Fahri Hamzah Bilang: Aceh Jago Bangun Rumah! Bisa Jadi Contoh Buat Indonesia, Nih!

Daftar Isi

Aceh Jago Bangun Rumah

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia, Bapak Fahri Hamzah, baru-baru ini mampir ke Aceh. Kunjungan kerjanya pada Kamis, 19 Juni 2025 itu jadi momen penting buat ngobrolin soal perumahan. Beliau datang langsung ke Kantor Gubernur Aceh, tepatnya di Ruang Potensi Daerah.

Di sana, beliau ketemu sama jajaran Pemerintah Aceh. Mereka bahas macem-macem, mulai dari masalah klasik sampai peluang keren di sektor pembangunan rumah dan kawasan permukiman. Topik hangatnya termasuk usulan buat renovasi rumah layak huni, nggak cuma buat warga kurang mampu tapi juga buat mantan kombatan.

Wamen Fahri Hamzah nggak sendirian lho. Beliau ditemenin pejabat penting dari kementeriannya. Ada Sesditjen Perumahan Perdesaan, Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman, sama Direktur Pembiayaan Perumahan Perdesaan yang ikut mendampingi. Ini nunjukkin betapa seriusnya pemerintah pusat ngeliat potensi dan tantangan di Aceh.

Dari pihak Pemerintah Aceh, hadir Asisten III Sekda Aceh, Bapak Muhammad Diwarsyah. Ada juga Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh, Bapak Aznal Zahri, dan para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) lainnya. Komplet banget deh pertemuan ini, biar diskusinya mendalam.

Pengalaman Aceh Bangun Rumah: Bukti Nyata Pasca Tsunami

Bapak Muhammad Diwarsyah ngasih laporan nih soal pengalaman Aceh dalam pembangunan perumahan. Beliau nyebutin angka yang bikin takjub: total 140 ribu unit rumah udah dibangun buat korban tsunami dulu. Dana yang digelontorkan juga nggak main-main, lebih dari US$ 6,7 miliar. Ini jadi bukti kapasitas dan ketangguhan Aceh dalam skala pembangunan masif.

Tapi, meskipun pembangunan pasca tsunami udah tuntas, kebutuhan rumah layak huni di Aceh itu belum selesai. Masih banyak warga yang butuh bantuan. Bapak Diwarsyah mengakui, tahun ini Pemerintah Aceh cuma sanggup bangun 2.000 unit rumah, padahal target awalnya 3.000 unit. Ini karena ada keterbatasan anggaran yang harus dihadapi.

Nggak cuma masyarakat umum, kebutuhan rumah juga mendesak banget buat para mantan kombatan. Bapak Diwarsyah nyebutin, ada lebih dari 1.500 eks kombatan yang sampai sekarang belum punya rumah layak huni. Mereka ini udah terdata secara administratif, jadi datanya valid dan siap diverifikasi lebih lanjut. Ini jadi fokus penting buat pemerintah daerah dan pusat.

Kepala Dinas Perkim Aceh, Bapak Aznal Zahri, nambahin detail data yang lebih luas. Beliau jelasin, sejak 2008 sampai 2024, Pemerintah Aceh udah berhasil membangun total 39.685 unit rumah layak huni. Pembangunan ini tersebar di semua kabupaten/kota di Aceh.

Total anggaran yang dipakai buat puluhan ribu rumah itu lebih dari Rp3,1 triliun. Penerima manfaatnya macem-macem, mulai dari fakir miskin, penyandang disabilitas, sampai anak yatim dan piatu. Ini menunjukkan program rumah layak huni di Aceh inklusif dan nyasar berbagai kelompok rentan.

Khusus tahun ini, kata Bapak Aznal, dialokasikan anggaran Rp204 miliar buat bangun 2.000 unit rumah. Prosesnya juga transparan banget. Udah 1.470 calon penerima yang diverifikasi. Data penerima ini juga dipublikasikan biar masyarakat bisa ikut ngawasin. Ini penting banget buat ngehindarin kecurangan dan mastiin bantuannya tepat sasaran.

