SPT & Faktur Pajak Era Coretax Berubah! Download Aturan Barunya di Sini!

Table of Contents

SPT Faktur Pajak Era Coretax Berubah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru saja merilis aturan penting terkait pelaksanaan sistem administrasi perpajakan yang baru, yaitu coretax administration system. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak Nomor PER-11/PJ/2025. Beleid ini secara detail mengatur format dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), bukti potong, hingga faktur pajak di era sistem baru ini.

Peraturan ini diterbitkan sebagai respons terhadap berlakunya coretax administration system. Artinya, ada banyak penyesuaian teknis yang harus dilakukan terkait pelaporan pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan bea meterai. Aturan lama dianggap belum memadai untuk mengakomodasi proses bisnis dan teknologi di sistem coretax yang lebih modern.

Salah satu pertimbangan utama dalam penerbitan PER-11/PJ/2025 adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dan petugas pajak. Selain itu, aturan ini juga bertujuan mempermudah administrasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Modernisasi sistem inti administrasi perpajakan ini memang berdampak langsung pada cara wajib pajak berinteraksi dengan DJP, mulai dari lapor SPT sampai urusan faktur pajak.

Penyesuaian yang paling terlihat ada pada bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT. Ini meliputi SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa Bea Meterai, serta SPT Tahunan PPh. Jadi, jangan kaget kalau format SPT yang biasa Anda gunakan akan ada perubahan. Selain itu, aturan baru ini juga merinci ulang proses penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT oleh DJP.

Tidak hanya SPT, ketentuan mengenai laporan penghitungan angsuran PPh Pasal 25 juga diatur ulang. Aturan ini berlaku spesifik untuk entitas tertentu seperti bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya yang masuk kriteria tertentu. Bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian laporan PPh Pasal 25 mereka kini punya panduan baru.

Selain itu, PER-11/PJ/2025 juga memperjelas bagaimana cara menghitung besarnya PPh Pasal 25 dalam situasi-situasi khusus. Misalnya, ada panduan spesifik terkait perhitungan angsuran PPh 25 saat wajib pajak memiliki kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya. Ini detail yang penting agar wajib pajak tidak salah dalam menghitung kewajiban angsuran bulanan mereka.

Salah satu area yang mengalami perubahan signifikan adalah faktur pajak. Aturan baru ini mengatur ulang banyak aspek terkait faktur pajak. Ini mencakup kewajiban kapan dan saat faktur pajak harus dibuat, keterangan apa saja yang wajib tercantum di dalamnya dan bagaimana mengisinya dengan benar. Tentunya, tata cara pembuatan faktur pajak di era digital ini juga diperjelas.

PER-11/PJ/2025 juga membahas detail bagaimana cara melakukan pembetulan atau penggantian faktur pajak yang sudah terbit jika ada kesalahan. Tidak ketinggalan, prosedur pembatalan faktur pajak pun diatur secara lebih rinci. Semua penyesuaian ini diharapkan selaras dengan kapabilitas dan proses yang berjalan di sistem coretax.

Biar makin mudah dipahami, PER-11/PJ/2025 ini sudah melampirkan berbagai contoh format SPT, bukti potong, dan faktur pajak yang baru. Ada juga petunjuk pengisiannya yang diharapkan bisa jadi panduan praktis buat wajib pajak. Aturan ini sendiri sudah berlaku efektif sejak tanggal 22 Mei 2025. Dengan berlakunya beleid ini, berbagai ketentuan terdahulu yang tidak sejalan dengannya dinyatakan dicabut atau tidak berlaku lagi.

Secara keseluruhan, PER-11/PJ/2025 ini adalah dokumen yang cukup komprehensif. Total ada 10 bab dan 147 pasal yang mencakup berbagai aspek teknis pelaporan pajak. Memahami struktur dan isinya jadi penting buat wajib pajak agar proses pelaporan pajak di era coretax berjalan lancar.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas, mari kita lihat perincian bab-bab utamanya:

Struktur PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 ini disusun secara sistematis untuk mencakup semua aspek yang terkait. Berikut adalah gambaran umum isi dari setiap babnya:

