Sykes-Picot: Hantu Masa Lalu yang Menghantui Perang Iran-Israel?

Daftar Isi

Sykes-Picot: Hantu Masa Lalu

Hei guys, pernah dengar soal Perjanjian Sykes-Picot? Mungkin nama ini terdengar kuno, tapi percaya deh, dampaknya sampai sekarang masih terasa banget di Timur Tengah. Bahkan, ada yang bilang perjanjian rahasia dari tahun 1916 ini kayak “hantu” yang ikut menghantui konflik-konflik modern, termasuk tensi panas antara Iran dan Israel yang sering kita dengar. Kok bisa gitu ya? Yuk, kita bedah pelan-pelan.

Ceritanya begini, Perjanjian Sykes-Picot ini dibuat di tengah Perang Dunia I. Waktu itu, Kekaisaran Ottoman yang menguasai sebagian besar Timur Tengah sudah di ambang kekalahan. Inggris dan Prancis, sebagai kekuatan besar yang mau menang, udah gatel nih pengen bagi-bagi kue wilayah Ottoman kalau nanti beneran tumbang. Jadi, diam-diam mereka duduk bareng, ngobrol, dan akhirnya bikin kesepakatan di atas peta.

Nama Sykes-Picot diambil dari dua orang yang mewakili negara masing-masing dalam negosiasi itu: Sir Mark Sykes dari Inggris dan François Georges-Picot dari Prancis. Hasilnya? Mereka garis-garisin peta Timur Tengah seenak jidat mereka sendiri. Mereka membagi wilayah yang sekarang jadi Suriah, Lebanon, Irak, Yordania, dan Palestina menjadi zona pengaruh masing-masing. Garis lurus yang mereka tarik di peta itu sama sekali nggak peduli sama suku, agama, atau komunitas lokal yang udah tinggal di sana berabad-abad.

Apa Sih Isi Perjanjian Sykes-Picot?

Secara garis besar, isinya membagi wilayah Timur Tengah yang dikuasai Ottoman menjadi beberapa area kontrol dan pengaruh. Prancis dapat jatah di bagian utara, termasuk Suriah dan Lebanon masa kini. Sementara Inggris kebagian wilayah selatan yang lebih besar, mencakup Irak dan area yang sekarang jadi Yordania serta sebagian Palestina. Ada juga zona internasional buat area sekitar Yerusalem.

Perjanjian ini tuh bener-bener kayak bikin negara-negara baru di atas kertas tanpa nanya siapa-siapa yang tinggal di sana. Mereka bikin perbatasan yang sebelumnya nggak pernah ada. Bayangin aja, komunitas yang tadinya bersatu tiba-tiba dipisah oleh garis imajiner yang ditarik oleh orang asing ribuan kilometer jauhnya. Ini adalah awal dari banyak masalah yang kompleks.

Warisan Pahit Perbatasan Artifisial

Dampak paling langsung dari Sykes-Picot ya munculnya perbatasan-perbatasan yang nggak natural itu. Negara-negara yang lahir pasca-Ottoman (dengan bantuan atau campur tangan Inggris dan Prancis) seringkali berisi populasi yang sangat beragam, bahkan saling berkonflik. Kelompok-kelompok etnis atau agama yang tadinya punya otonomi atau setidaknya hidup berdampingan dalam struktur Ottoman yang longgar, tiba-tiba dipaksa hidup dalam satu negara dengan pusat kekuasaan yang baru, seringkali didukung oleh kekuatan Eropa.

Ini menciptakan fondasi ketidakstabilan jangka panjang. Perebutan kekuasaan internal, diskriminasi terhadap kelompok minoritas dalam negara-negara yang baru terbentuk, dan rasa nggak punya perwakilan yang kuat itu jadi hal biasa. Perbatasan yang ditarik Sykes-Picot dan implementasi pasca-Perang Dunia I ini sering dianggap sebagai akar masalah kenapa Timur Tengah sulit stabil dan gampang banget pecah konflik.

Selain itu, perjanjian ini juga mengkhianati janji-janji yang sebelumnya dibuat oleh Inggris kepada para pemimpin Arab. Inggris sempat janji bakal mendukung kemerdekaan negara Arab yang besar kalau mereka mau berontak melawan Ottoman. Eh, ternyata di belakang, mereka udah sepakat buat membagi wilayah itu sama Prancis. Kebohongan ini menimbulkan ketidakpercayaan yang mendalam terhadap kekuatan-kekuatan Barat di kalangan masyarakat Arab, dan rasa nggak percaya ini masih ada sampai sekarang, lho.

Dari Mana Datangnya “Hantu” Ini?

