Luhut Bilang Ada PHK Massal? Tenang, 67 Ribu Lowongan Kerja Siap Dibuka!

Table of Contents

Luhut Bilang Ada PHK Massal? Tenang, 67 Ribu Lowongan Kerja Siap Dibuka!

Belakangan ini, kabar soal Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK massal memang lagi santer terdengar. Banyak yang jadi deg-degan soal stabilitas pekerjaan. Nah, di tengah situasi yang bikin was-was ini, ada kabar baik nih datang dari Pak Luhut Binsar Pandjaitan, selaku Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Beliau punya prediksi yang lumayan bikin lega, katanya bakal ada puluhan ribu lowongan kerja baru yang siap menyerap tenaga kerja kita. Ini tentu jadi angin segar di tengah isu yang kurang mengenakkan itu.

Dalam sebuah acara di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, pada Kamis (12/6/2025) lalu, Pak Luhut menyampaikan pandangannya. Beliau mengakui memang benar ada PHK yang terjadi. Tapi, katanya, kita nggak perlu panik berlebihan. Kenapa? Karena menurut prediksi timnya, akan muncul sekitar 67 ribu lapangan pekerjaan baru sebelum tahun ini berakhir. Jadi, meskipun ada yang kehilangan pekerjaan, ada juga pintu rezeki baru yang terbuka lebar.

Ini penting banget buat kita pahami. Isu PHK memang nyata dan berdampak ke banyak orang. Namun, melihat gambaran besarnya, ternyata pertumbuhan ekonomi dan investasi juga masih berjalan, menciptakan peluang-peluang baru. Pak Luhut menekankan bahwa prediksi 67 ribu lowongan ini bukan cuma angka asal sebut, lho. Ada dasar dan alasannya.

Dari Mana Datangnya 67 Ribu Lowongan Kerja Baru Ini?

Nah, pasti banyak yang bertanya-tanya, lowongan sebanyak itu datangnya dari mana ya? Menurut Pak Luhut, dan detail yang tertuang dalam materi paparannya, angin segar berupa puluhan ribu lapangan kerja ini muncul berkat relokasi beberapa pabrik tekstil dari merek-merek global. Iya, merek-merek fashion dunia yang produknya mungkin sering kita pakai itu, ternyata ada yang memutuskan untuk memindahkan basis produksinya ke Indonesia.

Industri padat karya seperti tekstil dan garmen memang punya peran vital dalam penyerapan tenaga kerja di negara kita. Satu pabrik saja bisa mempekerjakan ribuan orang. Jadi, ketika ada merek global yang merelokasi pabriknya ke sini, dampaknya terhadap lapangan kerja itu luar biasa besar. Inilah yang terjadi sekarang, menurut data yang dipaparkan oleh Pak Luhut. Dua merek tekstil global tersebut memilih Indonesia sebagai tujuan relokasi mereka tahun ini.

Jumlah persisnya, berdasarkan bahan paparan itu, adalah 67.780 lapangan pekerjaan baru. Angka ini cukup detail, menunjukkan ada perhitungan yang matang di baliknya. Tentu saja, nama perusahaan merek tekstil global itu tidak disebutkan secara rinci oleh Pak Luhut di acara tersebut. Mungkin ada pertimbangan tertentu, entah terkait kerahasiaan bisnis atau hal lainnya. Yang jelas, kabar ini memberikan harapan baru bagi banyak pencari kerja di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa daya tarik Indonesia sebagai basis produksi, terutama untuk industri padat karya, masih cukup tinggi di mata investor asing.

Sebaran Lokasi Pabrik dan Kebutuhan Tenaga Kerja

Informasi yang lebih menarik lagi adalah, relokasi dua merek tekstil global ini ternyata sudah punya rencana detail soal lokasi pabriknya. Penempatan pabrik-pabrik ini tersebar di beberapa wilayah di Pulau Jawa, yang memang dikenal sebagai pusat industri tekstil dan garmen di Indonesia. Yuk, kita lihat sebarannya:

Pertama, ada rencana pembangunan dua pabrik di wilayah Banten. Tepatnya berlokasi di daerah Serang dan Tangerang. Dua pabrik di area ini diperkirakan akan membutuhkan sekitar 1.520 orang tenaga kerja baru. Lumayan, kan? Dua kota yang cukup padat penduduknya ini akan punya tambahan peluang kerja yang signifikan dari sektor ini.

