Jam Malam Pelajar Efektif? Netizen Colek Dedi Mulyadi: Hapus FF, ML, Slot!

Table of Contents

Jam Malam Pelajar Efektif? Netizen Colek Dedi Mulyadi: Hapus FF, ML, Slot!

Gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait kebijakan jam malam buat pelajar dan larangan guru kasih Pekerjaan Rumah (PR) di rumah tampaknya disambut antusias sebagian masyarakat. Tujuannya sih bagus, biar anak-anak punya waktu istirahat cukup, bisa kumpul sama keluarga, atau ikut kegiatan positif lainnya. Nah, setelah kebijakan itu jalan, para orang tua nggak berhenti sampai di situ aja. Muncul permintaan baru yang nggak kalah bikin heboh: minta dihapusin aja game-game populer yang bikin nagih!

Game-game yang jadi sasaran tembak permintaan ini antara lain Free Fire (FF), Mobile Legends (ML), sampai game yang berbau judi kayak game slot, bahkan game edukasi tapi bikin kecanduan macam Roblox juga ikut disebut. Permintaan ini rame disuarakan di kolom komentar posting-an berita tentang Jam Malam Pelajar di akun TikTok TINTAHIJAUcom. Warganet curhat soal gimana susahnya lepas dari jerat game buat anak-anak mereka.

Jeritan Hati Orang Tua Soal Kecanduan Game

Banyak orang tua yang merasa kebijakan jam malam dan larangan PR aja nggak cukup buat ‘menyelamatkan’ anak-anak dari gadget. Begitu pulang sekolah atau bahkan saat jam malam, anak-anak ini malah nongkrong di depan layar hape atau tablet, main game tanpa henti. Keluhan ini datang dari berbagai kalangan, tapi yang paling sering nampak adalah kekhawatiran soal anak usia SD dan SMP yang udah kecanduan parah.

Salah satu komentar yang blak-blakan banget datang dari akun Aneng Sri Wulan. Dia langsung ngetik: “Pa Dedi tolong hapuskan game FF dan ML, biar anak-anak nggak main game terus.” Komentar gini langsung dapat banyak support dari warganet lain. Mereka merasakan hal yang sama di rumah, anak-anak lebih nurut sama panggilan game daripada panggilan orang tua.

Bahaya yang Mengintai: Bukan Cuma Anak-anak

Masalah game ini ternyata nggak cuma menyerang anak-anak aja. Siti Robiyah, warganet lain, ngasih peringatan keras soal game slot yang sekarang gampang banget diakses lewat hape. “Terutama game slot, membuat rumah tangga menjadi bubar,” tulisnya. Ini ngerikan banget, karena game slot udah jelas-jelas mengarah ke perjudian dan bisa bikin boncos secara finansial, bahkan merusak keharmonisan keluarga.

Selain itu, ada juga warganet yang sadar kalau game addiction ini nggak kenal usia. Akun wiciokantri35 nyindir: “Bukan hanya anak-anak saja, para orangtua muda juga masih main game.” Betul banget, kadang orang tuanya sendiri yang malah asyik main Mobile Legends atau FF sampai lupa waktu, gimana mau ngelarang anaknya? Fenomena ini jadi bukti game online udah merasuk ke berbagai lapisan masyarakat.

Game lain yang ikut disebut adalah Roblox. Buat yang belum tahu, Roblox ini bukan cuma satu game, tapi platform di mana penggunanya bisa bikin dan main game yang dibuat pengguna lain. Kedengarannya bagus, tapi di balik itu, Roblox juga bisa sangat menyita waktu dan bikin nagih. Akun riamaryani10 curhat, “Game Roblox juga, anak saya main game itu terus… hapus.”

Sulitnya Menghapus Aplikasi: Urusan Siapa?

Meskipun banyak yang dukung ide penghapusan game, ada juga warganet yang realistis. Mereka tahu kalau ini bukan perkara mudah dan bukan wewenang pemerintah daerah atau gubernur sekalipun. Akun oemji gyyo ngingetin: “Kalau mau hapus FF sama ML tuh ke pemiliknya, ke Play Store dan App Store, bukan ke KDM [Kang Dedi Mulyadi].” Komentar ini bener banget.

Aplikasi game seperti FF, ML, Slot, atau Roblox itu kan dibuat dan didistribusikan oleh perusahaan developer game global dan platform distribusi aplikasi kayak Google Play Store (untuk Android) dan App Store (untuk iOS). Pemerintah daerah nggak punya kekuatan hukum buat nyuruh mereka menghapus aplikasi dari platform itu. Wewenang untuk memblokir akses game biasanya ada di tingkat pemerintah pusat, itupun biasanya lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan harus ada dasar hukum yang kuat, misalnya kalau game itu mengandung unsur kekerasan berlebihan, pornografi, atau judi.

Jadi, permintaan ke Dedi Mulyadi untuk “menghapus” game ini lebih merupakan simbol dari keputusasaan orang tua menghadapi masalah game addiction anak-anak mereka. Mereka nyari sosok yang punya power untuk bikin perubahan, dan nomer Gubernur dirasa pas buat nyuarain keluhan ini, meskipun secara teknis dan hukum gak bisa langsung diekesekusi begitu aja.

Kenapa Game Ini Bikin Ngeklik?