Nah, konsep “hantu” Sykes-Picot ini bukan berarti perjanjian itu sendiri secara fisik masih berlaku. Tentu aja nggak. Tapi, dampaknya, warisannya, dan memori akan pengkhianatan serta intervensi asing yang semena-mena itulah yang masih menghantui. Timur Tengah modern dengan segala kerumitan konfliknya, banyak yang bilang, adalah hasil langsung atau tidak langsung dari pembagian wilayah yang ceroboh ini.

Pembagian yang nggak peduli realitas di lapangan ini melahirkan negara-negara lemah, perbatasan yang dipersoalkan, minoritas yang tertindas atau merasa terancam, dan rezim-rezim yang seringkali represif untuk mempertahankan kekuasaan di tengah populasi yang heterogen dan nggak solid. Ini menciptakan lahan subur buat munculnya ekstremisme, perang saudara, dan intervensi asing yang berkelanjutan.

Jadi, “hantu” Sykes-Picot itu adalah simbol dari:
* Batas Artifisial: Negara yang diciptakan tanpa mempertimbangkan identitas lokal.
* Ketidakpercayaan: Rasa dikhianati oleh kekuatan luar.
* Fragmentasi: Kawasan yang terpecah belah dan rentan konflik.
* Intervensi Asing: Pola kekuatan luar yang terus mencampuri urusan regional.

Hubungannya dengan Perang Iran-Israel?

Nah, ini bagian yang agak rumit tapi menarik. Konflik Iran-Israel secara langsung nggak bisa dibilang gara-gara Sykes-Picot menarik garis di antara Teheran dan Tel Aviv. Geopolitik konflik ini jauh lebih kompleks, melibatkan isu pembentukan negara Israel, Zionisme, pan-Arabisme, Revolusi Iran, peran Amerika Serikat, dan banyak faktor lainnya.

Namun, Sykes-Picot dan warisannya masuk dalam gambaran besar ini dari beberapa sudut pandang:

  1. Konsekuensi Ketidakstabilan Regional: Sykes-Picot menciptakan Timur Tengah yang nggak stabil dan penuh ketidakpercayaan. Di lingkungan seperti ini, konflik apa pun, termasuk konflik antara Israel dan Iran, bisa membesar dan menjalar dengan cepat. Struktur regional yang lemah dan terfragmentasi pasca-Sykes-Picot memfasilitasi munculnya proxy war dan persaingan kekuatan regional.
  2. Narasi Anti-Imperialis: Iran, pasca-Revolusi Islam 1979, sangat kuat mengusung narasi anti-imperialis dan anti-Barat. Bagi mereka, keberadaan Israel dan dukungan Barat terhadapnya dilihat sebagai kelanjutan dari pola intervensi asing dan pembagian wilayah yang dimulai Sykes-Picot dan Mandat Inggris atas Palestina. Sykes-Picot menjadi simbol pengkhianatan Barat terhadap aspirasi kemerdekaan regional.
  3. Pandangan Regional: Banyak aktor di Timur Tengah melihat konflik dan penderitaan saat ini sebagai akibat langsung dari pembagian wilayah yang dilakukan kekuatan asing di masa lalu. Sykes-Picot sering disebut sebagai titik awal di mana nasib kawasan ini ditentukan oleh orang luar, bukan oleh penduduknya sendiri. Ini menciptakan sentimen anti-Barat yang kuat, yang kemudian dimanfaatkan atau menjadi bagian dari konflik seperti Iran vs Israel.
  4. Peran Kekuatan Regional: Dengan negara-negara yang lemah dan terfragmentasi, muncul kekuatan-kekuatan regional (seperti Iran, Turki, Arab Saudi) yang bersaing memperebutkan pengaruh. Konflik Iran-Israel juga bisa dilihat sebagai bagian dari persaingan kekuatan yang lebih luas di kawasan yang ‘rapuh’ warisan Sykes-Picot.

Jadi, Sykes-Picot bukan penyebab langsung perang Iran-Israel, tapi dia adalah ‘hantu’ yang menciptakan ‘rumah’ tempat perang itu lebih mungkin terjadi dan lebih sulit diselesaikan: sebuah kawasan yang terpecah belah, penuh ketidakpercayaan terhadap kekuatan eksternal, dan dibebani oleh perbatasan serta struktur politik yang rapuh akibat rekayasa sejarah.

Mengapa Erdogan Menakutkan Sykes-Picot?

Keyword “ditakutkan Erdogan” ini menarik banget. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sering banget menyuarakan kritik terhadap tatanan regional pasca-Perang Dunia I. Dia nggak secara spesifik bilang “takut” pada Sykes-Picot, tapi dia sering merujuk pada konsekuensi dari perjanjian-perjanjian era itu yang dianggap membatasi pengaruh Turki (sebagai penerus Ottoman) dan menciptakan masalah di wilayah-wilayah bekas Ottoman yang berbatasan langsung dengan Turki, seperti Suriah dan Irak.