Kedua, wilayah Jawa Barat juga kebagian jatah yang cukup besar. Rencananya, akan ada 11 pabrik baru yang dibangun di provinsi terpadat di Indonesia ini. Lokasinya tersebar di beberapa kabupaten/kota, meliputi Cirebon, Majalengka, Subang, Purwakarta, Karawang, Cimahi, sampai Bekasi. Wilayah-wilayah ini memang sudah lama dikenal sebagai kawasan industri. Dengan tambahan 11 pabrik ini, diperkirakan akan tercipta lapangan kerja untuk 5.469 orang. Angka ini menunjukkan skala investasi yang cukup besar di Jawa Barat.

Ketiga, porsi terbesar dari relokasi ini jatuh ke wilayah Jawa Tengah. Di provinsi ini, direncanakan akan dibangun 10 pabrik baru. Lokasinya juga cukup beragam, mulai dari Brebes, Boyolali, Demak, Slawi, Batang, Kedungkelor, sampai Pekalongan. Yang bikin melongo, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di 10 pabrik di Jawa Tengah ini mencapai angka fantastis, yaitu 60.481 orang! Ya, enam puluh ribu lebih! Ini angka yang sangat besar dan bisa memberikan dorongan signifikan bagi penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah. Wilayah-wilayah ini memang sedang gencar-gencarnya membangun kawasan industri baru dan memperbaiki konektivitas.

Terakhir, wilayah Jawa Timur juga tak ketinggalan. Meskipun jumlah pabriknya tidak sebanyak di Jawa Barat atau Jawa Tengah, ada satu pabrik baru yang akan berlokasi di daerah Pleret. Pabrik di Jawa Timur ini diperkirakan membutuhkan sekitar 400 orang tenaga kerja baru. Meski angkanya lebih kecil dibanding yang lain, ini tetap berkontribusi pada total lapangan kerja baru yang akan tercipta.

Kalau kita total semua angka kebutuhan tenaga kerja dari rencana relokasi ini (1.520 + 5.469 + 60.481 + 400), hasilnya memang persis 67.870. Angka ini sedikit berbeda dengan angka 67.000 atau 67.780 yang disebutkan sebelumnya, mungkin ada pembulatan atau data yang lebih baru. Tapi intinya, angkanya memang di kisaran 67-68 ribu, sesuai dengan prediksi Pak Luhut. Distribusi terbesar ada di Jawa Tengah, menunjukkan provinsi ini menjadi magnet kuat bagi industri padat karya.

Menepis Pandangan Industri Tekstil Lesu

Selain memberikan kabar baik soal lowongan kerja, Pak Luhut juga berusaha menepis pandangan negatif soal kondisi industri tekstil dan alas kaki di Indonesia. Menurut beliau, tidak benar jika dikatakan industri ini sedang mengalami kontraksi atau kemunduran. Justru, yang terjadi adalah pergerakan atau relokasi.

“Beberapa orang mengatakan tentang penurunan garmen dan alas kaki di Indonesia, yang mana tidak benar,” tegas Pak Luhut. Beliau kemudian memberikan contoh menarik. Beliau sangat terkejut ketika mengetahui bahwa ada pabrik dari China yang merelokasi sebagian industrinya bukan ke kawasan ekonomi khusus yang sudah disiapkan pemerintah, melainkan ke sebuah kota kecil di Jawa Tengah.

Alasan relokasi ke kota kecil itu pun cukup unik. Menurut informasi yang didapat Pak Luhut, alasannya sederhana: “Feng Shui di sana sangat bagus, bukan di sini.” Wah, menarik sekali ya, ternyata faktor non-teknis seperti Feng Shui pun bisa jadi pertimbangan dalam keputusan bisnis relokasi skala besar seperti ini. Ini sesuatu yang mungkin tidak pernah diprediksi oleh analis ekonomi konvensional.

Dan yang lebih penting lagi, meskipun pindah ke kota kecil dengan alasan yang mungkin terdengar non-ekonomis, pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. “Tahukah Anda berapa banyak yang mereka pekerjakan? Mereka mempekerjakan 10.000 orang,” ungkap Pak Luhut. Ini membuktikan bahwa bahkan pergerakan atau relokasi yang mungkin tidak terduga lokasinya pun, tetap bisa membawa dampak positif signifikan bagi penyerapan tenaga kerja lokal.