Pemerintah Aceh juga punya harapan besar nih. Mereka ngusulin tambahan dukungan pembangunan dari pemerintah pusat. Nggak tanggung-tanggung, usulannya buat 100 ribu unit rumah dalam jangka panjang. Tujuannya jelas, buat nurunin angka kemiskinan dan ningkatin kualitas hidup warganya secara signifikan. Kalau ini terealisasi, dampaknya pasti luar biasa positif buat masyarakat Aceh.

Rumah Sebagai Aset Produktif: Visi Pemerintah Pusat

Wamen Fahri Hamzah merespons laporan dari Pemerintah Aceh dengan perspektif yang menarik. Beliau negasin kalo rumah itu nggak cuma sekadar tempat tinggal aja. Lebih dari itu, rumah itu aset produktif yang jadi dasar aktivitas ekonomi masyarakat. Bayangin aja, dari rumah, orang bisa mulai usaha kecil, anak-anak bisa belajar, keluarga bisa merancang masa depan.

“Pemerintah ingin rumah menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi,” kata Wamen. Makanya, beliau bilang penting banget bagi pemerintah daerah buat mastiin warganya punya tanah buat tempat tinggal. Soalnya, kepemilikan lahan itu kunci utama buat mulainya pembangunan sebuah rumah.

Beliau juga ngingetin soal pentingnya ngejaga kualitas kawasan permukiman yang dulu dibangun pasca tsunami. Jangan sampai kawasan yang udah bagus dibangun itu malah jadi kumuh lagi. Renovasi itu diperlukan biar lingkungan di sana tetep layak huni dan nyaman buat ditinggali. Merawat lebih sulit dari membangun, tapi itu kunci keberlanjutan.

Di sinilah poin penting yang bikin Aceh dilirik pemerintah pusat. “Aceh punya pengalaman luar biasa dalam pembangunan perumahan,” tegas Wamen Fahri Hamzah. Pengalaman bangun 140 ribu unit rumah dalam waktu relatif singkat pasca bencana itu adalah pelajaran berharga banget.

“Ini bisa jadi pelajaran nasional dalam menata kota di masa depan,” tambahnya. Beliau berharap daerah-daerah lain di Indonesia bisa belajar dari apa yang udah dilakukan Aceh. Penting banget buat nggak biarin kota atau kawasan tumbuh tanpa arah dan perencanaan matang. Tata ruang dan desain kawasan itu harus udah disiapin dari awal banget.

Target Ambisius: Renovasi 2 Juta Rumah di Indonesia

Wamen Fahri Hamzah juga ngasih kabar gembira dari pemerintah pusat. Tahun ini, pemerintah pusat punya target ambisius: merenovasi 2 juta rumah di seluruh Indonesia. Angka ini naik drastis banget dibanding tahun-tahun sebelumnya yang cuma sanggup merenovasi sekitar 140 ribu unit per tahun. Peningkatan target ini luar biasa, menandakan prioritas tinggi pemerintah pada sektor perumahan.

Target 2 juta unit ini bukan cuma angka di atas kertas. Ini adalah komitmen serius buat ningkatin kualitas rumah-rumah nggak layak huni di seluruh pelosok negeri. Dengan direnovasi, diharapkan rumah-rumah tersebut jadi lebih aman, sehat, dan nyaman buat ditinggali. Dampaknya tentu ke kualitas hidup masyarakat.

Untuk mencapai target jumbo ini, pemerintah pusat butuh dukungan penuh dari pemerintah daerah, termasuk Aceh. Wamen Fahri Hamzah secara khusus mendorong pemerintah daerah buat nyatain kesanggupan mereka menyerap anggaran renovasi sebanyak mungkin. Makin banyak daerah yang siap, makin banyak rumah yang bisa diperbaiki.

“Kami sedang siapkan mekanisme teknis dan keuangan bersama Kemenkeu,” jelas beliau. Ini nunjukkin kesiapan pemerintah pusat buat ngasih dukungan penuh. “Kami berharap Aceh bisa menyerap lebih banyak tahun ini,” tambahnya. Beliau secara spesifik nyebut daerah-daerah yang dulu terdampak tsunami, karena mereka punya pengalaman dan mungkin kebutuhan yang lebih spesifik.

