Kucing, Buku, dan Keajaiban: Review Novel The Cat Who Saved Books

Table of Contents

Kucing, Buku, dan Keajaiban: Review Novel The Cat Who Saved Books

The Cat Who Saved Books adalah novel yang ditulis oleh Sosuke Natsukawa. Novel ini pertama kali dirilis di Jepang oleh Shogakukan pada tahun 2017. Kepopulerannya membawa novel ini diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Bahasa Inggris oleh Louise Heal Kawai pada tahun 2021 dan diterbitkan oleh HarperVia. Uniknya, ini adalah karya pertama Sosuke Natsukawa yang diterjemahkan ke Bahasa Inggris, membuka pintu bagi pembaca internasional untuk menikmati tulisannya yang memikat.

Novel ini mendapat beragam ulasan dari para kritikus. Lanie Tankard dari World Literature Today sempat membandingkannya dengan novel The Jungle karya Upton Sinclair karena dinilai sama-sama mengandung komentar mendalam tentang industri penerbitan. Sementara itu, Kirkus Reviews memberikan ulasan yang sangat positif, bahkan menyebut buku ini “mirip catnip”—istilah yang biasa dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang sangat disukai kucing, menandakan daya tariknya yang kuat bagi pembaca.

Di sisi lain, ada juga pandangan yang berbeda. Publishers Weekly menganggap novel ini “terlalu sederhana” dan kurang substansial jika dilihat dari kedalamannya. Namun, mereka juga mengakui kelebihan lain dari buku ini, yaitu nuansanya yang “penuh harapan dan ringan”, yang membuatnya nyaman dibaca. Hephzibah Anderson dari The Observer pun memberikan pandangan senada, menggambarkan novel ini sebagai karya yang “aneh” (peculiar), mungkin merujuk pada elemen fantasi dan keunikannya.

Di Indonesia, kabar baik datang untuk para pencinta buku. Novel The Cat Who Saved Books sudah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Buku ini dirilis pada tanggal 14 Juli 2024, dengan ketebalan sekitar 200 halaman. Versi terjemahan ini memungkinkan pembaca Tanah Air untuk ikut merasakan keajaiban petualangan Rintaro dan Tiger tanpa hambatan bahasa. Novel ini memang sangat dinantikan, terutama oleh mereka yang gemar membaca cerita-cerita ringan namun penuh makna dan sentuhan fantasi.

Sinopsis: Kisah Rintaro dan Tiger

Cerita ini berpusat pada Rintaro Natsuki, seorang siswa SMA yang introver dan kurang bergaul. Hidupnya tiba-tiba berubah drastis ketika kakeknya yang sangat dicintainya meninggal dunia. Rintaro mewarisi toko buku bekas milik kakeknya, Natsuki Books. Namun, dengan kepergian kakek, Rintaro merasa hampa dan memutuskan untuk menutup toko buku itu, merencanakan untuk pindah dan tinggal bersama bibinya. Kehilangan kakek adalah pukulan berat baginya, membuat ia merasa sendiri dan tidak yakin apa yang harus dilakukan dengan warisan literasi yang ditinggalkan kakek.

Di tengah kebingungannya saat membereskan toko, sesuatu yang ajaib terjadi. Muncul seekor kucing berwarna jingga yang bisa bicara! Kucing itu memperkenalkan dirinya sebagai Tiger. Bukan sembarang kucing, Tiger ternyata adalah kucing ajaib yang memiliki misi. Dia meminta bantuan Rintaro untuk menyelamatkan buku-buku yang “kesepian”. Buku-buku ini adalah buku-buku yang entah itu diabaikan, disalahgunakan, atau tidak dihargai oleh pemiliknya.

Misi ini membawa Rintaro, yang awalnya enggan dan pemalu, pada serangkaian petualangan luar biasa. Bersama Tiger, dia harus masuk ke dalam labirin-labirin misterius yang mewakili berbagai situasi di mana buku-buku diperlakukan tidak semestinya. Labirin-labirin ini adalah perwujudan metaforis dari tantangan dan pandangan keliru terhadap literasi di dunia nyata. Setiap labirin menghadirkan situasi unik dan karakter yang berbeda, menguji pemahaman Rintaro tentang nilai buku dan membaca.

Petualangan pertama mereka adalah mengunjungi seorang pria yang menimbun buku-buku tanpa pernah membacanya. Pria ini menganggap koleksi buku sebagai simbol status belaka, membiarkan ribuan buku teronggok di rak tanpa pernah disentuh, seolah-olah buku-buku itu mati secara perlahan. Rintaro dan Tiger harus meyakinkan pria ini bahwa buku hidup ketika dibaca, bukan hanya sekadar dipajang. Ini adalah labirin pertama yang mengajarkan Rintaro tentang pentingnya membaca aktif dan bukan hanya menimbun.