Jadi, narasi yang dibangun Pak Luhut adalah bahwa meskipun mungkin ada penyesuaian atau pergeseran dalam industri tekstil, secara keseluruhan tidak terjadi kemunduran total. Relokasi dari negara lain, seperti China, justru membuka peluang baru di dalam negeri, terutama di wilayah-wilayah yang mungkin sebelumnya kurang tersentuh industri besar.

Fakta Angka PHK dan Pengangguran Saat Ini

Setelah mendengar prediksi positif dari Pak Luhut, penting juga bagi kita untuk melihat data faktual terkait kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Karena bagaimanapun juga, isu PHK massal yang ramai dibicarakan itu juga ada dasarnya.

Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), per tanggal 20 Mei 2025, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memang menunjukkan kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Totalnya mencapai 26.455 orang. Ini adalah angka yang cukup besar dan pasti berdampak pada kehidupan puluhan ribu keluarga di Indonesia. Kenaikan ini tentu patut jadi perhatian serius bagi pemerintah dan semua pihak terkait.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat data terkait jumlah pengangguran di Indonesia. Per Februari 2025, jumlah orang yang tidak bekerja mencapai 7,28 juta jiwa. Angka ini setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,76%. TPT ini adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka 4,76% ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 orang dalam angkatan kerja, hampir 5 orang di antaranya tidak memiliki pekerjaan.

Selain data nasional, ada juga pandangan dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). Dalam laporannya per April 2025, IMF memproyeksikan angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2025 akan sedikit naik menjadi 5%. Angka ini menempatkan Indonesia di urutan kedua dengan angka pengangguran terbesar di antara negara-negara berkembang di Asia Pasifik. Ini tentu bukan posisi yang ideal, ya. Di Asia Pasifik, banyak negara berkembang lain yang TPT-nya lebih rendah dari kita.

Proyeksi IMF sebesar 5% di tahun 2025 ini bahkan mengalami kenaikan tipis jika dibandingkan dengan proyeksi mereka untuk tahun 2024 yang sebesar 4,9%. Kenaikan ini, meskipun kecil, menunjukkan adanya tren yang perlu diwaspadai terkait serapan tenaga kerja di Indonesia. Menjadi urutan kedua di Asia Pasifik dalam hal pengangguran di negara berkembang adalah cerminan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menampung pertumbuhan angkatan kerja setiap tahunnya. Angka-angka ini menunjukkan bahwa isu pengangguran dan PHK memang bukan isapan jempol, melainkan fakta yang tercermin dalam data resmi dan proyeksi lembaga internasional.

Namun, di sinilah pentingnya melihat gambaran utuh. Adanya data PHK dan pengangguran yang tinggi itu adalah satu sisi koin. Sisi koin lainnya adalah potensi penciptaan lapangan kerja baru, seperti yang diprediksi Pak Luhut dari relokasi pabrik. Tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa orang-orang yang terkena PHK bisa mendapatkan kesempatan untuk mengisi lowongan kerja baru yang muncul ini. Perlu ada program pelatihan ulang, informasi lowongan yang mudah diakses, dan koneksi yang baik antara industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan angkatan kerja yang tersedia.

Data PHK 26 ribu orang dan proyeksi 67 ribu lowongan baru menunjukkan bahwa secara net, mungkin masih ada penambahan lapangan kerja. Artinya, meskipun ada yang keluar dari pasar kerja karena PHK, jumlah lapangan kerja yang tercipta karena investasi baru lebih banyak. Ini sejalan dengan judul video yang disebutkan di artikel aslinya, yang kurang lebih intinya: Memang Terjadi PHK, Tapi Lapangan Kerja Baru Lebih Banyak.

Diskusi mengenai PHK dan lapangan kerja ini memang kompleks. Di satu sisi, kita berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa banyak saudara-saudara kita kehilangan mata pencaharian. Di sisi lain, ada optimisme dari investasi dan relokasi industri yang berpotensi menciptakan puluhan ribu kesempatan baru. Tugas kita bersama adalah bagaimana menjembatani kedua sisi ini agar dampak negatif PHK bisa diminimalisir dan peluang baru bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Ini butuh kerja keras dari pemerintah, pelaku industri, dan juga kesiapan dari para pekerja untuk terus meningkatkan skill agar relevan dengan kebutuhan pasar kerja yang dinamis. Semoga kabar baik soal 67 ribu lowongan kerja ini benar-benar terwujud dan bisa membantu menekan angka pengangguran di Indonesia.

Bagaimana menurut kalian? Apakah prediksi ini cukup melegakan di tengah isu PHK? Yuk, diskusi di kolom komentar!

Posting Komentar