Gak Boleh Sembarang Ganti Puasa? Ini Dia Hari yang Dilarang!
Mengganti puasa Ramadhan yang ketinggalan, atau yang biasa kita sebut qadha, adalah kewajiban buat setiap Muslim yang gak bisa puasa selama bulan Ramadhan karena alasan syar’i. Alasan ini bisa macem-macem, mulai dari sakit, lagi bepergian, sampai kondisi khusus buat perempuan kayak haid atau nifas. Jadi, ini bukan pilihan ya, tapi memang harus ditunaikan sebagai pengganti hari-hari puasa yang bolong itu.
Allah SWT mewajibkan kita mengganti puasa ini di hari lain di luar bulan Ramadhan. Ini jelas banget disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalilnya ada di Surah Al-Baqarah ayat 184. Ayat ini memberikan keringanan bagi mereka yang berhalangan puasa selama Ramadhan, namun sekaligus memberikan solusi dengan menggantinya di lain waktu.
Teks Arab:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّاٍ َلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّاٍ أُخَرَ
Terjemahan:
“Maka, barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ayat ini jelas banget bilang kalau qadha itu wajib di hari lain. Tapi, penting dicatat, ‘hari lain’ ini gak sembarang hari lho. Ada beberapa hari spesifik yang justru dilarang buat kita berpuasa, termasuk puasa qadha. Melaksanakan puasa qadha di hari-hari terlarang ini malah bisa bikin puasa kita gak sah atau bahkan terhitung maksiat, tergantung harinya.
Memahami hari-hari yang dilarang ini penting banget biar kita gak salah dalam menunaikan kewajiban qadha puasa. Selain itu, ini juga bentuk ketaatan kita pada syariat dan menghormati hikmah di balik setiap aturan yang ditetapkan. Jadi, yuk kita bahas lebih lanjut hari-hari apa saja yang masuk daftar ‘pantangan’ buat puasa qadha.
Hari-Hari yang Dilarang untuk Mengganti Puasa Ramadhan¶
Ada beberapa hari dalam setahun yang secara tegas dilarang untuk berpuasa, baik itu puasa wajib seperti qadha Ramadhan, maupun puasa sunnah. Larangan ini bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh dalil-dalil kuat dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Memahami hari-hari ini adalah bagian dari ilmu agama yang wajib kita ketahui.
Berikut ini adalah daftar hari-hari tersebut beserta penjelasan singkat dan dalilnya:
1. Hari Raya Idulfitri (1 Syawal)¶
Hari Idulfitri adalah puncak kebahagiaan bagi umat Islam setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan. Hari ini adalah hari kemenangan, hari untuk bersuka cita, makan, minum, dan saling bersilaturahmi. Oleh karena itu, berpuasa di hari ini, termasuk puasa qadha, sangat dilarang.
Dalil Larangan:
Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
“Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari, yaitu hari Idulfitri dan hari Iduladha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah Larangan:
Hikmah di balik larangan ini adalah untuk menunjukkan syukur kita kepada Allah atas nikmat menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan. Hari ini adalah hari raya makan dan minum, bukan hari untuk menahan diri dari keduanya. Merayakan hari raya bersama keluarga dan kerabat juga menjadi bagian penting dari syariat Islam.
2. Hari Raya Iduladha (10 Zulhijah)¶
Sama seperti Idulfitri, Hari Raya Iduladha juga merupakan hari raya besar bagi umat Islam. Hari ini identik dengan pelaksanaan ibadah kurban. Hari ini juga adalah hari untuk bersenang-senang dan berbagi kebahagiaan dengan menyantap hidangan dari hewan kurban. Oleh karena itu, berpuasa di hari Iduladha juga diharamkan.
Dalil Larangan:
Dalilnya sama dengan larangan puasa di hari Idulfitri, yaitu:
“Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari, yaitu hari Idulfitri dan hari Iduladha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah Larangan:
Melarang puasa di hari Iduladha adalah bentuk penghormatan terhadap hari besar ini dan juga sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Allah, terutama nikmat berkurban dan bisa berbagi daging kurban. Hari ini seharusnya diisi dengan kegembiraan dan kebersamaan, bukan dengan menahan lapar dan haus.
3. Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah)¶
Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah Hari Raya Iduladha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah. Hari-hari ini masih dianggap sebagai bagian dari perayaan Iduladha. Masyarakat yang berkurban biasanya menghabiskan hari-hari ini untuk memotong hewan kurban, membagikannya, dan menikmati hidangannya. Oleh karena itu, puasa, termasuk qadha, juga dilarang pada hari-hari ini.
Dalil Larangan:
Ada beberapa hadits yang menjelaskan larangan ini. Salah satunya:
“Hari-hari Tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim)
Hadits lain memberikan pengecualian khusus, yang menunjukkan bahwa secara umum puasa di hari Tasyrik dilarang keras:
“Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi yang tidak mendapatkan hewan kurban ketika menunaikan haji.” (HR. Bukhari)
Pengecualian ini hanya berlaku bagi jamaah haji tamattu’ atau qiran yang tidak mampu membayar dam (denda) dengan menyembelih hewan kurban, maka mereka diizinkan berpuasa sebagai gantinya, termasuk di hari Tasyrik.
Hikmah Larangan:
Hikmahnya adalah agar umat Islam bisa menikmati karunia Allah berupa hidangan kurban dan tetap dalam suasana perayaan Iduladha. Hari-hari ini juga dianjurkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah sebagai tanda syukur. Ini menunjukkan keseimbangan dalam Islam, ada waktu untuk ibadah puasa, ada juga waktu untuk menikmati rezeki Allah dan bersuka cita.
4. Hari Syak (Hari yang Diragukan)¶
Hari Syak adalah hari terakhir bulan Syaban (tanggal 30 Syaban) ketika penentuan awal bulan Ramadhan diragukan karena hilal (bulan sabit baru) tidak terlihat atau ada perbedaan pendapat mengenai kemunculannya. Berpuasa pada hari ini dengan niat puasa Ramadhan atau puasa wajib lainnya (seperti qadha) dilarang. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kita memulai puasa Ramadhan benar-benar pada hari yang ditetapkan oleh syariat, yaitu setelah melihat hilal atau menyempurnakan hitungan bulan Syaban menjadi 30 hari.
Dalil Larangan:
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa pada hari yang meragukan, berarti telah berbuat durhaka terhadap Abul Qasim (Rasulullah SAW).” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Hikmah Larangan:
Larangan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ibadah puasa Ramadhan agar dimulai berdasarkan keyakinan yang pasti sesuai tuntunan syariat, bukan berdasarkan keraguan atau perkiraan semata. Ini juga mencegah penambahan hari puasa yang bukan bagian dari Ramadhan.
5. Hari Jumat (Khusus Jika Berpuasa Sendirian)¶
Ini agak sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya yang larangannya bersifat mutlak (kecuali pengecualian untuk haji di Tasyrik). Untuk hari Jumat, sebagian ulama, terutama dari mazhab Syafi’i, memakruhkan (tidak disukai) berpuasa secara tunggal pada hari tersebut, kecuali jika puasa tersebut bertepatan dengan kebiasaan puasa lainnya (misal: puasa Daud, puasa karena nazar yang jatuh di hari Jumat) atau jika digabung dengan puasa di hari Kamis sebelumnya atau hari Sabtu sesudahnya. Jadi, puasa qadha di hari Jumat saja tanpa menggabungnya dengan hari lain dianggap makruh.
