Kisah KH. Sujadi: Pendiri Pesantren Nurul Ummah Pringsewu yang Inspiratif

Table of Contents

KH. Sujadi Pendiri Pesantren Nurul Ummah Pringsewu

Kisah perjalanan hidup seorang tokoh agama seringkali menyimpan banyak pelajaran berharga. Salah satunya adalah kisah inspiratif dari KH. Sujadi, sosok sederhana namun penuh semangat yang mendirikan Pondok Pesantren Nurul Ummah di Pringsewu. Beliau adalah teladan dalam ketekunan, keikhlasan, dan pengabdian bagi umat.

Perjuangannya menuntut ilmu dan berdakwah menjadi fondasi kuat bagi berdirinya lembaga pendidikan Islam yang kini terus berkembang. Mari kita selami lebih dalam jejak langkah dan warisan yang ditinggalkan oleh almarhum KH. Sujadi. Cerita ini bukan hanya tentang pendirian pesantren, tapi juga tentang bagaimana satu individu bisa memberikan dampak besar bagi masyarakat melalui jalur pendidikan dan dakwah.

Riwayat Hidup dan Keluarga

Setiap tokoh besar pasti memiliki awal mula yang humble. Begitu pula dengan KH. Sujadi. Beliau lahir di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota besar, menandakan kesederhanaan yang mungkin telah membentuk karakternya sejak dini.

Lahir

KH. Sujadi dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1960. Tempat kelahirannya adalah Desa Bantir, sebuah wilayah yang terletak di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Lahir di lingkungan pedesaan agraris pada era tersebut tentu memberikan pengalaman hidup yang khas, membentuk kepribadian yang kuat dan dekat dengan nilai-nilai tradisional.

Masa kecil di kampung halaman seringkali diwarnai dengan kehidupan yang komunal dan kental dengan ajaran agama. Lingkungan seperti ini biasanya menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap orang tua serta guru. Fondasi inilah yang kemungkinan besar turut membentuk karakter KH. Sujadi di kemudian hari.

Riwayat Keluarga

Dalam menjalani bahtera kehidupan, KH. Sujadi didampingi oleh seorang istri yang sangat sholehah, yaitu Hj. Nur Rohmah. Beliau adalah pendamping setia yang selalu memberikan dukungan dalam setiap langkah perjuangan dakwah dan pendidikan KH. Sujadi. Di balik kesuksesan seorang suami, seringkali ada peran besar seorang istri yang ikhlas mendampingi.

Pernikahan mereka dikaruniai beberapa orang anak yang menjadi penerus dan pelanjut cita-cita orang tuanya. Anak-anak ini diharapkan dapat meneruskan perjuangan dalam syiar Islam dan pengembangan pesantren yang telah dirintis. Keberadaan keluarga yang harmonis menjadi sumber kekuatan utama bagi seorang ulama dalam menjalankan tugas-tugasnya yang berat.

Ada empat nama putra-putri beliau yang diketahui, yaitu:
1. Ahmad Darojat
2. Istamar
3. Agus Rosyid
4. Faiqoh Mutmainah

Keempat nama ini menjadi bukti nyata bahwa perjuangan KH. Sujadi tidak berhenti pada dirinya sendiri, tetapi dilanjutkan oleh generasi penerus. Mendidik anak-anak menjadi pribadi yang saleh dan salehah adalah salah satu bentuk dakwah terbesar yang dilakukan oleh orang tua, terutama bagi seorang Kiai.

Sanad Ilmu dan Pendidikan

Jalan menuju kedalaman ilmu agama seringkali memerlukan perjalanan panjang dan penuh liku. KH. Sujadi menempuh jalur ini dengan penuh kesungguhan, mencari ilmu dari berbagai sumber terpercaya. Sanad keilmuannya menjadi penting sebagai jaminan orisinalitas dan keberkahan ilmu yang ia peroleh.

Mengembara Menuntut Ilmu

Sebelum menjadi seorang Kiai yang disegani, KH. Sujadi menghabiskan masa mudanya untuk menuntut ilmu di berbagai tempat. Perjalanan menuntut ilmu ini sering disebut sebagai ‘pengembaraan’ karena tidak hanya terbatas pada satu institusi, melainkan berpindah dari satu guru ke guru lain, dari satu pesantren ke pesantren lain. Tujuan pengembaraan ini adalah untuk memperdalam pemahaman agama dari berbagai disiplin ilmu.