Bab Judul Bab Artikel (Contoh) Isi Umum yang Diatur
I Ketentuan Umum 1-2 Definisi istilah yang digunakan, ruang lingkup penerapan aturan
II Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian SPT Masa PPh 3-28 Detail SPT Masa PPh Pasal 21/26, SPT Masa PPh Unifikasi, dan laporan khusus sektor Migas
III Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian SPT Masa PPN 29-76 Ketentuan umum SPT Masa PPN, Faktur Pajak (mulai dari pembuatan, isi, pembetulan, pembatalan, sampai pelaporan), Dokumen tertentu yang disamakan, Jenis-jenis SPT Masa PPN
IV Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian SPT Masa Bea Meterai 77-79 Format dan tata cara pelaporan Bea Meterai
V Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian SPT Tahunan PPh 80-89 Ketentuan umum SPT Tahunan, detail SPT Tahunan Orang Pribadi, dan SPT Tahunan Badan
VI Laporan Penghitungan Angsuran PPh 25 Khusus 90-94 Aturan spesifik penghitungan dan pelaporan PPh Pasal 25 untuk kategori wajib pajak tertentu (Bank, BUMN, dll.)
VII Penyampaian, Penerimaan, Pengolahan SPT 95-112 Prosedur lengkap mulai dari kewajiban lapor, batas waktu, cara penyampaian (elektronik/manual), proses penerimaan, penelitian awal, hingga pengolahan data SPT oleh sistem
VIII Ketentuan Lain-Lain 113-129 Aturan tambahan, termasuk detail penghitungan PPh Pasal 25 dalam kondisi khusus dan hal-hal lain terkait Faktur Pajak dan SPT
IX Ketentuan Peralihan 130-144 Aturan transisi untuk memastikan perpindahan dari sistem lama ke sistem baru berjalan lancar, termasuk penanganan SPT/Faktur Pajak yang terkait periode sebelum berlakunya aturan ini
X Ketentuan Penutup 145-147 Pernyataan tanggal mulai berlaku aturan dan pencabutan aturan lama yang tidak relevan

Detail Perubahan Penting

Mari kita telaah lebih lanjut beberapa bab yang paling berdampak pada wajib pajak sehari-hari.

SPT Masa PPh (Bab II)

Bab ini sangat krusial karena mengatur pelaporan bulanan PPh. Dengan sistem coretax, proses pembuatan dan pelaporan bukti potong serta SPT-nya dipastikan lebih terintegrasi secara digital.

  • PPh Pasal 21/26: Perubahan pada bagian ini akan memengaruhi cara perusahaan melaporkan PPh atas gaji karyawan dan penghasilan lain yang diterima individu (baik penduduk maupun non-penduduk). Format bukti potong mungkin diperbarui agar sesuai dengan coretax, dan pelaporan SPT Masa PPh 21/26 pun harus mengikuti format dan tata cara baru yang diatur di sini. Sistem akan lebih ketat dalam validasi data NIK/NPWP penerima penghasilan.
  • PPh Unifikasi: Bagian ini mengatur pelaporan PPh lainnya yang dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut PPh, seperti PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, dll. Konsep unifikasi berarti semua bukti potong/pungut untuk jenis-jenis PPh ini dilaporkan dalam satu SPT Masa PPh Unifikasi. Coretax akan memastikan data bukti potong ini terekam dengan baik untuk kemudahan rekonsiliasi bagi penerima penghasilan saat lapor SPT Tahunan.

Faktur Pajak (Bab III Bagian Kedua)

Ini adalah bagian yang paling dinanti wajib pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP). Faktur Pajak adalah bukti pungutan PPN, jadi ketentuannya sangat vital.

  • Kewajiban & Saat Pembuatan: Aturan baru memperjelas momen kapan PKP wajib membuat faktur pajak. Ini bisa terkait dengan saat penyerahan BKP/JKP, saat pembayaran, atau saat lain yang diatur. Di era coretax, ketepatan waktu pembuatan sangat ditekankan dan terekam dalam sistem.
  • Keterangan & Pengisian: Format e-Faktur sudah berlaku lama, tapi PER-11/PJ/2025 mungkin memperinci lagi data apa saja yang wajib diisi dengan akurat, termasuk detail transaksi, identitas pembeli/penerima JKP, dan kode transaksi. Validasi oleh sistem coretax akan lebih canggih untuk mendeteksi ketidaksesuaian data.
  • Bentuk & Tata Cara Pembuatan: Meskipun e-Faktur sudah umum, aturan baru ini menguatkan landasan hukum pembuatannya di sistem baru. Penggunaan aplikasi atau interface yang terhubung dengan coretax menjadi standar. Nomor seri faktur pajak kini dikelola sepenuhnya oleh sistem DJP.
  • Pembetulan, Penggantian, Pembatalan: Proses revisi faktur pajak yang salah atau pembatalan transaksi juga diatur ulang agar selaras dengan alur data di coretax. Prosedurnya harus diikuti dengan tepat agar faktur pajak pengganti atau pembatalan diakui oleh sistem.
  • Konsekuensi: Bab ini juga mengingatkan apa dampaknya jika faktur pajak dibuat tidak lengkap, terlambat, atau bahkan dianggap tidak dibuat sama sekali (Pasal 56-59). Konsekuensinya bisa berupa sanksi administrasi bagi PKP penjual dan tidak bisa dikreditkan PPN Masukannya bagi PKP pembeli. Strong text perlu ditekankan: Kepatuhan dalam penerbitan faktur pajak sangat penting!

