Gowok Kamasutra Jawa: Intip Rahasia Ranjang Dewasa yang Bikin Penasaran!

Table of Contents

Gowok Kamasutra Jawa: Intip Rahasia Ranjang Dewasa yang Bikin Penasaran!

Siapa yang nggak penasaran sama film terbaru garapan Mas Hanung Bramantyo? Judulnya aja udah bikin melotot, Gowok: Kamasutra Jawa. Dari judulnya aja udah kebayang kan kalau film ini bakal ngupas tuntas soal kehidupan suami-istri, tapi dari sudut pandang budaya Jawa yang unik banget. Jadi, film ini bukan cuma soal “itu-itu” aja, tapi lebih dalam lagi soal tradisi, edukasi, dan pastinya, hubungan antar manusia.

Film ini dikerjakan bareng sama Aci dan ZZ Mulja Salih salih buat naskahnya. Mereka bertiga kayaknya kompak banget nih mau ngajak penonton mikir soal seksualitas, pendidikan seksual yang kadang masih dianggap tabu, dan juga soal gimana sih nilai patriarki itu beroperasi di masyarakat Jawa, terus mau didekonstruksi atau dibongkar pelan-pelan lewat cerita ini. Kebayang kan bakal dalem banget isunya?

Sinopsis Singkat: Tradisi, Cinta Terlarang, dan Dendam

Nah, biar nggak cuma nebak-nebak, intip sedikit yuk sinopsisnya. Jadi, ceritanya ini berlatar di Jawa tahun 1940-an. Pada masa itu, konon ada tradisi yang namanya “gowok”. Gowok ini bukan sembarang orang lho. Mereka adalah perempuan dewasa yang punya tugas khusus, yaitu ngajarin para pria bujang yang mau nikah soal seluk-beluk keharmonisan dan kepuasan dalam urusan ranjang. Bisa dibilang, gowok ini semacam “guru” sebelum malam pertama.

Di film ini, ada tokoh gowok yang terkenal banget, namanya Nyai Santi. Diperankan oleh Lola Amaria, Nyai Santi ini jagoannya para pria yang pengen membahagiakan istrinya. Saking hebatnya, banyak banget pria yang “lulusan” dia berhasil punya rumah tangga yang harmonis. Nama Nyai Santi ini masyhur banget sebagai pewaris tradisi gowok yang katanya sih udah ada dari abad ke-15. Bayangin, tradisi kuno banget!

Nyai Santi ini punya anak angkat, namanya Ratri. Ratri ini unik, dia lahir dari seorang pelacur tapi dirawat dengan penuh kasih sayang sama Nyai Santi. Ratri kecil diperankan oleh Alika Jantinia, digambarkan tumbuh jadi gadis yang nggak cuma cantik, tapi juga cerdas dan punya bakat alami. Nyai Santi pun udah mempersiapkan Ratri buat jadi penerusnya dalam ilmu gowokan. Jadi, tradisi ini bakal diteruskan ke generasi berikutnya.

Kehidupan Ratri mulai berubah waktu dia ketemu sama Kamanjaya muda. Kamanjaya ini diperankan oleh Devano Danendra, datang dari keluarga yang terpandang alias priayi. Namanya juga cinta monyet zaman doeloe, Ratri dan Kamanjaya ini langsung dekat dan saling jatuh cinta. Saking seriusnya, Kamanjaya sampai berjanji buat menikahi Ratri. Romantis banget kan?

Tapi ya namanya juga hidup, pasti ada aja halangannya. Cinta Ratri dan Kamanjaya ini nggak direstui sama keluarga Kamanjaya. Kenapa? Ya klise, karena perbedaan kasta sosial. Ratri yang anak angkat gowok, dianggap nggak sepadan sama Kamanjaya yang priayi. Akhirnya, Kamanjaya terpaksa mengingkari janjinya. Ini jelas bikin hati Ratri hancur berkeping-keping. Luka ini kayaknya membekas banget di hati Ratri.

Waktu pun berlalu, dua dekade kemudian. Kamanjaya yang diperankan Reza Rahadian kini udah jadi pria matang, seorang priayi tulen. Dia udah nikah dan punya anak laki-laki namanya Bagas, diperankan oleh Ali Fikry. Nah, si Bagas ini udah waktunya nikah. Sesuai tradisi yang masih ada, Bagas juga harus menjalani “pelatihan” sama seorang gowok sebelum naik pelaminan.

Di sinilah takdir mempertemukan mereka lagi. Kamanjaya ketemu Ratri lagi, tapi kali ini Ratri diperankan oleh Raihaanun. Ratri yang sekarang ini udah jadi penerus ilmu gowok dari Nyai Santi. Dia udah jadi gowok yang disegani. Tapi ternyata, ceritanya nggak berhenti sampai di situ. Si Bagas, anaknya Kamanjaya, malah jatuh cinta sama Ratri! Wah, rumit kan? Ratri yang melihat situasi ini pun kayaknya melihat peluang. Peluang apa? Peluang buat balas dendam atas luka yang dikasih Kamanjaya puluhan tahun lalu. Gimana Ratri memanfaatkan situasi ini? Itu dia yang bikin penasaran!