Dalil Larangan (Makruh):
“Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika disertai dengan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah (Jika Makruh):
Hari Jumat dianggap sebagai ‘Id mingguan’ atau hari raya mingguan bagi umat Islam. Hari ini punya keutamaan khusus, termasuk pelaksanaan shalat Jumat. Dengan tidak berpuasa sendirian di hari ini, kita diharapkan bisa lebih segar dan fokus dalam menjalankan ibadah dan aktivitas di hari yang mulia ini, serta membedakannya dari hari-hari biasa. Namun, perlu diingat, jika puasa Jumat itu digabung dengan Kamis atau Sabtu, atau jika memang ada alasan khusus (seperti menyelesaikan utang puasa qadha yang tinggal satu hari dan kebetulan hari itu Jumat, sementara waktu sudah mepet menjelang Ramadhan berikutnya), sebagian ulama membolehkannya.
Ini dia rekap hari-hari yang dilarang puasa qadha (dan puasa lainnya):
Hari Dilarang Puasa | Tanggal dalam Kalender Islam | Keterangan |
---|---|---|
Idulfitri | 1 Syawal | Hari raya setelah Ramadhan |
Iduladha | 10 Zulhijah | Hari raya kurban |
Hari Tasyrik | 11, 12, 13 Zulhijah | Tiga hari setelah Iduladha (kecuali jamaah haji tidak berkurban, menurut sebagian ulama) |
Hari Syak | 30 Syaban (jika diragukan) | Hari terakhir Syaban yang diragukan sebagai awal Ramadhan |
Hari Jumat | Setiap hari Jumat | Makruh jika puasa tunggal (sendirian), kecuali ada alasan lain atau digabung |
Mengapa Hari-Hari Ini Dilarang Berpuasa? Menyelami Hikmah Syariat¶
Larangan berpuasa pada hari-hari yang disebutkan di atas bukanlah sekadar aturan tanpa makna. Di baliknya tersimpan hikmah dan kebijaksanaan syariat yang mendalam, menunjukkan betapa Islam adalah agama yang sempurna dan seimbang. Mari kita selami lebih dalam beberapa alasan di balik larangan ini:
Pertama, Menghormati Hari Raya dan Kebersamaan. Idulfitri dan Iduladha adalah hari raya besar yang merupakan momen kebahagiaan, syukur, dan kebersamaan umat Islam di seluruh dunia. Berpuasa di hari-hari ini kontradiktif dengan esensi perayaan tersebut. Bayangkan jika seseorang berpuasa saat yang lain menikmati hidangan lezat, bersilaturahmi, dan saling memberi ucapan selamat. Ini bisa mengurangi semangat kebersamaan dan kegembiraan hari raya yang dianjurkan. Hari Tasyrik pun masih dianggap sebagai bagian dari perayaan Iduladha, khususnya terkait dengan ibadah kurban.
Kedua, Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai teladan terbaik, Rasulullah SAW secara eksplisit melarang puasa di hari-hari tersebut. Mengikuti larangan beliau adalah bentuk ketaatan dan cinta kita kepada Rasulullah SAW. Sunnah beliau adalah panduan praktis dalam menjalankan ajaran Islam, dan kita diperintahkan untuk mengikutinya.
Ketiga, Menjaga Keseimbangan antara Ibadah dan Kehidupan Dunia. Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal. Ada waktu untuk beribadah secara intensif (seperti Ramadhan atau puasa sunnah), tapi ada juga waktu untuk beristirahat, menikmati rezeki Allah, dan bersosialisasi. Hari-hari raya adalah waktu untuk ‘berhenti sejenak’ dari ibadah yang menahan diri (seperti puasa) dan beralih ke bentuk syukur dan perayaan lain. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak memberatkan umatnya secara terus-menerus.
Keempat, Memastikan Ketepatan dalam Beribadah. Larangan puasa di Hari Syak adalah contoh jelas bagaimana Islam menekankan pentingnya keyakinan berdasarkan bukti syar’i (melihat hilal atau menghitung 30 hari) dalam memulai ibadah, bukan berdasarkan keraguan atau tebakan. Ini mengajarkan kita prinsip kehati-hatian dalam menjalankan syariat agar ibadah kita sah di mata Allah.