Di labirin lain, mereka bertemu dengan seorang “penyiksa buku” yang gemar memotong halaman-halaman buku hanya agar bisa membaca lebih cepat atau mendapatkan intisarinya saja. Orang ini tidak menghargai bentuk fisik buku, alur cerita yang utuh, atau pengalaman membaca secara keseluruhan. Dia hanya ingin informasi secepat mungkin, mengabaikan keindahan dan kekayaan yang tersimpan dalam setiap halaman. Rintaro dan Tiger harus menghadapi argumennya dan menunjukkan kepadanya nilai dari menikmati buku secara penuh, menghargai proses membaca itu sendiri.

Petualangan belum berakhir. Mereka juga berhadapan dengan seorang penerbit besar yang hanya peduli pada keuntungan. Penerbit ini hanya mau menerbitkan buku-buku yang sudah pasti laku keras di pasaran, mengabaikan karya-karya sastra yang mungkin kurang populer namun memiliki nilai seni atau pesan yang mendalam. Baginya, buku hanyalah produk komersial, bukan medium untuk menyebarkan ide atau cerita berharga. Tantangan di sini adalah bagaimana menyadarkan penerbit ini bahwa ada nilai yang lebih tinggi dari sekadar angka penjualan dalam dunia literasi.

Setiap labirin ini menguji Rintaro, memaksanya keluar dari zona nyamannya dan berbicara untuk membela buku-buku yang “terluka” ini. Tiger bertindak sebagai pemandu dan pendorong, menggunakan kebijaksanaan kucingnya yang unik untuk memotivasi Rintaro. Perjalanan mereka bukan hanya tentang menyelamatkan buku, tetapi juga tentang pertumbuhan pribadi Rintaro. Dari pemuda yang pendiam dan pasrah, dia mulai menemukan suara dan keberaniannya.

Puncak dari petualangan mereka adalah tantangan terakhir, sebuah labirin pamungkas yang disebut-sebut paling sulit. Untuk menghadapi ujian ini, Rintaro dan Tiger membutuhkan keberanian luar biasa dan pemahaman mendalam tentang apa arti sebenarnya dari mencintai buku dan membaca. Labirin terakhir ini menjadi ujian terberat bagi keyakinan dan tekad Rintaro, menguji semua pelajaran yang telah ia dapatkan dari labirin-labirin sebelumnya.

Di balik petualangan fantasi ini, cerita ini juga menyoroti rasa duka Rintaro atas kepergian kakeknya. Kehilangan ini adalah kenyataan yang sulit diterima, terasa begitu nyata seperti terbitnya matahari. Awalnya, Rintaro mencoba mengabaikannya, berpura-pura semuanya baik-baik saja. Namun, kenyataan itu tetap menghantui. Sikapnya yang tenang dan kelihatannya dingin di mata orang lain saat pemakaman sebenarnya adalah bentuk dari syok dan duka yang mendalam. Dia terperangkap dalam kesedihannya, matanya terpaku pada foto kakek, figur yang selama ini menjadi dunianya. Kemunculan Tiger dan misi menyelamatkan buku inilah yang perlahan menarik Rintaro keluar dari kepompong dukanya, memberinya tujuan baru, dan membantunya memproses kehilangannya dengan cara yang tak terduga.

Menggali Pesan dalam Novel

Novel The Cat Who Saved Books mungkin terlihat sederhana di permukaannya, namun menyimpan kedalaman yang kaya. Sosuke Natsukawa berhasil merangkai berbagai tema penting dalam satu narasi yang hangat dan memikat. Di dalamnya, kita bisa menemukan eksplorasi tentang pentingnya hubungan keluarga, kekuatan persahabatan yang tak terduga (antara manusia dan kucing ajaib!), sensasi petualangan, hingga elemen fantasi yang membuat cerita ini unik. Semua elemen ini berlatar di sebuah toko buku kecil yang kuno, menciptakan suasana yang intim dan penuh nostalgia bagi para pencinta buku.

Salah satu kekuatan utama novel ini terletak pada pengembangan karakter Rintaro. Di awal cerita, dia digambarkan sebagai pemuda yang pemalu, pasrah, dan terperangkap dalam kesedian pasca kematian kakeknya. Namun, melalui interaksinya dengan Tiger dan petualangan di labirin-labirin buku, Rintaro mulai berubah. Dia belajar untuk berbicara, membela keyakinannya, menghadapi ketakutannya, dan mengambil keputusan penting. Transformasinya dari seorang penyendiri menjadi sosok yang lebih percaya diri dan memahami nilai kehidupan serta kecintaannya pada buku digambarkan dengan sangat baik dan terasa organik.