Mengupas Tema dan Isu dalam Film

Film ini jelas bukan film ringan yang cuma buat senang-senang. Hanung Bramantyo dan timnya berani mengangkat isu yang sensitif tapi penting buat dibicarakan. Pertama, soal seksualitas dan pendidikan seksual. Di Indonesia, ngomongin seks itu masih sering dianggap tabu. Padahal, pendidikan seksual itu penting lho, biar orang paham soal tubuhnya, hubungan, dan kesehatan reproduksi. Film ini mencoba membuka ruang dialog itu lewat tradisi gowok.

Kedua, film ini juga ngomongin dekonstruksi nilai patriarki. Di masyarakat yang sangat patriarkal, peran perempuan seringkali dibatasi. Tapi di tradisi gowok, perempuan (si gowok) justru punya peran penting dalam mempersiapkan laki-laki. Ini kan menarik banget. Film ini mungkin akan mempertanyakan, sejauh mana patriarki memengaruhi hubungan, dan bagaimana tradisi seperti gowok bisa dilihat sebagai bentuk pemberdayaan perempuan atau justru eksploitasi?

Selain itu, film ini juga kental banget nuansa budaya dan tradisi Jawa. Menampilkan tradisi yang mungkin asing buat banyak orang di masa kini, film ini mengajak kita melihat kembali warisan budaya kita yang kompleks. Ada nilai-nilai yang bisa dipelajari, tapi mungkin ada juga sisi-sisi yang perlu dipertanyakan relevansinya di zaman modern.

Yang jelas, film ini punya rating 21 tahun ke atas. Ini menandakan kalau tema dan visualnya memang diperuntukkan buat penonton dewasa. Jadi, buat yang belum cukup umur, sabar dulu ya!

Para Pemain Bintang yang Bikin Makin Penasaran

Daftar pemainnya juga nggak main-main. Ada nama-nama besar yang kualitas aktingnya udah nggak diragukan lagi. Reza Rahadian sebagai Kamanjaya dewasa, pastinya kita tahu dia selalu totalitas dalam setiap peran. Gimana dia memerankan priayi yang mungkin menyesali masa lalunya?

Lalu ada Raihaanun sebagai Ratri dewasa. Wah, Raihaanun ini juga dikenal selalu berani mengambil peran yang menantang. Gimana dia membawakan karakter Ratri yang punya luka masa lalu dan kini jadi gowok yang disegani? Chemistry-nya sama Reza Rahadian pastinya ditunggu-tunggu banget nih, apalagi kalau ingat kisah cinta mereka yang terlarang puluhan tahun lalu.

Ada juga Lola Amaria sebagai Nyai Santi, gowok legendaris. Peran ini kayaknya pas banget buat Lola yang juga sering terlibat dalam film-film yang mengangkat isu sosial.

Jangan lupa juga pemeran versi muda: Alika Jantinia sebagai Ratri muda dan Devano Danendra sebagai Kamanjaya muda. Melihat mereka memerankan benih-benih cinta yang terhalang kasta pasti bikin gemas.

Terus ada Ali Fikry sebagai Bagas, anak Kamanjaya yang jatuh cinta sama Ratri. Wah, ini konflik baru yang nggak kalah seru. Ada juga Nayla Purnama, Djenar Maesa Ayu, dan Slamet Rahardjo yang pastinya akan menambah kedalaman cerita. Dengan deretan pemain ini, aktingnya pasti bakal memukau.

Tayang Setelah Festival Film Internasional

Nggak kaleng-kaleng, Gowok: Kamasutra Jawa ini ternyata sempat berkompetisi dulu lho di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025. Ini keren banget! Artinya, film ini udah mendapat pengakuan di kancah internasional sebelum tayang di negaranya sendiri. Baru setelah itu, film ini tayang di bioskop Indonesia mulai tanggal 5 Juni 2025.

Kehadiran film ini di IFFR 2025 juga menunjukkan kalau tema yang diangkat, meskipun sangat lokal (tradisi Jawa), ternyata bisa relevan dan menarik perhatian penonton global. Mereka mungkin penasaran sama tradisi yang nggak biasa ini, atau tertarik sama isu-isu universal kayak cinta, kelas sosial, dan peran perempuan.

Media Antara pada tanggal 29 Mei 2025 juga sempat menyebut film ini sebagai film drama yang berjanji akan membuka ruang diskusi soal seksualitas, hak perempuan, dan warisan budaya yang memang kompleks banget. Jadi, ekspektasinya memang film ini bukan cuma hiburan, tapi juga pemicu obrolan penting di masyarakat.