Fokus Nggak Cuma Rumah, Tapi Juga Kawasan

Selain fokus pada renovasi rumah per unit, Wamen juga nyorot pentingnya renovasi kawasan. Menurut beliau, ngembangin sebuah kawasan itu sama pentingnya dengan memperbaiki rumahnya. Kawasan yang tertata, punya akses bagus, drainase baik, dan fasilitas umum memadai itu bakal ningkatin kualitas hidup penghuninya secara keseluruhan.

Usulan perbaikan kawasan ini, kata Wamen, harusnya datang dari pemerintah daerah. Kenapa? Karena pemerintah daerah yang paling tahu kondisi di lapangan. Mereka yang paham kebutuhan warganya, potensi wilayahnya, dan tantangan spesifik di setiap lokasi. Kolaborasi antara pusat dan daerah jadi kunci di sini.

“Kami siap mendukung,” kata Wamen. Tapi, beliau ngasih catatan penting. Pemerintah daerah yang ngusulin harus siap dengan rencana teknis yang matang. Rencana ini harus detail dan bisa dieksekusi dengan baik. Tanpa rencana yang jelas, dukungan anggaran dari pusat nggak bakal maksimal.

Setiap kawasan yang diusulkan dan disetujui rencananya bakal dapet anggaran lumayan besar, sekitar Rp20-22 miliar per kawasan. Anggaran sebesar ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Wamen Fahri Hamzah berharap anggaran ini bisa menopang ekonomi lokal. Apalagi buat daerah-daerah pesisir yang punya potensi maritim atau pariwisata.

Ini bukan cuma soal membangun fisik, tapi juga soal ngidupin ekonomi masyarakat di kawasan tersebut. Misalnya, dengan pembangunan fasilitas pendukung usaha lokal, akses ke pasar, atau perbaikan infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi warga. Jadi, renovasi kawasan ini punya efek multiplier yang besar.

Kenapa Pengalaman Aceh Begitu Berharga?

Pengalaman Aceh dalam menghadapi dan bangkit dari bencana tsunami 2004 lalu memang luar biasa. Pembangunan kembali yang dilakukan pasca tsunami itu bisa dibilang salah satu rekonstruksi paling besar dan tercepat di dunia. Ribuan rumah, infrastruktur vital, sampai fasilitas publik dibangun kembali dalam waktu yang relatif singkat.

Aceh belajar banyak dari proses itu. Mulai dari koordinasi antarlembaga (nasional dan internasional), pengelolaan dana bantuan yang masif, sampai pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan. Lesson learned ini yang nggak dimiliki banyak daerah lain di Indonesia.

Misalnya, dalam hal verifikasi dan penetapan penerima bantuan. Pasca tsunami, datanya sangat dinamis dan sulit. Tapi Aceh berhasil membangun sistem pendataan yang cukup efektif saat itu. Pengalaman ini bisa ditransfer ke program renovasi atau pembangunan rumah layak huni di daerah lain. Bagaimana mengidentifikasi yang berhak, bagaimana memastikan datanya akurat, bagaimana menghindari tumpang tindih bantuan.

Selain itu, kecepatan pembangunan pasca tsunami juga jadi catatan penting. Dengan skala bencana yang begitu besar, Aceh bisa mengkoordinasikan pembangunan puluhan ribu rumah dalam waktu singkat. Tentu ada banyak tantangan logistik, teknis, dan sosial saat itu. Tapi pengalaman menghadapi tantangan besar itulah yang membuat Aceh kuat.

Wamen Fahri Hamzah melihat potensi ini. Beliau nggak mau pengalaman berharga ini cuma jadi cerita sejarah. Pengalaman ini harusnya bisa jadi panduan, jadi contoh praktik terbaik (best practice) buat daerah lain yang mungkin menghadapi tantangan serupa, baik itu bencana alam skala besar maupun masalah backlog perumahan yang kronis.