Beliau mempelajari berbagai kitab klasik, mulai dari tafsir, hadis, fikih, akhlak, hingga tasawuf. Ketekunan dalam belajar di berbagai pesantren ternama menempa beliau menjadi seorang ulama yang mumpuni. Pengembaraan ilmu semacam ini juga melatih kemandirian, kesabaran, dan keuletan, sifat-sifat yang sangat dibutuhkan dalam perjuangan hidup.

Guru-Guru

Dalam tradisi pesantren, peran guru sangat sentral. Ilmu diperoleh melalui talaqqi (belajar langsung) dari seorang guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Meskipun nama-nama spesifik guru beliau tidak disebutkan secara detail di sumber yang ada, dapat dipastikan bahwa KH. Sujadi menimba ilmu dari ulama-ulama besar pada masanya.

Guru-guru beliau bukan hanya mengajarkan teori keagamaan, tetapi juga memberikan teladan praktik kehidupan beragama yang baik. Mereka membentuk akhlak dan spiritualitas KH. Sujadi, menjadikannya pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya secara batiniah. Bimbingan dari para guru inilah yang menjadi bekal utama beliau dalam berdakwah dan mendidik umat.

Mendirikan Pondok Pesantren

Puncak dari perjalanan menuntut ilmu dan keinginan untuk berdakwah adalah dengan mendirikan lembaga pendidikan sendiri. KH. Sujadi memilih Pringsewu, Lampung, sebagai lokasi untuk mewujudkan cita-citanya membangun pusat pendidikan Islam. Memulai sebuah pesantren dari nol bukanlah perkara mudah.

Diperlukan keberanian, keyakinan yang kuat, dan kerja keras yang tiada henti. Beliau memulai dengan fasilitas yang sangat sederhana, mungkin hanya berupa mushola kecil dan beberapa kamar santri seadanya. Namun, dengan keikhlasan dan niat luhur, sedikit demi sedikit, Pesantren Nurul Ummah mulai tumbuh dan berkembang.

Pendirian pesantren ini dilandasi oleh keinginan kuat untuk mencetak generasi muda yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memiliki karakter mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. KH. Sujadi mencurahkan seluruh energi dan pikirannya untuk membangun sistem pendidikan yang holistik. Beliau mengajarkan pentingnya keseimbangan antara ilmu formal di kelas dan pendidikan karakter serta spiritual melalui kehidupan sehari-hari di pesantren.

Perjalanan Hidup dan Dakwah

Kehidupan seorang Kiai tak bisa dilepaskan dari aktivitas dakwah. Setelah matang dalam menuntut ilmu dan mendirikan pesantren, KH. Sujadi mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menyebarkan ajaran Islam dan membina umat. Dakwahnya tidak hanya melalui ceramah, tetapi juga melalui teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Beliau aktif berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan keluhan mereka, memberikan solusi berdasarkan ajaran Islam, dan membantu memecahkan masalah sosial. Pendekatan dakwah yang santun dan merangkul membuat beliau dicintai oleh masyarakat luas. KH. Sujadi mengajarkan bahwa dakwah adalah tugas setiap Muslim, bukan hanya ulama, dan bisa dilakukan melalui berbagai cara positif.

Karier

Selain mengelola pesantren dan berdakwah, seorang ulama seringkali juga memiliki peran lain dalam masyarakat atau organisasi keagamaan. Meskipun detail karier beliau di luar pesantren tidak disebutkan secara spesifik, bisa jadi KH. Sujadi juga aktif dalam struktur organisasi Islam setempat, seperti MUI, NU, atau lembaga dakwah lainnya. Keterlibatan ini penting untuk memperluas jangkauan dakwah dan kontribusi beliau.

Sebagai pendiri pesantren, tugas utama “karier” beliau tentu adalah memimpin dan mengembangkan Pondok Pesantren Nurul Ummah. Ini mencakup berbagai aspek, mulai dari manajemen kurikulum, pengasuhan santri, pembangunan infrastruktur, hingga mencari dukungan dan sumber daya. Peran ini sangat vital dan membutuhkan dedikasi penuh waktu.

Kemungkinan lain, beliau juga pernah mengemban amanah sebagai pengurus di lembaga-lembaga pendidikan atau sosial di Pringsewu. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan menunjukkan bahwa KH. Sujadi adalah sosok yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kondisi umat dan lingkungannya.