Bagi Erdogan dan visinya tentang Turki, Sykes-Picot melambangkan:
* Pembatasan Turki: Perjanjian itu dan perjanjian lain (seperti Perjanjian Lausanne yang menentukan batas modern Turki) dianggap membatasi ruang gerak dan pengaruh Turki di wilayah yang dulunya bagian dari kekaisarannya.
* Masalah di Perbatasan: Perbatasan yang diciptakan Sykes-Picot di Suriah dan Irak menyebabkan munculnya masalah seperti isu Kurdi, konflik di Suriah, dan ketidakstabilan di Irak yang langsung berdampak pada keamanan Turki. Erdogan melihat ini sebagai warisan buruk yang harus diperbaiki atau setidaknya dihadapi secara proaktif oleh Turki.
* Intervensi Asing: Erdogan sering mengkritik kekuatan Barat yang menurutnya masih terus berusaha mencampuri urusan regional. Dia melihat Sykes-Picot sebagai contoh klasik dari intervensi semacam itu, dan dia ingin Turki mengambil peran yang lebih besar dan independen di kawasan.

Jadi, ketika Erdogan merujuk pada “perintah” atau “konsekuensi” Sykes-Picot, dia sedang menekankan bagaimana keputusan-keputusan yang dibuat 100 tahun lalu oleh kekuatan asing masih memengaruhi keamanan dan politik Turki hari ini, dan bagaimana dia ingin Turki punya suara yang lebih kuat dalam menentukan nasib kawasan ini, yang menurutnya telah lama dipecah belah oleh pihak luar.

Apakah Sykes-Picot Benar-benar Menghantui Hari Ini?

Melihat kompleksitas Timur Tengah sekarang, sulit untuk nggak melihat jejak-jejak sejarah dari perjanjian Sykes-Picot. Meskipun bukan satu-satunya faktor, warisan berupa perbatasan artifisial, ketidakpercayaan terhadap kekuatan asing, dan fragmentasi internal di banyak negara kawasan, jelas berkontribusi pada lingkungan yang mudah meledak.

Konflik Iran-Israel, yang melibatkan persaingan ideologi, agama, dan kekuatan, berlangsung dalam konteks regional yang dibentuk oleh sejarah panjang, termasuk era kolonial dan pembagian wilayah pasca-Ottoman. Narasi tentang “intervensi asing” dan “pengkhianatan” yang muncul dari Sykes-Picot masih sangat relevan dalam retorika politik di kawasan itu.

Mungkin Sykes-Picot bukan lagi perjanjian yang aktif, tapi semangat atau hantu yang diciptakannya – yaitu pola intervensi eksternal, pembagian wilayah yang semena-mena, dan ketidakpercayaan yang mendalam – terus mempengaruhi cara aktor-aktor regional melihat satu sama lain dan dunia luar. Dalam artian ini, warisannya memang masih “menghantui” dan memperumit penyelesaian konflik-konflik yang ada.

Berikut gambaran sederhana bagaimana Sykes-Picot berkontribusi pada keruwetan Timur Tengah (dalam bentuk alur pikir):

mermaid graph TD A[Kekuasaan Ottoman Kuat] --> B{PD I}; B --> C[Sykes-Picot <br/>(1916) & Mandat]; C --> D{Batas Artifisial & <br/>Pengabaian Identitas Lokal}; D --> E[Pembentukan <br/>Negara-negara Rapuh]; E --> F[Ketidakstabilan Internal & <br/>Konflik Sektarian/Etnis]; F --> G[Intervensi Eksternal & <br/>Perang Proksi]; G --> H[Ketidakpercayaan <br/>Regional Mendalam]; H --> I[Lahan Subur <br/>untuk Konflik Modern]; I --> J[Contoh: <br/>Dinamika Konflik Iran-Israel <br/>dipandang lewat Lensa <br/>Warisan Ini]; C --> K[Pengkhianatan Janji <br/>ke Arab]; K --> H; E --> L[Aspirasi <br/>Kekuatan Regional <br/>(cth: Turki pimpinan Erdogan)]; L --> M[Kritik terhadap <br/>Tatanan Pasca-Sykes-Picot];

Intinya, memahami Sykes-Picot membantu kita melihat bahwa masalah di Timur Tengah bukan cuma soal agama atau politik saat ini, tapi juga punya akar sejarah yang dalam terkait cara kawasan ini dibentuk dan dikelola oleh kekuatan luar di masa lalu. Hantu ini mungkin nggak kelihatan, tapi jejaknya masih terasa dalam setiap ketegangan yang muncul.

Gimana menurut kalian? Apakah warisan Sykes-Picot benar-benar punya peran besar dalam konflik Timur Tengah hari ini? Atau ada faktor lain yang jauh lebih dominan?

Yuk, share pendapat kalian di kolom komentar!

Posting Komentar