Kelima, Memberikan Keringanan dan Kemudahan. Pengecualian bagi jamaah haji di hari Tasyrik yang tidak mampu berkurban menunjukkan prinsip yusur (kemudahan) dalam Islam. Syariat memberikan solusi bagi mereka yang berada dalam situasi sulit untuk tetap menunaikan kewajiban (dam) meskipun di hari yang secara umum dilarang puasa.
Memahami hikmah di balik larangan ini membantu kita melihat keindahan dan kedalaman ajaran Islam. Bukan sekadar daftar “boleh” dan “tidak boleh”, tapi setiap aturan memiliki alasan yang kuat demi kebaikan umat itu sendiri.
Tips Praktis Melaksanakan Qadha Puasa Ramadhan dengan Benar¶
Setelah tahu hari-hari apa saja yang gak boleh buat puasa qadha, sekarang saatnya bahas gimana sih cara terbaik buat mengganti puasa biar sah dan sesuai syariat. Mengqadha puasa itu kewajiban yang harus segera ditunaikan, jangan sampai terlupa atau tertunda terlalu lama sampai Ramadhan tahun berikutnya tiba lagi.
Berikut beberapa tips praktis buat kamu yang punya utang puasa qadha:
-
Segera Niatkan dan Jadwalkan. Jangan tunda-tunda! Begitu Idulfitri lewat, kamu sudah bisa mulai mencicil qadha puasa. Tentukan hari-hari yang kamu rasa paling memungkinkan untuk berpuasa. Aisyah RA, istri Nabi, mencontohkan beliau biasa mengqadha puasa Ramadhan di bulan Syaban, menandakan bahwa qadha bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun (di luar hari-hari terlarang). Tapi menunda sampai akhir Syaban itu mepet lho, lebih baik cicil dari jauh-jauh hari.
-
Periksa Kalender Islam. Ini penting banget buat memastikan kamu gak berpuasa di hari-hari yang dilarang. Pastikan kamu menghindari tanggal 1 Syawal, 10 Zulhijah, serta 11, 12, dan 13 Zulhijah. Juga, hati-hati dengan Hari Syak menjelang Ramadhan berikutnya. Perhatikan juga hari Jumat, kalau bisa gabung dengan hari lain atau pilih hari selain Jumat buat qadha tunggal.
-
Niat Itu Kunci! Puasa qadha hukumnya wajib, jadi niatnya harus spesifik. Niat puasa qadha dilakukan pada malam hari sebelum fajar atau sebelum terbitnya fajar shadiq. Lafadz niatnya bisa diucapkan dalam hati atau dilisankan untuk menguatkan. Contoh lafadz niat qadha adalah:
“Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala”
Terjemahan: “Saya niat mengganti puasa (sehari) fardhu bulan Ramadhan esok hari karena Allah Ta’ala.”
Pastikan niat ini terucap atau terlintas di hati sebelum waktu fajar. -
Gak Harus Berturut-turut. Kamu gak harus mengganti puasa secara berurutan seperti saat Ramadhan. Boleh kok dicicil, misalnya Senin puasa qadha, Kamis puasa qadha, atau kapanpun kamu sanggup dan harinya tidak dilarang. Yang penting jumlah hari yang diqadha sesuai dengan jumlah hari yang bolong.
-
Catat Utang Puasamu. Kalau utang puasamu lumayan banyak, ada baiknya dicatat biar gak lupa berapa hari lagi yang perlu diganti. Ini akan membantumu merencanakan penyelesaian qadha sebelum Ramadhan berikutnya tiba.
-
Konsultasi Jika Ragu. Kalau kamu punya kondisi kesehatan tertentu atau keraguan mengenai hukum puasa qadha dalam situasi spesifik, jangan ragu untuk bertanya kepada ustaz, ulama, atau ahli agama yang terpercaya. Lebih baik bertanya daripada salah dalam menjalankan ibadah.
-
Jaga Kesehatan. Saat mengqadha puasa, pastikan kamu tetap menjaga kesehatan. Sahur dan berbuka dengan makanan yang bergizi. Kalau merasa tidak kuat atau kondisi kesehatan memburuk, boleh membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain.
Dengan mengikuti tips-tips ini, Insya Allah kamu bisa menyelesaikan kewajiban qadha puasa Ramadhan dengan baik, sah, dan sesuai tuntunan syariat.
Konsekuensi Jika Tidak Mengqadha Puasa¶
Mengqadha puasa Ramadhan adalah utang fardhu kepada Allah. Jika seseorang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur syar’i, maka ia wajib menggantinya. Menunda-nunda qadha tanpa alasan yang dibenarkan syariat hingga masuk Ramadhan tahun berikutnya bisa menimbulkan masalah.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang menunda qadha puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur syar’i, maka ia tidak hanya wajib mengqadha puasa tersebut, tetapi juga diwajibkan membayar fidyah. Fidyah ini berupa memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan dan belum diqadha hingga datang Ramadhan berikutnya. Alasan udzur syar’i untuk menunda bisa seperti sakit yang berkepanjangan atau kondisi lain yang memang menghalangi untuk berpuasa.
Jika seseorang meninggal dunia sementara ia masih memiliki utang puasa Ramadhan yang belum diqadha, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa ahli warisnya dianjurkan untuk mengqadha puasa atas namanya. Pendapat lain, berdasarkan hadits, menganjurkan agar ahli waris membayar fidyah atas nama almarhum. Namun, jika utang puasa itu disebabkan oleh udzur yang berlanjut hingga kematian (misalnya sakit parah yang tak kunjung sembuh), maka tidak ada kewajiban qadha maupun fidyah baginya.
Pentingnya segera mengqadha puasa adalah untuk menghindari risiko-risiko ini dan memastikan bahwa kewajiban kita kepada Allah SWT telah tertunaikan secepat mungkin. Wallahu a’lam bishawab.
Pentingnya Niat dalam Qadha Puasa¶
Niat memegang peranan fundamental dalam setiap ibadah dalam Islam, termasuk puasa qadha Ramadhan. Niat inilah yang membedakan puasa wajib (qadha) dengan puasa sunnah atau sekadar menahan diri dari makan dan minum. Tanpa niat yang benar, puasa qadha yang kita lakukan bisa jadi tidak sah atau hanya bernilai puasa sunnah (jika bertepatan dengan hari puasa sunnah).
Sebagaimana ibadah puasa fardhu lainnya, niat puasa qadha Ramadhan harus dilakukan pada malam hari sebelum terbit fajar. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Hafshah Ummul Mukminin: “Siapa saja yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani). Hadits ini khusus untuk puasa wajib.
Niat ini cukup di dalam hati, namun melafazkannya dianjurkan oleh sebagian ulama untuk membantu memantapkan niat. Lafadz niat yang umum digunakan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya: “Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala”.
Jika seseorang terlupa berniat qadha pada malam hari, ia tidak bisa mengubah puasanya di siang hari menjadi puasa qadha. Puasa yang ia lakukan di hari itu (jika ia tetap berpuasa) akan menjadi puasa sunnah biasa (jika harinya memungkinkan untuk puasa sunnah dan ia memenuhi syarat niat puasa sunnah di siang hari) atau bahkan tidak bernilai ibadah sama sekali. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu mengingat niat puasa qadha di malam hari.
FAQ Qadha Puasa Ramadhan¶
Berikut beberapa pertanyaan umum seputar puasa qadha yang sering muncul:
Q: Bolehkan menggabung niat puasa qadha dengan puasa sunnah, misalnya puasa Senin Kamis?
A: Para ulama berbeda pendapat soal ini. Sebagian ulama membolehkan penggabungan niat ini, sehingga seseorang mendapatkan pahala puasa qadha sekaligus puasa sunnah. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa niat puasa qadha harus terpisah karena ia adalah puasa wajib yang berdiri sendiri. Pendapat yang kuat adalah membolehkan penggabungan niat asalkan niat puasa qadha adalah niat utama. Namun, untuk lebih berhati-hati dan mendapatkan pahala maksimal, sebagian memilih untuk memisahkan puasa qadha dan puasa sunnah.