Tantangan ke Depan dan Peluang Kolaborasi

Meskipun punya pengalaman keren, Aceh tetep punya tantangan ke depan soal perumahan. Anggaran daerah yang terbatas jadi salah satunya. Ini yang bikin target pembangunan rumah layak huni mandek di angka 2.000 unit tahun ini.

Kebutuhan rumah buat mantan kombatan juga jadi isu spesifik yang perlu perhatian serius. Mereka adalah bagian dari sejarah Aceh dan punya hak yang sama untuk hidup layak. Mendata dan memverifikasi mereka butuh pendekatan khusus.

Nah, di sinilah peluang kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah jadi kunci. Usulan 100 ribu unit rumah jangka panjang dari Pemerintah Aceh itu ambisius, tapi nggak mustahil kalau didukung penuh sama pusat. Program renovasi 2 juta rumah dari pusat juga bisa jadi angin segar buat Aceh, asalkan daerah siap menyerap anggarannya.

Kesiapan teknis di daerah juga penting. Nggak cuma soal rencana pembangunan perumahan per unit, tapi juga rencana penataan kawasan. Dinas Perkim Aceh dan SKPA terkait harus punya tim yang kuat buat nyusun proposal teknis yang meyakinkan. Desain, perencanaan anggaran, sampai jadwal pelaksanaan harus matang.

Penting juga nih peran stakeholder lain. Swasta, komunitas, akademisi, bahkan lembaga non-pemerintah (NGO) yang dulu banyak terlibat pasca tsunami bisa diajak kolaborasi lagi. Mereka punya pengalaman, jaringan, dan kadang sumber daya yang bisa melengkapi kerja pemerintah.

Video terkait pentingnya program perumahan layak huni di Indonesia:

https://www.youtube.com/watch?v=contoh_video_perumahan_indonesia

(Catatan: Link YouTube di atas adalah contoh. Anda bisa mencari video YouTube yang relevan secara umum tentang program perumahan pemerintah di Indonesia, misalnya dari channel kementerian PUPR, dan menggantinya di sini)

Ini bukan cuma soal membangun fisik, tapi juga membangun ekosistem perumahan dan permukiman yang sehat. Mulai dari ketersediaan lahan, skema pembiayaan yang terjangkau, proses perizinan yang mudah, sampai pemeliharaan infrastruktur kawasan.

Mengambil Pelajaran dan Melangkah Bersama

Kunjungan Wamen Fahri Hamzah ke Aceh ini jadi pengingat penting. Pengalaman masa lalu, sesulit apapun itu, bisa jadi bekal berharga buat masa depan. Aceh udah buktiin bisa bangkit dan membangun dalam skala besar. Sekarang saatnya pengalaman itu dibagikan dan jadi inspirasi.

Pemerintah pusat udah nunjukkin komitmennya dengan target renovasi yang besar. Bola sekarang ada di tangan daerah. Kesiapan daerah buat menyerap anggaran, nyusun rencana matang, dan eksekusi di lapangan itu yang bakal nentuin suksesnya program ini.

Buat Aceh, ini kesempatan emas. Dengan pengalaman yang udah ada, potensi sumber daya (terutama lahan di area rekonstruksi pasca tsunami), dan kebutuhan yang masih tinggi, Aceh bisa jadi pionir dalam program renovasi dan pembangunan kawasan ini. Nggak cuma menyelesaikan masalah internal, tapi juga berkontribusi buat pembangunan nasional.

Semoga kolaborasi antara pusat dan daerah ini makin kuat ya. Dengan begitu, target rumah layak huni buat semua masyarakat Indonesia, termasuk di Aceh, bisa segera tercapai. Bayangin aja, semua warga punya rumah yang aman, nyaman, dan di lingkungan yang sehat. Pasti hidup jadi lebih baik, kan?

Gimana nih pendapat kamu soal pengalaman Aceh dalam membangun perumahan? Atau mungkin kamu punya pengalaman terkait program renovasi rumah di daerahmu? Yuk, ceritain di kolom komentar di bawah! Kita diskusi bareng!

Posting Komentar