1 Muharram Libur? Yuk, Intip Amalan Sunnah di Tahun Baru Hijriah!
Pemerintah Indonesia telah menetapkan tanggal merah untuk memperingati Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Berdasarkan SKB 3 Menteri, hari libur 1 Muharram 1447 H jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025. Ini menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk merenung dan mendekatkan diri kepada Allah SWT di awal tahun yang baru. Bulan Muharram sendiri memiliki keutamaan dan sejarah penting dalam Islam yang menjadikannya waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah dan amalan sunnah.
Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah dan termasuk salah satu dari empat bulan haram. Empat bulan haram ini adalah Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Keempat bulan ini disebut “haram” karena pada masa lalu, pertempuran dan pertumpahan darah sangat diharamkan di dalamnya untuk menghormati kesuciannya. Rasulullah SAW bersabda mengenai hal ini:
“Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga di antaranya adalah Dzulkaidah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan Rajab adalah bulan Mudhar yang di antaranya terdapat Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut penjelasan para ulama, penamaan bulan Muharram (yang berasal dari kata haram) bertujuan untuk mengukuhkan dan mengingatkan kembali umat Islam tentang statusnya yang suci dan dihormati. Berada di awal tahun, bulan ini menjadi penanda dimulainya lembaran baru yang diharapkan bisa diisi dengan ketaatan dan amalan saleh. Memahami keutamaan ini seharusnya memotivasi setiap muslim untuk memanfaatkan waktu luang di hari libur 1 Muharram dengan sebaik-baiknya.
Amalan Awal Tahun Hijriah¶
Memanfaatkan momentum libur 1 Muharram 1447 H yang jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, ada beberapa amalan yang dianjurkan dalam Islam. Amalan-amalan ini merupakan kesempatan untuk meraih keberkahan di awal tahun baru Hijriah. Meskipun tidak semua amalan memiliki dalil yang sama kuatnya dari Nabi SAW secara langsung, beberapa di antaranya didasarkan pada praktik para sahabat atau anjuran umum untuk memperbanyak kebaikan di bulan-bulan mulia seperti Muharram.
Mari kita intip beberapa amalan yang bisa dikerjakan di awal tahun baru Hijriah, khususnya pada tanggal 1 Muharram:
1. Membaca Doa Awal Tahun¶
Salah satu amalan yang populer dilakukan umat Islam di malam atau hari pertama tahun baru Hijriah adalah membaca doa awal tahun. Doa ini biasanya dibaca setelah waktu Maghrib pada malam 1 Muharram, menandai pergantian hari dalam kalender Hijriah. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai sumber doa ini, banyak yang mengambilnya dari kitab-kitab klasik yang disusun oleh ulama terdahulu.
Berikut adalah bacaan doa awal tahun yang sering diamalkan:
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ الْأَبَدِيُّ الْقَدِيمُ الْأَوَّلُ، وَعَلَىٰ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ وَكَرِيمِ جُوْدِكَ الْمُعَوَّلُ. وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ. أَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِهِ، وَالْعَوْنَ عَلَىٰ هٰذِهِ النَّفْسِ الْأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالِاشْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَىٰ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Artinya: “Ya Allah Engkaulah yang Abadi, Terdahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan kedermawanan-Mu yang Mulia tempat bergantung. Dan ini adalah tahun baru yang telah tiba. Aku memohon kepada-Mu di dalamnya penjagaan dari godaan setan dan kekasih-kekasihnya, pertolongan untuk mengalahkan nafsu amarah yang selalu mengajak kepada keburukan, serta kesibukan dalam melakukan amal yang dapat mendekatkan diriku kepada-Mu sedekat-dekatnya, wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, dan ke atas para keluarga dan sahabatnya.”
Doa ini memohon perlindungan dari godaan setan di tahun yang akan datang, serta memohon pertolongan untuk dapat mengendalikan diri dari ajakan maksiat dan senantiasa disibukkan dengan amal kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Meskipun ada ulama yang menyatakan tidak ada hadits marfu’ (langsung dari Nabi) yang mengkhususkan doa ini, sebagian ulama lain membolehkannya sebagai amalan yang baik dan isinya tidak bertentangan dengan ajaran syariat, bahkan mencerminkan semangat permohonan kebaikan di awal periode waktu yang baru. Doa ini dianggap sebagai amalan yang bersumber dari ijtihad para ulama saleh terdahulu.
