Belum Qadha Puasa, Boleh Puasa Arafah? Cek Hukumnya di Sini!

Daftar Isi

Ilustrasi Puasa Arafah

Bulan Dzulhijjah tiba, disambut dengan berbagai amalan utama yang sangat dianjurkan dalam Islam. Salah satu amalan yang paling dinanti adalah puasa Arafah, yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa sunnah ini memiliki keutamaan luar biasa, konon dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Namun, momen puasa Arafah sering kali berbarengan dengan kenyataan bahwa masih banyak umat Islam yang belum sempat menyelesaikan utang puasa Ramadhan mereka. Dilema pun muncul: apakah boleh mengejar pahala puasa Arafah sementara kewajiban qadha puasa Ramadhan belum tuntas? Pertanyaan ini wajar menghantui, sebab dalam beribadah, tuntas menunaikan yang wajib tentu lebih utama.

Nah, kebetulan di tahun 1446 H ini, puasa Arafah 9 Dzulhijjah diperkirakan jatuh pada hari Kamis, 5 Juni 2025. Ini menambah satu pertanyaan lagi: bisakah niat puasa Arafah digabung sekalian dengan niat puasa Kamis? Mari kita bedah satu per satu hukumnya menurut penjelasan para ulama.

Prioritaskan Qadha Ramadhan: Kewajiban di Atas Sunnah

Pertanyaan klasik yang selalu muncul menjelang Dzulhijjah adalah soal mendahulukan puasa Arafah atau qadha Ramadhan. Secara umum, kaidah dalam beribadah adalah menyelesaikan kewajiban (fardhu) terlebih dahulu sebelum menunaikan amalan sunnah. Puasa Ramadhan adalah ibadah fardhu, sementara puasa Arafah adalah ibadah sunnah.

Menurut pandangan yang ketat, seperti yang dijelaskan dalam buku Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah karya Nur Solikhin, menunda-nunda qadha puasa Ramadhan tanpa alasan syar’i itu kurang tepat. Bahkan, menjalankan puasa sunnah sementara masih punya tanggungan puasa wajib bisa dianggap tidak dibenarkan secara syar’i. Ada pandangan yang menyebut tindakan ini bisa jatuh ke hukum haram jika dilakukan dengan sengaja mengabaikan kewajiban.

Intinya, puasa qadha Ramadhan itu adalah utang yang harus dibayar. Ibarat utang piutang di dunia, kita pasti ingin segera melunasinya agar tenang, bukan? Begitu juga dengan utang kepada Allah SWT, mendahulukannya adalah bentuk ketaatan dan kepatuhan kita sebagai hamba. Jadi, jika dilihat dari prinsip mendahulukan kewajiban, sebaiknya selesaikan dulu utang puasa Ramadhan sebelum berpuasa sunnah Arafah.

Pandangan Lain: Qadha di Hari Arafah Tetap Dapat Keutamaan?

Meskipun ada pandangan yang ketat soal prioritas qadha, ternyata ada juga pandangan yang memberikan sedikit kelonggaran, terutama terkait memanfaatkan momen-momen istimewa. Pandangan ini datang dari penjelasan di NU Online, yang mengutip beberapa ulama terkemuka. Disebutkan bahwa umat Islam yang masih memiliki tanggungan qadha puasa Ramadhan justru dianjurkan untuk mengqadha puasanya tepat pada hari-hari utama, seperti hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan hari Arafah (9 Dzulhijjah).

Mengapa begitu? Pandangan ini berpegang pada keterangan ulama seperti Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib dan Sayyid Bakri dalam I’anatut Thalibin. Menurut mereka, seseorang yang berpuasa qadha di hari-hari yang mulia seperti hari Arafah, tetap akan mendapatkan keutamaan (fadhilah) dari hari tersebut, meskipun niat utamanya adalah untuk mengqadha puasa wajib. Keutamaan hari Arafah itu melekat pada waktunya, sehingga siapa pun yang beramal shalih (termasuk puasa qadha) di hari itu, Insya Allah akan mendapatkan keberkahannya.