Penyampaian, Penerimaan, Pengolahan SPT (Bab VII)

Ini adalah bab yang menjelaskan bagaimana interaksi antara wajib pajak dan DJP dalam hal pelaporan.

  • Tata Cara Penyampaian: Fokus utama pasti pada penyampaian SPT secara elektronik. PER-11/PJ/2025 kemungkinan mengatur detail teknis penyampaian lewat platform yang disediakan DJP (web, e-filling, e-form) atau Application Service Provider (ASP). Penyampaian manual mungkin dibatasi untuk kondisi tertentu saja. Bukti penerimaan elektronik akan menjadi sah.
  • Penelitian SPT: Dengan coretax, sistem akan melakukan penelitian awal secara otomatis dan cepat. Validasi NPWP, kesesuaian format, dan perhitungan dasar akan langsung diperiksa. Jika ada yang tidak beres, wajib pajak akan segera menerima notifikasi ketidaklengkapan.

Ini adalah gambaran sederhana alur proses SPT di era baru:

mermaid graph TD A[Siapkan Data Pajak] --> B{Buat Bukti Potong / Faktur Pajak <br/> & Rekap Data}; B --> C[Isi SPT Sesuai Format Baru <br/> di Sistem]; C --> D{Kirim SPT <br/> via Elektronik}; D -- Data Masuk --> E{Sistem Coretax <br/> DJP}; E -- Validasi & Penelitian Awal Otomatis --> F[SPT Diterima <br/> (Jika Valid)]; F --> G[Pengolahan Data Lanjut]; E -- Jika Tidak Valid --> H[Notifikasi <br/> Ketidaklengkapan/Kesalahan]; H --> C; % Wajib Pajak Perbaiki SPT G --> I[Data Tercatat <br/> Resmi di Sistem Pajak];
Diagram di atas menggambarkan alur sederhana proses SPT dan interaksinya dengan sistem DJP berdasarkan ketentuan baru.

Ketentuan Peralihan (Bab IX)

Bab ini sering kali luput dari perhatian, padahal penting. Ketentuan peralihan mengatur bagaimana transaksi, pelaporan, atau proses yang dimulai di era aturan lama diselesaikan atau diakui di bawah aturan baru. Ini vital untuk menghindari kebingungan saat perpindahan sistem. Misalnya, apakah faktur pajak atau bukti potong yang dibuat dengan format lama untuk transaksi di masa transisi masih berlaku? Bagaimana dengan SPT yang periodenya mencakup sebelum dan sesudah aturan baru berlaku? Bab ini yang memberikan jawabannya.

Penutup

Secara umum, PER-11/PJ/2025 ini adalah panduan lengkap bagi wajib pajak untuk beradaptasi dengan perubahan mendasar dalam administrasi perpajakan yang dibawa oleh coretax administration system. Mempelajari aturan ini dengan saksama adalah sebuah keharusan bagi semua wajib pajak. Perubahan ini bukan hanya soal sistem, tapi juga soal kepatuhan kita sebagai wajib pajak.

Regulasi setebal 147 pasal ini menunjukkan keseriusan DJP dalam mentransformasi layanannya. Bagi wajib pajak, ini artinya harus lebih melek teknologi dan memahami format serta prosedur pelaporan yang baru. Jangan tunda untuk membaca dan memahami isinya.

Punya pertanyaan soal aturan baru ini? Atau mungkin pengalaman terkait SPT atau Faktur Pajak di era digital yang ingin dibagikan? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar!

Posting Komentar