Bagi para pecinta buku, novel ini menawarkan pengalaman yang sangat personal dan emosional. Cerita ini dipenuhi dengan nuansa sentimental dan idealisme tentang dunia literasi. Petualangan menyelamatkan buku-buku yang “kesepian” resonansi kuat dengan perasaan banyak pembaca yang menganggap buku sebagai teman atau bahkan makhluk hidup. Novel ini secara efektif mempertegas keyakinan bahwa membaca bukanlah sekadar kegiatan pasif, melainkan sebuah perjalanan aktif untuk terus belajar, memperluas wawasan, menumbuhkan empati, dan mempertahankan harapan akan hal-hal baik di dunia. Konsep labirin-labirin buku yang harus “diselamatkan” oleh Rintaro dan Tiger adalah metafora yang kuat untuk berbagai tantangan yang dihadapi buku dan pembaca di era modern.

Lebih dari sekadar petualangan, novel ini juga diperkaya dengan kutipan-kutipan bijak dan pelajaran hidup yang mendalam. Melalui dialog antara Rintaro dan Tiger, serta kilas balik pada nasihat-nasihat kakek Rintaro, pembaca diajak untuk merenungkan berbagai aspek kehidupan. Ada pesan tentang pentingnya empati, memahami sudut pandang orang lain melalui cerita, dan menyadari bahwa buku bisa menjadi jembatan untuk menjelajahi dunia yang mungkin tak pernah kita kunjungi secara fisik. Nasihat kakek Rintaro, yang merupakan seorang bibliophile sejati, berfungsi sebagai kompas moral bagi Rintaro dan pembaca.

Meskipun novel ini tergolong tidak terlalu tebal, pesan yang disampaikannya sangat kuat. Buku ini mengingatkan kita bahwa literasi bukan hanya tentang membaca, tetapi juga tentang koneksi, pemahaman, dan kasih sayang. Di balik keabsurdan elemen fantasi dalam cerita, novel ini menekankan bahwa selalu ada keindahan dan makna yang layak dirayakan dalam kehidupan, seringkali ditemukan di tempat-tempat yang paling tidak terduga, seperti di tumpukan buku lama. Kelebihan lainnya adalah gaya penulisan Sosuke Natsukawa yang mengalir dan mudah diikuti, membuat cerita ini terasa ringan meskipun membahas tema yang cukup dalam. Novel ini berhasil menyeimbangkan antara narasi fantasi, pertumbuhan karakter, dan refleksi filosofis tentang membaca dengan apik.

Penutup: Lebih dari Sekadar Cerita

The Cat Who Saved Books adalah novel yang sangat direkomendasikan, terutama jika kamu adalah seorang pecinta buku sejati. Cerita ini akan menyentuh hati dan mengingatkan kembali mengapa kita jatuh cinta pada dunia literasi. Novel ini membahas tema-tema universal seperti cinta (terhadap buku dan keluarga), kehilangan, duka, dan harapan, yang semuanya dikemas dalam bingkai cerita fantasi yang menawan. Melalui petualangan Rintaro yang magis dan reflektif bersama Tiger, kita diajak untuk merenungkan kembali makna sejati dari kegiatan membaca dan betapa pentingnya menjaga warisan pengetahuan serta imajinasi yang terkandung dalam buku-buku.

Salah satu kutipan yang paling berkesan dan menjadi inti dari pesan novel ini adalah:

“Buku memiliki kekuatan yang luar biasa. Tapi ingatlah, yang memiliki kekuatan adalah buku itu sendiri, bukan kamu.”

Kalimat ini diucapkan di momen penting dalam cerita, dan sangat relevan dengan perjuangan Rintaro menghadapi orang-orang yang menyalahgunakan atau meremehkan buku. Kutipan ini mengajarkan bahwa kekuatan buku terletak pada kontennya, ide-ide yang dibawanya, dan dampaknya terhadap pembaca, bukan pada kemampuan seseorang untuk memanipulasi atau mengeksploitasinya demi kepentingan pribadi, entah itu untuk pamer koleksi, mencari keuntungan semata, atau hanya mengambil informasi tanpa menghargai prosesnya. Ini adalah pengingat untuk menghormati esensi buku dan memperlakukannya dengan penuh penghargaan.

Novel karya Sosuke Natsukawa ini bukan hanya kisah petualangan seru antara seorang pemuda dan kucing ajaib. Lebih dari itu, novel ini adalah sebuah perenungan mendalam tentang peran pembaca di era modern. Di tengah gempuran informasi dan berbagai bentuk hiburan, The Cat Who Saved Books datang sebagai pengingat lembut namun kuat tentang nilai tak ternilai dari membaca buku. Dengan balutan cerita yang sederhana namun sarat makna, novel ini menjadi bacaan yang menginspirasi dan menghangatkan hati bagi siapa saja yang mencintai buku dan percaya pada kekuatan cerita. Novel ini seolah merayakan hubungan unik antara manusia dan buku, serta bagaimana hubungan itu bisa membentuk dan mengubah kita.