Q: Apakah puasa qadha harus dilakukan secara berturut-turut?
A: Tidak, puasa qadha tidak harus dilakukan secara berturut-turut. Kamu boleh mencicilnya di hari-hari yang berbeda, asalkan harinya tidak termasuk hari yang dilarang berpuasa dan semua utang puasa selesai sebelum Ramadhan berikutnya. Fleksibilitas ini adalah kemudahan dari syariat.
Q: Saya lupa berapa hari puasa Ramadhan yang saya tinggalkan. Apa yang harus saya lakukan?
A: Jika kamu benar-benar lupa jumlah hari yang ditinggalkan, maka kamu wajib mengqadha puasa sejumlah hari yang paling kamu yakini atau paling dominan perkiraanmu. Misalnya, jika kamu ragu apakah utangmu 5 atau 6 hari, maka ambillah jumlah yang lebih besar yaitu 6 hari untuk kehati-hatian dan agar kewajibanmu terpenuhi secara yakin.
Q: Bolehkah puasa qadha dilakukan di hari Sabtu saja?
A: Berpuasa di hari Sabtu saja juga ada larangan dalam sebagian hadits dan menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama, mirip dengan puasa di hari Jumat saja. Untuk kehati-hatian, sebaiknya puasa di hari Sabtu digabung dengan hari Jumat atau Ahad. Namun, jika ada alasan kuat atau darurat (misal, hanya hari itu yang memungkinkan dan Ramadhan berikutnya sudah dekat), sebagian ulama membolehkannya.
Q: Sampai kapan batas waktu mengqadha puasa Ramadhan?
A: Batas waktu mengqadha puasa Ramadhan adalah sampai datangnya Ramadhan berikutnya. Jika Ramadhan berikutnya sudah tiba dan kamu belum menyelesaikan utang puasa Ramadhan tahun lalu tanpa udzur syar’i, kamu berdosa dan wajib mengqadha puasa tersebut serta membayar fidyah (menurut pendapat mayoritas ulama).
Memahami seluk-beluk puasa qadha ini penting banget agar ibadah kita diterima Allah SWT. Jangan tunda-tunda qadha puasa ya, karena kita gak tahu kapan ajal menjemput, dan utang kepada Allah itu harus diprioritaskan.
Kesimpulan¶
Jadi, sekarang kita paham ya, mengganti puasa Ramadhan atau qadha itu wajib hukumnya bagi yang punya utang karena udzur syar’i. Tapi, gak bisa asal puasa di sembarang hari. Ada hari-hari tertentu yang dilarang keras buat puasa, termasuk puasa qadha. Hari-hari itu adalah Hari Raya Idulfitri (1 Syawal), Hari Raya Iduladha (10 Zulhijah), Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah), serta Hari Syak (hari terakhir Syaban jika diragukan awal Ramadhan). Ada juga hari Jumat yang makruh jika berpuasa tunggal, kecuali ada alasan atau digabung.
Larangan-larangan ini didasari oleh dalil-dalil kuat dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW, dan punya hikmah mendalam seperti menghormati hari raya, mengikuti sunnah, menjaga keseimbangan hidup, dan memastikan ketepatan ibadah.
Supaya qadha puasamu sah dan sesuai syariat, pastikan kamu niat di malam hari sebelum fajar, periksa kalender biar gak puasa di hari yang dilarang, dan usahakan segera mencicil utang puasa itu. Jangan tunda sampai mepet ke Ramadhan berikutnya ya, apalagi sampai terlewat.
Semoga dengan pemahaman ini, kita semua bisa menunaikan kewajiban qadha puasa dengan benar dan diterima oleh Allah SWT. Yuk, segera cek lagi berapa utang puasa Ramadhanmu dan rencanakan kapan mau diganti!
Gimana, ada pertanyaan lain seputar qadha puasa atau pengalaman menarik saat mengqadha? Share di kolom komentar ya!
Posting Komentar