Kenapa Film Ini Menarik Buat Ditonton?

Banyak alasan kenapa film ini layak banget masuk watchlist kamu (tentu aja kalau udah 21+ ya!). Pertama, topiknya yang berani dan nggak biasa. Mengangkat tradisi gowok dan menghubungkannya dengan kamasutra itu udah bikin penasaran dari awal. Ini adalah kesempatan buat belajar soal sisi lain dari kebudayaan Jawa yang mungkin belum banyak diketahui.

Kedua, isu-isu yang diangkat sangat relevan. Seksualitas dan pendidikan seksual itu penting buat dibicarakan secara terbuka, bukan malah ditutup-tutupi. Film ini bisa jadi pintu masuk buat diskusi yang lebih sehat soal topik ini. Isu patriarki juga masih jadi PR besar di masyarakat kita, jadi melihat bagaimana film ini menggambarkannya lewat tradisi kuno pasti menarik.

Ketiga, deretan pemain dan sutradara yang berkualitas. Hanung Bramantyo udah membuktikan diri sebagai sutradara yang berani mengeksplorasi berbagai genre dan isu. Ditambah lagi sama pemain-pemain top yang aktingnya nggak diragukan lagi, kayak Reza Rahadian dan Raihaanun. Pasti total banget penampilan mereka.

Keempat, latar waktu dan budaya yang kuat. Setting tahun 1940-an di Jawa pasti memberikan visual yang indah dan nuansa sejarah yang kental. Kita bisa melihat bagaimana kehidupan, adat istiadat, dan pandangan masyarakat Jawa pada masa itu digambarkan.

Kelima, plot yang penuh drama dan konflik. Ada cinta terlarang, perbedaan kasta, janji yang diingkari, sampai dendam dan cinta segitiga lintas generasi. Semua bumbu drama ini pasti bikin cerita enggak ngebosenin.

Film ini berdurasi 124 menit, durasi yang cukup panjang buat mengembangkan karakter dan alur cerita yang kompleks. Jadi, siap-siap buat diajak masuk ke dalam dunia Gowok yang penuh rahasia dan intrik.

Buat yang penasaran sama trailernya, bisa cek video ini nih:

Melihat trailernya aja udah bikin merinding dan makin nggak sabar kan? Visualnya terlihat digarap dengan serius, akting para pemainnya juga kelihatan menjanjikan. Suasana Jawanya terasa kental, tapi isu yang diangkat terasa universal.

Film ini kayaknya nggak cuma mau nunjukin tradisi aja, tapi juga mau ngajak penonton mikir. Mikir soal gimana pandangan kita tentang seks, tentang peran perempuan, tentang tradisi warisan nenek moyang, dan gimana semua itu berinteraksi sama kehidupan modern. Apakah tradisi kuno itu relevan di masa kini? Apakah ada nilai-nilai positif dari tradisi gowok yang bisa dipelajari, atau justru ini adalah praktik yang sebaiknya ditinggalkan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mungkin diharapkan muncul setelah menonton film ini.

Selain itu, konflik pribadi antara Ratri, Kamanjaya, dan Bagas juga jadi daya tarik utama. Bagaimana Ratri menggunakan ilmu dan posisinya sebagai gowok untuk membalas dendam pada pria yang pernah menghancurkan hatinya? Apakah cinta Bagas pada Ratri akan tulus, atau hanya jadi alat balas dendam? Dan bagaimana Kamanjaya menghadapi kenyataan bahwa anaknya sendiri jatuh cinta pada perempuan yang dulu dia tinggalkan? Dramanya pasti seru abis!

Keberanian Hanung Bramantyo mengangkat tema ini patut diacungi jempol. Mengingat betapa sensitifnya isu seksualitas di Indonesia, membuat film seperti ini pasti butuh riset mendalam, kehati-hatian, dan keberanian untuk menghadapi pro dan kontra. Semoga film ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat dan benar-benar membuka ruang diskusi yang positif, bukan malah menimbulkan perdebatan yang nggak produktif.

Dengan semua elemen tadi: sutradara kenamaan, pemain bintang, tema yang berani, latar budaya yang kuat, dan plot yang menarik, rasanya Gowok: Kamasutra Jawa ini jadi salah satu film Indonesia yang paling ditunggu-tunggu di tahun ini (buat penonton 21+ tentunya!).

Gimana nih, jadi makin penasaran kan buat nonton film Gowok: Kamasutra Jawa? Udah tayang lho di bioskop!

Yuk, kalau udah nonton, share pendapat kamu di kolom komentar ya! Gimana menurut kamu film ini? Apa yang paling berkesan? Tradisinya? Isunya? Atau akting para pemainnya? Kita ngobrol seru di bawah!

Posting Komentar