Rekomendasi Bacaan Serupa

Jika kamu menyukai The Cat Who Saved Books karena tema buku, kucing, atau sentuhan fantasi yang hangat, mungkin kamu juga akan tertarik dengan beberapa rekomendasi buku ini:

Kucing Bernama Dickens

Buku ini adalah kumpulan cerita singkat yang berfokus pada kucing. Bagi para cat lovers, buku ini pasti akan sangat relatable dan menyentuh hati. Penulisnya, yang sangat menyayangi kucing, mengumpulkan berbagai kisah nyata maupun fiksi yang menunjukkan betapa berartinya kucing dalam kehidupan manusia. Cerita-cerita dalam buku ini bervariasi, seindah warna bulu kucing, dan menyoroti peran kucing sebagai teman, penghibur, atau bahkan penyelamat di saat-saat sulit. Buku ini memperlihatkan bahwa kucing sering kali muncul dalam hidup kita ketika kita paling membutuhkannya, membawa kehangatan dan keajaiban tersendiri. Jika kamu suka cerita yang penuh perasaan tentang ikatan antara manusia dan hewan peliharaan, khususnya kucing, buku ini adalah pilihan yang tepat.

Dallergut: Toko Penjual Mimpi

Bayangkan ada sebuah desa yang hanya bisa kamu kunjungi dalam tidurmu! Dallergut: Toko Penjual Mimpi adalah novel fantasi yang membawa kita ke tempat ajaib itu. Di desa ini, ada toko paling populer bernama Dallergut, tempat di mana mimpi dikumpulkan dan dijual. Toko ini ramai dikunjungi oleh berbagai makhluk, baik manusia maupun hewan, yang datang untuk “membeli” mimpi sebelum mereka tidur. Ada berbagai macam “genre” mimpi yang tersedia di setiap lantai toko, mulai dari mimpi indah tentang masa kecil, liburan menyenangkan, hingga mimpi buruk dan mimpi misterius. Cerita ini berpusat pada Penny, seorang karyawan baru yang ceroboh namun penuh rasa ingin tahu. Bersama karakter unik lainnya seperti pemilik toko Dallergut, produser mimpi legendaris Aganap Coco, dan manajer Vigo Myers, Penny mengalami berbagai petualangan menarik dan misteri di dunia mimpi. Buku ini menawarkan imajinasi yang liar dan petualangan yang unik, cocok bagi pembaca yang menyukai fantasi dengan sentuhan sureal.

Toko Buku Kucing Hitam

Novel ini menggabungkan kecintaan pada buku (terutama genre misteri) dengan kehadiran kucing yang istimewa. Marzio Montecristo, seorang pensiunan guru matematika yang sangat menggemari cerita kriminal, membuka toko buku kecil di Cagliari. Toko bukunya diberi nama “Les Chats Noirs”, yang berarti “Kucing Hitam” dalam Bahasa Prancis. Nama ini terinspirasi dari dua kucing hitam yang entah bagaimana datang ke toko dan memutuskan untuk tinggal di sana selamanya. Kedua kucing ini, yang dinamai Marzio dengan nama detektif fiksi terkenal Miss Marple dan Poirot, menjadi daya tarik tersendiri bagi toko tersebut, bahkan menyelamatkannya dari kebangkrutan karena sifat judes Marzio. Kucing-kucing ini memiliki banyak penggemar di Instagram! Selain itu, toko ini juga memiliki Klub Buku Detektif Selasa, sebuah kelompok pembaca yang awalnya tampak tidak serasi tetapi ternyata sangat kompak. Kelompok ini bahkan pernah membantu detektif sungguhan, Angela Dimase, teman lama Marzio, dalam menyelesaikan kasus kriminal. Kini, Angela kembali meminta bantuan mereka untuk menginvestigasi serangkaian pembunuhan kejam yang dilakukan oleh pelaku yang dijuluki “pembunuh jam pasir” karena meninggalkan jam pasir di setiap TKP. Klub Detektif Selasa, di bawah pengawasan Miss Marple dan Poirot si kucing, pun terjun ke dalam labirin misteri, mencoba mengungkap kebenaran di balik kasus yang rumit ini. Novel ini sangat cocok bagi kamu yang suka misteri, toko buku, dan tentu saja, kucing!

Gimana Grameds, tertarik untuk menyelami dunia Rintaro dan Tiger, atau mungkin petualangan literasi lainnya? Buku-buku ini menawarkan pengalaman membaca yang unik dan pastinya akan meninggalkan kesan.

Sudahkah kamu membaca The Cat Who Saved Books atau salah satu rekomendasi di atas? Bagikan pendapatmu di kolom komentar di bawah! Buku mana yang paling menarik perhatianmu?

Posting Komentar