2. Puasa Bulan Muharram¶
Bulan Muharram memiliki keutamaan yang sangat besar terkait dengan ibadah puasa sunnah. Rasulullah SAW secara umum menganjurkan umatnya untuk memperbanyak puasa di bulan ini. Keutamaan puasa di bulan Muharram ini bahkan disebutkan sebagai puasa terbaik setelah puasa wajib di bulan Ramadan. Hadits dari Abu Hurairah RA menyebutkan:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Artinya: “Sebaik-baik puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain juga disebutkan yang mengaitkannya dengan shalat malam:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Artinya: “Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadan adalah puasa bulan Muharram dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.”
Hadits-hadits ini menunjukkan betapa istimewanya bulan Muharram untuk melaksanakan puasa sunnah. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling utama untuk berpuasa sunnah setelah bulan Ramadan. Ini menjadi motivasi kuat bagi umat Islam untuk tidak melewatkan kesempatan berharga di bulan mulia ini.
Apakah anjuran puasa Muharram berarti berpuasa sepanjang bulan? Para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa anjuran ini mencakup seluruh hari di bulan Muharram, sehingga dianjurkan memperbanyak puasa semampunya. Namun, ada pula yang memahami bahwa anjuran ini lebih ditekankan pada hari-hari tertentu yang memiliki keutamaan khusus di bulan tersebut, yaitu hari Asyura (10 Muharram) dan sehari sebelumnya, yaitu Tasu’a (9 Muharram).
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, dalam Latha’if Al-Ma’arif, menjelaskan bahwa tidak ada riwayat shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh di bulan Muharram, sebagaimana beliau berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan. Riwayat yang ada lebih menyoroti keutamaan berpuasa pada hari Asyura. Namun, anjuran umum untuk memperbanyak puasa di bulan ini tetap berlaku, sehingga berpuasa pada hari-hari lain di luar Asyura dan Tasu’a juga dianjurkan sebagai bentuk memanfaatkan keutamaan bulan Muharram.
3. Puasa Hari Asyura (10 Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram)¶
Puasa yang paling ditekankan di bulan Muharram adalah puasa pada hari Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram. Puasa ini memiliki keutamaan yang luar biasa, yaitu dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Dari Abu Qatadah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab:
“Puasa Asyura menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (HR Muslim)
Puasa hari Asyura memiliki sejarah panjang. Dahulu, umat Yahudi di Madinah berpuasa pada hari ini sebagai peringatan atas penyelamatan Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Fir’aun. Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah dan mengetahui hal ini, beliau bersabda: “Kita lebih berhak atas Musa daripada kalian.” Maka Nabi SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.
Dalam perkembangannya, untuk membedakan praktik umat Islam dengan umat Yahudi, Rasulullah SAW berkeinginan untuk menambahkan puasa sehari sebelumnya jika beliau masih hidup di tahun berikutnya. Beliau bersabda:
“Jika aku (Rasulullah SAW) masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu’a).” (HR Muslim)
Oleh karena itu, umat Islam sangat dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Puasa tanggal 9 Muharram (Tasu’a) berfungsi sebagai pembeda dan penguat puasa Asyura. Jika tidak memungkinkan berpuasa Tasu’a, puasa Asyura saja tetap sah dan mendapatkan keutamaannya.