Biar gak salah paham, penting juga ngerti kenapa game-game ini begitu populer dan bikin nempel di gadget.
* Mobile Legends dan Free Fire: Keduanya adalah game multiplayer online yang kompetitif. Game-game gini dirancang buat bikin pemainnya terus balik lagi main. Ada sistem ranking, event berkala, item-item baru, dan elemen sosial di mana pemain bisa main bareng teman atau bergabung dalam komunitas. Sensasi menang, naik ranking, dan interaksi sosial di dalam game ini bisa sangat memuaskan dan bikin nagih. Belum lagi strategi monetisasi dengan skin atau item yang bisa dibeli, bikin pemain terdorong buat ngabisin waktu (atau bahkan uang) demi tampil lebih keren atau kuat.
* Game Slot: Nah, ini udah masuk ranah perjudian. Game slot online ini ngadopsi mekanisme mesin slot fisik. Desain visual dan suara yang atraktif, bonus-bonus acak, dan potensi “kemenangan besar” (yang padahal jarang terjadi) bikin orang terpancing buat terus mutar rol-nya. Ini sangat berbahaya karena nggak cuma nyita waktu, tapi juga bisa nguras duit dan nyebabin masalah finansial serius. Keberadaan game slot yang nyamar sebagai game kasual atau game ‘hiburan’ di platform legal ini yang seringkali jadi masalah.
* Roblox: Seperti disebut tadi, ini platform game yang luas banget. Ada jutaan game di dalamnya, mulai dari petualangan, role-playing, simulasi, sampai game yang simpel. Kelebihan Roblox adalah variasi dan aspek sosialnya; anak-anak bisa main bareng teman-teman mereka. Namun, kontrol terhadap konten game yang dibuat pengguna lain kadang sulit, dan ada mekanisme pembelian dalam game (dengan mata uang virtual bernama Robux) yang bisa mendorong anak ngabisin banyak uang tanpa disadari orang tua. Waktu yang dihabiskan di Roblox juga bisa sangat banyak karena saking banyaknya game yang bisa dimainin.

Lebih dari Sekadar Menghapus Game

Menghapus game dari platform bisa jadi solusi instan tapi gak realistis dan gak menyelesaikan akar masalah. Kecanduan game itu ibarat penyakit, gak cukup cuma buang obatnya, tapi perlu cari tahu kenapa sakit dan gimana biar gak kambuh. Ada banyak faktor yang bisa nyebabin anak kecanduan game, misalnya kurangnya aktivitas alternatif, tekanan sosial dari teman-teman yang juga main, lingkungan keluarga yang kurang interaksi, atau bahkan faktor psikologis kayak stres atau kecemasan.

Kebijakan jam malam dan larangan PR itu sebenarnya udah langkah awal yang baik. Tujuannya kan memberi ruang bagi anak buat ngembangin diri di luar akademis dan gadget. Sekarang tinggal gimana ruang itu diisi dengan aktivitas yang positif dan menarik. Ini butuh kerjasama dari berbagai pihak:

  1. Orang Tua: Ini kunci utama. Orang tua perlu lebih aktif mengawasi penggunaan gadget anak, menetapkan batasan waktu layar, menyediakan alternatif aktivitas di rumah (baca buku, main board game, ngobrol, olahraga bareng), dan jadi contoh yang baik (kalau orang tuanya juga asyik main hape terus, susah deh ngelarang anak). Penting juga buat komunikasi terbuka sama anak soal bahaya kecanduan game dan pentingnya menyeimbangkan hidup.
  2. Sekolah: Selain mengurangi PR, sekolah bisa memperbanyak kegiatan ekstrakurikuler yang menarik, mengintegrasikan pendidikan literasi digital ke dalam kurikulum (mengajarkan penggunaan internet dan gadget secara sehat dan aman), dan mungkin mengadakan sesi konseling bagi siswa yang mengalami masalah kecanduan game.
  3. Pemerintah Daerah dan Komunitas: Bisa mendukung dengan menyediakan fasilitas publik atau mengadakan program komunitas yang menarik bagi anak-anak dan remaja di luar rumah, misalnya sanggar seni, klub olahraga, perpustakaan dengan aktivitas, atau kegiatan sosial lainnya. Ini memberi pilihan nyata bagi anak selain berdiam diri di rumah dengan gadget.
  4. Developer Game dan Platform: Mereka juga punya tanggung jawab. Meskipun bisnis, mereka perlu mempertimbangkan dampak sosial. Misalnya, menyediakan fitur pengawasan orang tua, membatasi waktu bermain bagi pengguna di bawah umur, membuat peringatan saat bermain terlalu lama, atau lebih ketat menyaring game yang berbau judi atau kekerasan ekstrem di platform mereka.

Mencari Solusi Bersama

Permintaan warganet ke Kang Dedi Mulyadi ini kayak alarm buat kita semua. Ini menandakan bahwa masalah kecanduan game itu nyata dan bikin resah banyak orang tua. Solusinya emang gak semudah menekan tombol delete. Butuh pendekatan yang lebih luas dan terintegrasi.

  • Fokus gak cuma sama game-nya, tapi sama kenapa anak main game terus. Apa mereka bosan? Kurang teman di dunia nyata? Stres sama pelajaran? Atau justru mencontoh orang tua?
  • Memberi alternatif aktivitas yang lebih menarik dan bermanfaat dibandingkan main game.
  • Membangun komunikasi yang baik antara orang tua, anak, dan sekolah.
  • Meningkatkan literasi digital bagi semua anggota keluarga.

Fenomena ini cerminan dari kegelisahan masyarakat dalam menghadapi era digital yang penuh tantangan. Gadget dan internet bisa jadi alat yang sangat bermanfaat, tapi kalau disalahgunakan atau digunakan secara berlebihan, dampaknya bisa sangat negatif, terutama bagi anak-anak yang masih dalam masa perkembangan. Jadi, yuk, kita cari solusi bareng-bareng!

Gimana menurut kalian? Setuju nggak sih kalau game-game itu dihapus aja? Atau ada cara lain yang lebih efektif buat ngatasi masalah kecanduan game ini? Share pendapat kalian di kolom komentar ya!

Posting Komentar