Jadi, menurut pandangan ini, Anda bisa berpuasa pada hari Arafah dengan niat murni mengqadha puasa Ramadhan, dan semoga Allah tetap memberikan pahala puasa Arafah karena Anda berpuasa di hari yang istimewa tersebut. Ini adalah bentuk kemurahan Allah SWT bagi hamba-Nya yang ingin menunaikan kewajiban sekaligus meraih keberkahan waktu. Namun, perlu diingat, niat utamanya tetap qadha puasa.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan kekayaan khazanah Islam. Pandangan pertama lebih menekankan prinsip mendahulukan yang wajib, sementara pandangan kedua lebih menekankan pemanfaatan waktu berkah untuk ibadah wajib. Keduanya memiliki dasar argumentasi masing-masing. Bagi Anda yang ingin lebih hati-hati, menyelesaikan qadha sebelum Arafah adalah pilihan teraman. Namun, jika waktu mendesak dan belum sempat, mengqadha di hari Arafah sambil berharap pahala hari tersebut juga diperbolehkan menurut sebagian ulama.

Menggabungkan Niat Qadha Ramadhan dan Puasa Arafah: Bolehkah?

Ini adalah pertanyaan yang sedikit berbeda dengan poin sebelumnya. Jika poin sebelumnya membahas tentang mengqadha di hari Arafah dan harapan mendapatkan pahala waktu, poin ini spesifik bertanya: bisakah satu puasa diniatkan sekaligus untuk qadha dan Arafah?

Dalam masalah menggabungkan niat antara puasa wajib (qadha Ramadhan) dengan puasa sunnah (Arafah), sebagian besar ulama berpendapat bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Alasan utamanya adalah ibadah wajib memerlukan niat spesifik untuk menunaikan kewajiban tersebut. Menggabungkan niat fardhu dan sunnah dalam satu ibadah dikhawatirkan tidak sempurna dalam menunaikan kewajiban fardhu. Anda harus memilih, apakah puasa tersebut untuk mengganti utang Ramadhan atau untuk mendapatkan keutamaan puasa Arafah.

Namun, ada juga sebagian ulama yang membolehkan, seperti yang disebutkan dalam Buku Fikih Puasa karya Ali Musthafa Siregar. Pandangan ini muncul sebagai solusi praktis bagi mereka yang punya keterbatasan. Logikanya, jika seseorang berpuasa di hari Arafah dengan niat qadha, ia sudah mendapatkan pahala qadha dan semoga juga pahala Arafah karena bertepatan harinya (seperti pandangan NU Online). Jika ia berniat menggabung, sebagian ulama memandangnya sah untuk qadha-nya, dan semoga dapat tambahan pahala sunnah.

Meskipun ada pandangan yang membolehkan, mayoritas ulama cenderung tidak memperbolehkan menggabungkan niat fardhu dan sunnah dalam satu puasa. Jika Anda ingin benar-benar yakin kewajiban qadha Anda tuntas dan pahala Arafah Anda dapat, cara terbaik adalah melakukannya secara terpisah. Selesaikan qadha di hari lain, lalu berpuasa Arafah dengan niat sunnah murni. Jika mepet waktu dan harus memilih, mendahulukan niat qadha adalah prioritas utama.

Untuk memahami lebih dalam tentang niat dalam puasa, termasuk perbedaan pandangan ulama mengenai menggabungkan niat fardhu dan sunnah, Anda bisa menyimak penjelasan dari para asatidz melalui berbagai media dakwah. Contohnya, banyak penjelasan yang bisa ditemukan di platform seperti YouTube.


[SISIPKAN EMBED VIDEO RELEVAN DI SINI - Contoh Placeholder]


(Video: Judul Video Relevan, misal: Penjelasan Buya Yahya tentang Hukum Menggabungkan Niat Puasa)

Video seperti di atas biasanya memberikan penjelasan yang lebih rinci dan mudah dicerna mengenai perbedaan pendapat ulama dalam masalah fiqh puasa ini. Selalu penting untuk merujuk pada sumber yang terpercaya saat mempelajari hukum agama.

Menggabungkan Niat Dua Puasa Sunnah (Arafah dan Kamis): Mayoritas Membolehkan

Nah, sekarang kita beralih ke kasus yang berbeda: menggabungkan niat dua puasa sunnah. Di tahun 1446 H/2025 M, hari Arafah bertepatan dengan hari Kamis. Puasa Arafah itu sunnah, puasa Kamis juga sunnah. Bolehkah niatnya digabung?

Dalam masalah ini, pandangan mayoritas ulama itu membolehkan. Menggabungkan niat dua puasa sunnah atau lebih dalam satu hari itu sah dan Insya Allah pahalanya bisa didapat semua. Ini berbeda dengan kasus menggabungkan niat fardhu dan sunnah yang diperselisihkan ulama.