4. Mengingat Peringatan di 1 Muharram 2025¶
Menariknya, tanggal 1 Muharram 1447 Hijriah pada tahun 2025 jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025. Hal ini memunculkan pertanyaan terkait hukum berpuasa pada hari Jumat. Dalam Islam, terdapat anjuran agar tidak mengkhususkan puasa hanya pada hari Jumat, kecuali jika diiringi dengan puasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
Artinya: “Janganlah salah seorang kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika sebelum atau sesesudahnya ia juga berpuasa.” (HR Muslim dari Abu Hurairah RA)
Hikmah di balik larangan ini adalah untuk menghindari pengkhususan hari Jumat seperti perayaan hari besar agama lain, serta untuk menghindari kesulitan yang mungkin timbul akibat berpuasa pada hari yang merupakan puncak pekan dan biasanya banyak aktivitas. Oleh karena itu, jika seseorang ingin berpuasa pada tanggal 1 Muharram 2025 yang jatuh pada hari Jumat, dianjurkan untuk mengiringinya dengan berpuasa pada hari Kamis, 26 Juni 2025, atau hari Sabtu, 28 Juni 2025. Dengan berpuasa pada Kamis dan Jumat, atau Jumat dan Sabtu, maka tidak lagi dianggap mengkhususkan puasa hanya pada hari Jumat.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa anjuran untuk tidak berpuasa hanya pada hari Jumat ini berlaku untuk puasa sunnah yang tidak memiliki sebab khusus. Puasa Asyura (10 Muharram) memiliki sebab khusus, yaitu sunnah Nabi SAW dan keutamaan menghapus dosa. Namun, 1 Muharram tidak memiliki dalil yang secara spesifik mengkhususkan puasa pada tanggal tersebut, meskipun termasuk dalam keumuman anjuran puasa di bulan Muharram.
Bagi yang ingin berpuasa 1 Muharram 2025, menggabungkannya dengan puasa sehari sebelum (Kamis, 26 Juni) atau sehari sesudah (Sabtu, 28 Juni) adalah pilihan yang baik untuk keluar dari hukum makruh puasa hanya hari Jumat. Namun, jika seseorang hanya berpuasa pada hari Jumat 1 Muharram karena niat memanfaatkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum dan bukan karena mengkhususkan hari Jumat itu sendiri, sebagian ulama membolehkannya. Yang terbaik adalah tetap berhati-hati dan menggabungkannya dengan puasa hari lain jika memungkinkan.
Amalan Lain di Bulan Muharram¶
Selain doa awal tahun dan puasa, bulan Muharram, sebagai bulan yang mulia, juga merupakan waktu yang baik untuk memperbanyak amalan saleh lainnya. Meskipun tidak ada dalil yang secara khusus mengaitkan amalan-amalan ini dengan tanggal 1 Muharram secara spesifik, melakukannya di bulan ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena keutamaan bulan haram.
Beberapa amalan yang bisa diperbanyak di bulan Muharram meliputi:
- Memperbanyak sedekah: Memberikan rezeki kepada yang membutuhkan adalah amalan yang sangat dianjurkan kapan pun, dan pahalanya akan lebih besar di bulan-bulan mulia.
- Tilawah Al-Qur’an: Membaca dan mentadaburi Al-Qur’an adalah ibadah yang mendatangkan ketenangan dan pahala. Menyelesaikan bacaan atau memperbanyak tilawah di bulan Muharram sangat baik.
- Dzikir dan Doa: Mengingat Allah (dzikir) dan memohon kepada-Nya (doa) adalah inti ibadah. Memperbanyak dzikir pagi, petang, dan dzikir mutlak, serta berdoa untuk kebaikan diri dan keluarga di dunia serta akhirat, sangat dianjurkan.
- Shalat Sunnah: Menjaga shalat-shalat sunnah rawatib, shalat Dhuha, dan qiyamul lail akan menambah kedekatan kita kepada Allah SWT. Seperti disebutkan dalam hadits, shalat malam adalah shalat terbaik setelah shalat fardhu.
Memanfaatkan waktu libur 1 Muharram untuk introspeksi diri, merencanakan kebaikan di tahun yang akan datang, dan memperbanyak ibadah adalah cara terbaik menyambut tahun baru Hijriah. Jadikan momentum pergantian tahun ini sebagai awal baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih taat kepada Allah SWT.
Bagaimana pendapat Anda tentang amalan-amalan di awal tahun Hijriah? Adakah amalan lain yang biasa Anda lakukan? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar