deskripsi pekerjaannya cocok, gajinya oke. Tapi pas lihat syarat, ada tulisan: “Usia maksimal 25 tahun.” Rasanya nyesek kan?

Diskriminasi umur ini bukan cuma soal nggak dapat kerja, tapi juga soal menghargai potensi seseorang. Orang yang usianya nggak lagi “muda banget” bukan berarti nggak produktif atau nggak bisa belajar hal baru. Malah, mereka seringkali punya kedewasaan, pengalaman menghadapi berbagai situasi, dan jaringan profesional yang lebih luas. Membatasi kesempatan mereka berarti negara kita kehilangan banyak talenta potensial cuma karena angka di KTP.

Di sisi lain, ada juga anggapan dari beberapa perusahaan soal usia ini. Mungkin ada yang mikir usia lebih tua identik dengan gaji lebih tinggi, kurang fleksibel, atau susah diajak belajar teknologi baru. Padahal, ini kan generalisasi yang nggak selalu benar. Banyak kok pekerja usia matang yang super adaptif dan loyal sama perusahaan.

Langkah Jitu Kemnaker: Dua Aksi Utama

Nah, buat ngatasin masalah ini, Kemnaker udah punya rencana matang. Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Bapak Darmawansyah, ngasih bocoran nih kalau ada dua proses utama yang bakal mereka jalanin. Dua langkah ini krusal banget buat mengubah lanskap rekrutmen di Indonesia.

Langkah Pertama: Bongkar dan Bangun Ulang UU Ketenagakerjaan

Ini nih langkah paling fundamental. Kemnaker nggak main-main, mereka mau merevisi total Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU yang sekarang ini dianggap belum secara eksplisit melarang diskriminasi umur.

Saat ini, Kemnaker lagi serius melakukan kajian mendalam buat nyusun rancangan undang-undang (RUU) pengganti UU yang lama. Proses kajian ini penting banget buat memastikan RUU yang baru nanti bisa mengakomodir kebutuhan dan tantangan zaman sekarang, termasuk isu diskriminasi umur ini. Bapak Darmawansyah belum bisa kasih detail poin-poin revisinya, soalnya memang masih dalam tahap awal kajian.

Yang pasti, proses penyusunan RUU ini nggak bakal jalan sendiri. Kemnaker janji bakal ngelibatin semua pemangku kepentingan. Siapa aja mereka? Ya, mulai dari pengusaha, serikat buruh/pekerja, akademisi, sampai mungkin masyarakat umum yang punya perhatian sama isu ini. Tujuannya biar hasilnya adil dan bisa diterima oleh semua pihak.

Langkah Kedua: Bikin Aturan Pelaksana yang Detail

Setelah UU baru pengganti UU Nomor 13 Tahun 2003 itu disahkan nanti (semoga lancar ya prosesnya!), langkah selanjutnya adalah bikin aturan-aturan turunannya. Ini yang disebut peraturan pelaksana.

Peraturan pelaksana ini penting banget buat ngejelasin secara detail gimana sih implementasi larangan diskriminasi umur di lapangan. Misalnya, apakah akan ada pengecualian untuk jenis pekerjaan tertentu yang memang memerlukan kualifikasi fisik khusus? Gimana mekanismenya kalau ada perusahaan yang melanggar? Semua detail teknis dan operasionalnya bakal diatur di sini. Jadi, payung hukum utamanya ada di UU baru, dan detail pelaksanaannya ada di peraturan di bawahnya. Ini yang bikin aturannya jadi kuat dan bisa diterapin dengan baik.

Nih, biar kebayang urutan langkah Kemnaker:

  1. Kajian & Penyusunan RUU (Melibatkan Stakeholder)
  2. Pengesahan UU Baru Pengganti UU 13/2003
  3. Penyusunan & Pengesahan Peraturan Pelaksana (PP, Permen, dll)
  4. Implementasi & Pengawasan Larangan Diskriminasi Umur

Kilas Balik: Drama di Mahkamah Konstitusi

Sebelum rencana Kemnaker ini muncul, isu diskriminasi loker (termasuk umur) sempat dibawa ke jalur hukum lho. Pada tahun 2024 lalu, ada uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Ketenagakerjaan. Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang jadi sasaran. Pasal itu bunyinya kurang lebih gini: pemberi kerja bisa rekrut sendiri tenaga kerja atau lewat pelaksana penempatan kerja. Penggugat merasa pasal ini membuka celah buat diskriminasi dalam rekrutmen.

Namun, putusan MK pada 30 Juli 2024 menolak permohonan penggugat. Hakim konstitusi saat itu menyatakan bahwa batasan usia pelamar kerja itu tidak termasuk bentuk diskriminasi.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menjelaskan alasannya. Beliau merujuk pada definisi tindakan diskriminatif di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Di UU HAM itu, diskriminasi didefinisikan sebagai pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Nah, karena umur itu nggak disebutin dalam daftar itu, makanya MK menganggap syarat usia, pengalaman kerja, atau latar belakang pendidikan bukan tindakan diskriminatif secara hukum menurut definisi di UU HAM tersebut.

Tapi, nggak semua hakim MK sepakat seratus persen lho. Ada satu hakim konstitusi yang punya pendapat berbeda alias dissenting opinion. Beliau adalah Bapak M Guntur Hamzah.

Menurut Pak Guntur, permohonan penggugat seharusnya dikabulkan sebagian. Beliau melihat Pasal 35 Ayat (1) itu memang potensial banget disalahgunakan buat diskriminasi, termasuk diskriminasi umur, penampilan, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan, atau asal usul keturunan. Meski secara hukum teksnya (sense of legality) nggak ada masalah, dari kacamata keadilan (sense of justice), norma itu perlu diperjelas.

Pak Guntur berpendapat, bunyian Pasal 35 Ayat (1) itu bisa ditambahi supaya ada larangan eksplisit soal persyaratan yang diskriminatif (termasuk usia), kecuali kalau memang ada pengecualian yang diatur oleh peraturan perundang-undangan lain. Jadi, intinya, beliau melihat bahwa meskipun UU HAM nggak nyebutin umur, praktik pembatasan usia itu dirasakan tidak adil oleh masyarakat dan harus diatur lebih tegas di UU Ketenagakerjaan.

Jadi, Setelah Putusan MK Itu, Rencana Kemnaker Gimana?

Nah, ini yang menarik. Meskipun MK sudah memutuskan bahwa syarat usia bukan diskriminasi menurut UU HAM, Kemnaker tetap melihat praktik ini sebagai masalah yang harus diatasi. Rencana revisi UU Ketenagakerjaan yang sedang mereka garap ini justru menjadi jalan untuk mengisi kekosongan atau kelemahan hukum yang ada.

Jadi, meskipun secara definisi hukum (versi MK merujuk UU HAM) diskriminasi bukan termasuk umur, Kemnaker pengen bikin aturan baru di UU Ketenagakerjaan yang secara spesifik melarang atau membatasi syarat usia dalam loker, kecuali ada alasan valid dan diatur oleh UU. Ini kayak pemerintah mau mengatasi masalah sosial yang dirasakan tidak adil, meskipun putusan MK sudah ada. Mereka pakai jalur perubahan legislasi yang baru.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat soal sulitnya mencari kerja karena batasan usia ini. Mereka nggak mau bersembunyi di balik definisi hukum semata, tapi mau menciptakan keadilan yang lebih luas di pasar kerja.

Tantangan ke Depan: Gimana Biar Nggak Disalahgunakan?

Rencana Kemnaker ini pasti disambut baik oleh banyak pencari kerja. Tapi, implementasinya juga nggak gampang. Ada beberapa tantangan yang harus dipikirkan:

  1. Bagaimana Mengatur Pengecualian? Ada beberapa pekerjaan yang mungkin memang memerlukan kondisi fisik atau kualifikasi spesifik yang berkorelasi dengan usia (misalnya, pilot jet tempur, atlet profesional, atau pekerjaan fisik ekstrem). Gimana cara bikin aturan pengecualian yang adil dan tidak disalahgunakan buat menjustifikasi diskriminasi?
  2. Bagaimana Pengawasannya? Kalau ada perusahaan yang tetap pasang syarat umur tapi pakai cara terselubung (misalnya, diiklankan umum tapi saat wawancara langsung gugur karena umur), gimana mekanisme pelaporan dan sanksinya? Perlu pengawasan yang ketat dan mekanisme pengaduan yang gampang diakses pekerja.
  3. Menyeimbangkan Kepentingan Pengusaha: Pengusaha juga punya kebutuhan dan strategi rekrutmen sendiri. Aturan baru ini nggak boleh sampai membebani dunia usaha atau bikin proses rekrutmen jadi terlalu kaku. Harus ada dialog yang intensif biar aturan ini realistis dan bisa jalan di lapangan.
  4. Perubahan Paradigma: Ini bukan cuma soal aturan, tapi juga soal pola pikir di masyarakat dan perusahaan. Harus ada kampanye masif soal pentingnya inklusi usia di tempat kerja, menghargai pengalaman, dan melihat potensi seseorang lepas dari berapa umurnya.

Rencana Kemnaker buat merevisi UU Ketenagakerjaan ini sangat signifikan. Ini sinyal kuat dari pemerintah bahwa isu diskriminasi umur dalam loker itu serius dan butuh solusi struktural.

Kita doakan saja proses kajian RUU dan penyusunan peraturan pelaksananya berjalan lancar dan cepat. Semoga hasil akhirnya bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih terbuka, adil, dan inklusif buat semua warga negara Indonesia, tanpa memandang usia. Karena semua orang berhak punya kesempatan yang sama buat berkontribusi dan berkembang lewat pekerjaan.

Gimana menurut kalian soal rencana Kemnaker ini? Setuju atau ada pandangan lain? Yuk, sharing di kolom komentar!

Posting Komentar