Mengapa menggabungkan niat dua sunnah dibolehkan? Ustaz Farid Nu’man dalam bukunya Fikih Praktis Sehari-hari menjelaskan, ini dianalogikan dengan hadits Nabi Muhammad SAW tentang sedekah kepada kerabat:

“Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, dan kepada kerabat adalah dua keutamaan: sedekah dan silaturahmi.” (HR. Tirmidzi)

Dari hadits ini, satu amalan (sedekah kepada kerabat) bisa menghasilkan dua pahala sekaligus. Para ulama mengambil kaidah ini untuk kasus lain yang serupa, termasuk puasa sunnah. Contoh analogi lain yang sering disebut adalah shalat Tahiyatul Masjid yang digabung dengan shalat sunnah Qabliyah (shalat sunnah sebelum shalat fardhu). Jika masuk masjid saat azan dan langsung shalat Qabliyah, Anda sudah mendapatkan pahala shalat Tahiyatul Masjid sekaligus.

Al-Allamah As-Sayyid Al-Bakri dalam kitab I’anatut Thalibin juga memperkuat pandangan ini:

“Jika seseorang berpuasa dengan dua niat sekaligus (seperti Arafah dan Kamis), maka keduanya sah, sebagaimana bersedekah kepada kerabat mengandung dua pahala.”

Senada dengan itu, Ali Musthafa Siregar dalam Buku Fikih Puasa dengan tegas menyebutkan bahwa menggabungkan dua puasa sunnah atau lebih dalam satu hari itu diperbolehkan. Jadi, jika hari Arafah bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, Anda bisa meniatkan puasa Anda untuk Arafah sekaligus Senin/Kamis. Jika hari Arafah kebetulan jatuh di hari Senin dan hari itu juga bertepatan dengan Ayyamul Bidh (hari-hari putih tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyah), Anda bahkan bisa menggabungkan niat Arafah, Senin, dan Ayyamul Bidh sekaligus! Masya Allah, betapa besarnya kemurahan Allah dalam memberikan pahala.

Dengan demikian, jika puasa Arafah tahun ini jatuh pada hari Kamis, Anda tak perlu bingung. Niatkan saja puasa Anda untuk puasa Arafah dan puasa Kamis. Anda akan mendapatkan pahala kedua ibadah sunnah tersebut, Insya Allah.

Kesimpulan Penting yang Perlu Diketahui

Dari uraian di atas, ada beberapa poin penting yang bisa kita simpulkan terkait puasa Arafah dan qadha Ramadhan:

  1. Prioritas Utama: Kewajiban mengqadha puasa Ramadhan harus didahulukan daripada melaksanakan puasa sunnah Arafah. Ini adalah prinsip dasar dalam ibadah.
  2. Qadha di Hari Arafah: Sebagian ulama berpendapat bahwa mengqadha puasa Ramadhan di hari Arafah itu dianjurkan dan pelakunya bisa mendapatkan keberkahan serta pahala dari hari Arafah itu sendiri, meskipun niat utamanya adalah qadha.
  3. Menggabungkan Niat Fardhu dan Sunnah: Mayoritas ulama tidak membolehkan menggabungkan niat puasa wajib (qadha) dan puasa sunnah (Arafah) dalam satu puasa yang sama. Sebaiknya pilih salah satu, atau lakukan secara terpisah di waktu yang berbeda jika memungkinkan. Jika terdesak, dahulukan niat qadha.
  4. Menggabungkan Niat Dua Sunnah: Menggabungkan niat dua puasa sunnah, seperti puasa Arafah dan puasa Kamis (jika bertepatan harinya), itu diperbolehkan menurut mayoritas ulama.

Memahami berbagai pandangan ini membantu kita dalam menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan penuh keyakinan. Yang terpenting adalah selalu berusaha menunaikan kewajiban sebaik mungkin dan memperbanyak amalan sunnah sebagai bekal.

Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Anda yang masih bingung soal hukum puasa Arafah saat masih punya utang puasa Ramadhan. Ingat, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan niat tulus kita dalam beribadah adalah hal yang utama.

Bagaimana menurut Anda, detikers? Apakah penjelasan ini sudah cukup jelas? Punya pandangan atau pertanyaan lain terkait masalah ini? Yuk, berbagi di kolom komentar!

Posting Komentar