Kontribusi dan Warisan

Kontribusi terbesar KH. Sujadi tentu saja adalah berdirinya Pondok Pesantren Nurul Ummah. Pesantren ini menjadi pusat kegiatan belajar mengajar agama Islam dan pembinaan akhlak bagi ribuan santri dari berbagai daerah. Melalui pesantren ini, beliau telah mencetak banyak generasi yang diharapkan menjadi agen perubahan positif di masyarakat.

Selain itu, teladan hidup KH. Sujadi yang sederhana, tawadhu, dan pekerja keras juga merupakan warisan berharga. Beliau mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam berjuang dan tidak pernah menyerah menghadapi tantangan. Semangat inilah yang terus hidup di kalangan santri dan pengurus pesantren.

Pesantren Nurul Ummah terus berupaya mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman, namun tetap berpegang teguh pada ajaran agama Islam dan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh KH. Sujadi. Mereka meneruskan visi dan misi beliau untuk mencetak santri yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah.

Filosofi Pendidikan di Nurul Ummah

Meskipun detail kurikulum atau metode pengajaran spesifik tidak disebutkan dalam sumber, dapat diasumsikan bahwa filosofi pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Ummah sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan keilmuan KH. Sujadi. Biasanya, pesantren tradisional menekankan pada penguasaan kitab kuning (literatur Islam klasik) yang mendalam.

Namun, seiring waktu, pesantren juga mengintegrasikan kurikulum umum untuk membekali santri agar siap menghadapi tantangan dunia modern. Filosofi yang dianut kemungkinan adalah keseimbangan antara kecerdasan intelektual (fikih, tafsir, hadis), spiritual (tasawuf, akhlak), dan keterampilan hidup. Pendidikan karakter, kemandirian, dan rasa tanggung jawab sosial juga pasti menjadi fokus utama.

KH. Sujadi mungkin menekankan pentingnya amaliah (pengamalan ilmu) dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon tak berbuah. Oleh karena itu, kegiatan ibadah, disiplin harian, dan interaksi positif antar santri dan guru menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan di Nurul Ummah.

Menginspirasi Generasi Muda

Kisah hidup KH. Sujadi adalah sumber inspirasi, terutama bagi generasi muda. Beliau membuktikan bahwa keterbatasan di awal kehidupan bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita besar. Dengan ketekunan menuntut ilmu, keikhlasan berjuang, dan keyakinan pada pertolongan Allah, seseorang bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi umat dan bangsa.

Semangat beliau dalam membangun pesantren dari nol mengajarkan arti pentingnya visi, kegigihan, dan kepemimpinan. Para santri dan alumni Pesantren Nurul Ummah diharapkan dapat meneladani sifat-sifat mulia KH. Sujadi dalam menjalani kehidupan mereka di masyarakat. Menjadi pribadi yang saleh, bermanfaat, dan senantiasa berjuang di jalan kebaikan.

Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa warisan terbaik seorang ulama bukanlah harta benda, melainkan ilmu yang bermanfaat, amal jariyah (seperti pesantren yang terus berjalan), dan doa dari anak-anak saleh serta santri yang dididiknya. KH. Sujadi telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya.

Refleksi dan Doa

Mengenang kembali perjalanan hidup KH. Sujadi hendaknya membuat kita merenung tentang makna pengabdian dan perjuangan. Betapa banyak rintangan yang mungkin beliau hadapi, namun semua itu dilalui dengan kesabaran dan keyakinan. Dedikasi beliau dalam mendidik umat patut kita apresiasi dan teladani.

Mari kita doakan semoga segala amal ibadah dan perjuangan KH. Sujadi diterima di sisi Allah SWT. Semoga Pondok Pesantren Nurul Ummah yang beliau rintis terus berkembang, memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, dan menjadi saksi kebaikan beliau di akhirat kelak. Semoga para santri dan penerus estafet kepemimpinan di sana senantiasa diberi kekuatan dan bimbingan untuk meneruskan cita-cita luhur almarhum.

Referensi

Referensi yang digunakan untuk merangkai kisah ini adalah informasi dasar yang tersedia mengenai KH. Sujadi dan Pondok Pesantren Nurul Ummah. Mengingat keterbatasan detail pada sumber awal, banyak bagian dikembangkan berdasarkan pola umum perjalanan hidup seorang Kiai pendiri pesantren di Indonesia.


Bagaimana kisah inspiratif KH. Sujadi ini memotivasi Anda? Adakah pelajaran penting yang bisa diambil dari perjuangan beliau dalam menuntut ilmu dan mendirikan pesantren? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar