Yuk, Intip 7 Contoh Khutbah Idul Adha 2025: Singkat, Padat, Menyentuh Hati!

Table of Contents

Umat muslim di seluruh dunia sebentar lagi bakal merayakan Hari Raya Idul Adha 1446 H. Pada hari yang istimewa ini, kita semua melaksanakan sholat Id sebagai wujud ibadah dan ungkapan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya.

Setelah menunaikan sholat Id, momen krusial selanjutnya adalah mendengarkan khutbah dari khatib. Penyampaian khutbah Idul Adha ini bukan sekadar formalitas, melainkan kesempatan berharga untuk kembali merenungi kisah inspiratif pengorbanan Nabi Ibrahim AS, serta memperkokoh keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Lewat khutbah, khatib juga bisa banget menyampaikan makna perayaan Idul Adha yang relevan dengan kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari pentingnya berbagi, ketabahan menghadapi cobaan, hingga makna tauhid yang sesungguhnya.

Yuk, Intip 7 Contoh Khutbah Idul Adha 2025: Singkat, Padat, Menyentuh Hati!

Berikut ini beberapa contoh materi khutbah Idul Adha yang singkat, padat, dan dijamin menyentuh hati, bisa banget dijadikan inspirasi atau referensi.

1. Khutbah Idul Adha Singkat: Kurban Sarana Menjadi Pribadi Dermawan

Khutbah I

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ
اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزَّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضَ الشُّهُوْرِ وَالْأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الْأَجْرُ وَالْحَسَنَاتُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللَّهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأُحَسِّنُكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah.

Di pagi yang penuh berkah dan kebahagiaan ini, sudah sepatutnya kita menundukkan seluruh jiwa dan raga kita di hadapan kebesaran Allah SWT. Caranya adalah dengan terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan, selalu mengingat Allah dalam setiap langkah, agar hati kita senantiasa diliputi ketenangan dalam menjalani hidup.

Kalau bicara Idul Adha, kita tidak bisa lepas dari kisah luar biasa Nabi Ibrahim AS. Beliau adalah sosok Nabi yang rela mengorbankan segalanya demi meraih cinta Sang Pencipta. Perjalanan cintanya kepada Allah penuh dengan ujian dan cobaan, menunjukkan bahwa setiap orang yang beriman pasti akan diuji.

Saat seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat, secara otomatis ia harus siap menghadapi ujian dari Allah, seperti diingatkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 2: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” Ujian dari Allah bukanlah untuk melemahkan, melainkan mengukur sejauh mana keimanan dan cinta kita, dalam kondisi apapun. Sikap terbaik menghadapinya adalah mengambil hikmah untuk bekal hidup yang lebih baik.

Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah.

Penting banget buat kita tahu, tingkat spiritualitas seseorang itu bisa dilihat dari interaksinya dengan orang lain sehari-hari. Islam itu enggak cuma mengajarkan ibadah vertikal ke Allah seperti sholat, puasa, atau dzikir. Islam juga punya dimensi sosial, lho, seperti infak, zakat, sedekah, dan kurban ini. Ini bukti kalau manusia itu makhluk sosial, enggak bisa hidup sendiri dan butuh orang lain.

Contoh paling jelas ada dua kali dalam setahun. Pertama, saat Idul Fitri ada perintah zakat fitrah untuk fakir miskin. Kedua, di Idul Adha ada ibadah kurban, dagingnya dibagikan, terutama untuk yang membutuhkan. Seperti difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 28: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Ayat itu ngasih pelajaran penting: rezeki kita itu bukan cuma buat dinikmati sendiri, tapi juga buat dibagi sama yang sengsara dan fakir. Lewat kurban, Islam mendidik kita jadi pribadi yang dermawan, yang murah hati, bukan pelit apalagi egois. Saat lihat saudara kita susah, kita harus peka, peduli sama kondisi sekitar, bantu sebisa mungkin.

Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah.

Ingat baik-baik, kalau kita berbuat baik ke orang lain, kebaikan itu pasti akan kembali ke diri kita sendiri. Sebaliknya juga gitu, kalau berbuat jahat, ya kejahatan itu yang akan menimpa kita. Allah tegaskan dalam surat Al-Isra’ ayat 7: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,…”

Mengakhiri khutbah ini, mari kita sama-sama berdoa semoga kita semua diberi kesembuhan, kesehatan, dan kekuatan untuk terus beribadah. Semoga Allah juga senantiasa memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi segala ujian hidup.

بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ ، كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. فَيَا عِبَادَ اللَّهِ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْعَظِيْمِ “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ وَضَعِّفْ لَهُمُ الْحَسَنَاتِ وَكَفِّرْ عَنْهُمُ السَّيِّئَاتِ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الْأَرْزَاقِ الطَّيِّبَاتِ. اَللَّهُمَّ اكْشِفْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِيْنَ. عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ حَالِ أَهْلِ النَّارِ

عِبَادَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

2. Teks Khutbah Idul Adha: Keutamaan Kurban bagi Orang Berkurban

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَنَجَا الْمُطِيْعُوْنَ.
فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ.
اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Puji syukur tiada henti kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat-Nya yang tak terhitung. Di antara nikmat-nikmat agung tersebut adalah nikmat umur panjang dan kesehatan yang kita rasakan hari ini. Dua nikmat ini sungguh tak ternilai, tanpanya mustahil kita bisa melangkahkan kaki ke tempat mulia ini untuk bersujud kepada Allah SWT.

Maka, selagi Allah masih menganugerahkan umur dan kesehatan, jangan pernah kita sia-siakan. Manfaatkanlah sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT.

Sholawat dan salam yang tak terhingga, mari kita haturkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW. Semoga curahan rahmat dan keberkahan senantiasa terlimpah padanya, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Wujud nyata rasa syukur kita atas segala nikmat Allah adalah dengan bertakwa kepada-Nya. Takwa berarti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segenap larangan-Nya. Melaksanakan perintah-perintah itu pun harus diiringi keimanan yang kokoh, yakin bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah SWT.

Selain itu, rasa takwa juga melahirkan kesadaran bahwa kita selalu dalam pengawasan Allah. Kesadaran inilah yang membuat kita malu untuk bermaksiat atau enggan menjalankan perintah-Nya. Takwa juga menumbuhkan rasa takut akan konsekuensi jika kita melanggar perintah Allah.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Jika ketakwaan telah tertanam kuat dalam diri kita, yakinlah pada janji Allah. Dia akan membukakan pintu rezeki yang lapang dan berkah, memberikan kemudahan dalam setiap urusan, dan menunjukkan jalan keluar dari setiap persoalan hidup yang kita hadapi. Allah berfirman dalam surat At-Talaq:

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥ ٓ

Artinya, “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberikan rezekinya dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, Niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” (QS. At-Thalaq: 2-3). Ayat ini adalah jaminan langsung dari Sang Khaliq bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan bertawakal.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Sungguh, Allah SWT itu Maha Adil. Dia tidak pernah memandang atau menilai seseorang berdasarkan suku, harta benda, kedudukan, pangkat, jabatan, apalagi rupa dan paras. Di mata Allah, semua manusia itu sama. Yang membedakan derajat kita di sisi-Nya hanyalah ketakwaan.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Tanpa terasa, Allah kembali mempertemukan kita dengan hari Idul Adha, atau yang sering juga disebut Udhiyah, yang merujuk pada hewan yang disembelih pada hari raya ini. Idul Adha adalah perayaan ibadah menyembelih hewan kurban sebagai wujud syukur kita kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Ibadah ini diawali dengan sholat dua rakaat yang baru saja kita tunaikan.

Perintah kurban ini tegas disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2: “Maka dirikanlah sholat dan berkurbanlah.” Selain itu, syariat kurban juga didasarkan pada surat Al-Hajj ayat 36:

وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya, “Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj : 36).

Bahkan, ada hadits Rasulullah SAW yang memberikan peringatan keras bagi mereka yang mampu tapi enggan berkurban. Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat sholat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah kurban dalam pandangan Islam.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Melihat hadits tadi, setidaknya kita mendapat sinyal kuat tentang betapa pentingnya ibadah kurban ini. Oleh karena itu, khatib mengajak kita semua: jika saat ini kita belum mampu berkurban, mari kita niatkan dan bulatkan tekad untuk melaksanakannya tahun depan. Targetkan diri kita, paksakan diri kita, tahun depan saya harus berkurban.

Kalau belum bisa tunai, bisa dicicil. Sebab kurban ini ibadah yang sangat dicintai Allah. Bahkan di hari kiamat nanti, hewan kurban akan datang memberikan syafaat bagi orang yang menyembelihnya. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah.” (HR. Tirmidzi 1493 dan Ibnu Majah 3126).

Selain itu, kurban termasuk ibadah yang utama karena disandingkan langsung dengan sholat dalam surat Al-Kautsar ayat 2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa menyandingkan sholat (ibadah badan paling utama) dan kurban (ibadah harta paling mulia) menunjukkan sikap taqarrub (mendekat), tawadhu’, butuh kepada Allah, husnuzhan, keyakinan kuat, dan ketenangan hati kepada janji dan perintah Allah. Dalam surat lain, keduanya juga digandengkan:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.’” (QS. Al-An’am : 162). Kata ‘nusuk’ di sini juga dimaknai sebagai ibadah kurban. Ini semakin menguatkan posisi kurban sebagai ibadah yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Wahai orang-orang beriman, yakinlah bahwa ibadah kurban yang kita laksanakan tidak akan membuat kita rugi sedikit pun. Allah pasti akan memberikan balasan berlipat, kebaikan, keselamatan, dan keberkahan bagi kita yang selalu menjalankan perintah-Nya. Ini janji Allah, dan janji Allah itu pasti.

نَصْرٌ مِّنَ اللّٰهِ وَفَـتْحٌ قَرِيْبٌ,وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Khutbah II

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ.
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ سَلَامًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَى بِمَلَآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللَّهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَيَيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَ اللَّهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

3. Khutbah Idul Adha 2025: Menjadi Seorang Muslim yang Berkarakter Al-Mukhbitin

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اَللَّهُ أَكْبَرْ اَللَّهُ أَكْبَرْ ــ لَاآِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ــ اَللَّهُ أَكْبَرْ اَللَّهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Yang Maha Awal tanpa permulaan, Yang Maha Akhir tanpa penghujung, dan Yang Maha Abadi tanpa perubahan. Dia-lah Rabb semesta alam, tempat kita memohon pertolongan untuk urusan dunia dan agama.

Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, pemimpin bagi orang-orang saleh, kekasih Allah Yang Maha Perkasa. Beliau adalah pembawa kabar gembira dari Allah Yang Maha Pengampun, dan mata air teladan bagi seluruh umat manusia. Tak lupa juga kepada keluarga dan para sahabat beliau yang dimuliakan, serta seluruh pengikut mereka hingga akhir zaman.

Jamaah Sholat id yang berbahagia,

Semoga kita semua senantiasa diberi kekuatan oleh Allah untuk terus memelihara keislaman kita, memperkuat keimanan di dada, dan memperteguh keihsanan dalam setiap perbuatan. Di zaman yang serba cepat dan penuh tantangan seperti sekarang ini, rasanya memang butuh perjuangan ekstra untuk menjaga ketiganya.

Di era modern ini, praktik keagamaan kadang dipandang sebelah mata, seolah peninggalan masa lalu yang sudah usang. Menghabiskan waktu, tenaga, dan harta untuk ibadah tanpa imbalan materi langsung sering dianggap tidak efisien dan ketinggalan zaman. Pola pikir yang menekankan keuntungan material ini adalah dampak modernitas yang berakar dari pengalaman sejarah Barat.

Modernitas, sebagai konsekuensi dari Pencerahan di Barat, telah menciptakan semacam ‘keterputusan epistemik’ bagi umat Islam. Penjajahan dulu bukan hanya soal menguasai wilayah fisik, tapi juga mentalitas umat. Akibatnya, mereka yang teguh mempertahankan iman dan takwa kadang dicap sebagai kelompok terbelakang atau kolot.

Itulah sebabnya, di hari yang mulia ini, mari kita saling mengingatkan untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Mari kita beristiqamah, teguh menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mudah-mudahan, dengan begitu hidup kita akan semakin mulia, diberkahi, dan diridai Allah, baik di dunia maupun kelak di akhirat.

Pagi ini, jutaan muslim di berbagai belahan dunia sedang menunaikan sholat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1445 Hijriyah. Dengan penuh kekhusyukan, mereka mengumandangkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai wujud penghambaan total kepada Allah Rabbul ‘Izzati. Semua bersimpuh, melaksanakan sunnah Nabi untuk meraih ridha dan karunia Ilahi.

Jamaah Sholat Id yang berbahagia,

Kata ‘kurban’ berasal dari bahasa Arab qaruba yang artinya dekat atau mendekatkan. Makna ini sangat dalam, yaitu mendekatkan diri kepada Allah yang telah memerintahkan ibadah kurban ini. Kurban juga sering disebut udhhiyah, yang secara harfiah berarti hewan sembelihan. Perintah untuk menyembelih hewan kurban ini salah satunya termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya, “Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.” Meskipun yang disembelih adalah fisik hewannya, hakikat ibadah kurban adalah pengorbanan dan pengabdian diri kita sepenuhnya kepada Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Hajj ayat 37:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ

Artinya, “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.” Ayat ini mengajarkan bahwa yang paling berharga di sisi Allah dari ibadah kurban kita bukanlah daging atau darahnya, melainkan keikhlasan dan ketakwaan yang mendorong kita melaksanakannya.

Kurban adalah praktik keagamaan yang berakar kuat dari risalah kenabian, terutama kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, sebagai puncak ketaatan dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Salah kaprah kalau kita cuma memaknai Idul Kurban sekadar pesta makan daging kurban. Sejarah mencatat, sebelum ajaran Nabi Ibrahim, praktik kurban banyak dilakukan oleh penyembah berhala, seringkali dipersembahkan kepada dewa-dewa mereka. Bahkan, di beberapa peradaban kuno, praktik kurban manusia pun marak terjadi, seperti di Mesir Kuno atau peradaban lainnya.

Nabi Ibrahim datang dengan misi dakwah untuk mengubah kebiasaan sesat ini. Beliau membawa ajaran tauhid yang etis, mengajarkan tentang Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Baik. Salah satu teladan terbesar beliau adalah mengubah tradisi kurban dari yang tadinya bisa melibatkan manusia menjadi hanya hewan ternak. Perubahan ini merupakan tonggak penting dalam sejarah peradaban manusia, menunjukkan kemuliaan ajaran tauhid yang memanusiakan manusia.

Jamaah Sholat Id yang dimuliakan Allah,

Berdasarkan penafsiran QS. Al-Hajj ayat 34, salah satu tujuan disyariatkannya ibadah kurban adalah membentuk pribadi al-mukhbitin. Kata “al-mukhbitin” sendiri berasal dari “al-khabtu” yang maknanya adalah tanah yang keras dan rendah. Menurut ulama Mujahid, “al-mukhbitin” adalah “al-mujtahiduna fil ‘ibadah” atau orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah, saking sungguhnya mereka rela mengorbankan harta, pikiran, tenaga, bahkan nyawa.

Karakter pribadi “al-mukhbitin” ini digambarkan lebih lanjut dalam QS. Al-Hajj ayat 35. Ada empat ciri utama yang patut kita teladani. Ciri pertama yang paling fundamental adalah tauhid:

الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

Artinya, “Orang-orang yang apabila disebut nama Allah hatinya bergetar!” Ciri ini menandakan bahwa saat bibir mengucap asma Allah, hati pun turut bergetar penuh kekaguman, kerinduan, dan rasa takut akan keagungan-Nya. Sayyid Quthub menafsirkan “wajilat qulubuhum” sebagai getaran halus yang membawa perasaan sunyi dan khidmat di hati seorang mukmin ketika diingatkan tentang Allah, perintah-Nya, atau larangan-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengucapkan kalimat seperti subhanallah, alhamdulillah, masyaAllah, Allahuakbar, insyaAllah.

Ini menunjukkan bahwa Islam melihat alam dan kehidupan ini tidak hanya sebagai fakta material belaka. Secara ontologis, segala sesuatu di alam semesta selalu terhubung dengan Allah. Para sufi bahkan menganggap alam sebagai tajalli atau penampakan diri Tuhan. Aspek inilah yang membedakan peradaban Islam dengan peradaban lain. Peradaban Barat, misalnya, seringkali berakar dari tragedi dan trauma terhadap agama (khususnya kekristenan pada masa lalu), sehingga cenderung menjauhi atau memusuhi agama. Ketika mereka menjauhi agama, muncul kecemasan tak terjelaskan dan eksploitasi alam yang membabi-buta. Tak heran isu kesehatan mental dan lingkungan menjadi sangat sentral di era modern ini.

Jamaah sholat id yang berbahagia,

Karakter kedua dari pribadi al-mukhbitin adalah sabar:

وَالصَّابِرِينَ عَلَىٰ مَا أَصَابَهُمْ

Artinya, “Orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka.” Sabar adalah kemampuan mengendalikan emosi, menahan diri, dan bertahan menghadapi situasi sulit, menantang, atau penuh tekanan. Di dunia yang serba cepat ini, kesabaran membantu kita tidak terburu-buru, menenangkan pikiran, dan tetap fokus pada tujuan jangka panjang. Sabar bukan cuma soal menghadapi ujian atau musibah, tapi juga teguh dalam ketaatan dan menjauhi maksiat. Imam Al Ghazali menyebutkan tiga jenis sabar: sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah. Ketiganya sangat krusial dalam membentuk pribadi mukmin yang tangguh.

Karakter ketiga pribadi al-mukhbitin adalah tidak melupakan sholat:

وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ

Artinya, “Orang yang melaksanakan sholat.” Di tengah gempuran teknologi dan kesibukan dunia, sholat seringkali menjadi tantangan berat. Smartphone dan berbagai gadget bisa mengalihkan perhatian kita, membuat kita terjebak dalam dunia maya yang tak berujung, sementara waktu sholat terlewat begitu saja. Sholat adalah ibadah vital, saluran komunikasi langsung kita dengan Allah. Di dalamnya kita bersyukur, memohon ampunan, dan mencari kekuatan. Menjaga sholat secara teratur sangat fundamental untuk menjaga keseimbangan spiritual kita, agar tidak hanyut dalam arus materialisme dan kesibukan duniawi.

Karakter keempat atau yang terakhir dari pribadi al-mukhbitin adalah suka berderma:

وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

Artinya, “Orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka.” Infak atau sedekah adalah ibadah harta yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan berinfak, kita mendapatkan pahala dan keberkahan dari Allah, menjadikannya investasi spiritual yang berbuah manis di dunia dan akhirat. Infak juga memperkuat kesadaran kita bahwa harta yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah. Kepemilikan sejati hanya milik-Nya.

Infak juga punya peran besar dalam menciptakan keadilan sosial. Dengan berbagi, kita bisa membantu saudara-saudara kita yang kurang beruntung, memastikan mereka punya akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan. Ini memperkuat tali persaudaraan dan mengurangi kesenjangan di masyarakat.

Itulah empat karakter utama al-mukhbitin: hati bergetar saat mendengar nama Allah, memiliki sifat sabar, tidak meninggalkan sholat, dan gemar berinfak. Semoga dengan semangat Idul Kurban ini, kita semua bisa berusaha keras menjadi mukmin yang memiliki karakter-karakter mulia ini.

Mari kita akhiri khutbah ini dengan memohon kepada Allah SWT, agar kita semua diberi taufiq dan kekuatan untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, memiliki karakter Al-Mukhbitin, serta selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ سَلَامَةً فِي الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِي الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِي الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِي الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

4. Khutbah Idul Adha Singkat: Tauhid Aktif Nabi Ibrahim

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَآءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya, di pagi yang cerah dan penuh berkah ini, kita bisa berkumpul, menikmati indahnya mentari, dan menghirup udara segar sambil terus mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Ini adalah ekspresi mengagungkan Allah, Sang Penguasa alam semesta, dan melaksanakan sholat sunnah Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri kepada-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhitung.

Kita bertakbir sebagai tanda syukur atas usia yang dipanjangkan dan kesehatan yang dianugerahkan, memungkinkan kita kembali berjumpa dengan Idul Adha tahun ini. Rasanya waktu berlalu begitu cepat, satu tahun terasa seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, dan seminggu seperti sehari. Perasaan singkatnya waktu ini adalah pengingat bahwa perjalanan hidup kita sangatlah cepat, umur kian berkurang, dan kematian kian mendekat. Allahu Akbar! Pantaslah Allah mengingatkan kita dalam surat Al-Ashr ayat 1-3:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾

Artinya, “Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, yang beramal sholeh, dan orang yang saling bernasihat dalam kebenaran dan kesabaran.”

Oleh karena itu, mari bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan setulus hati. Niatkan dalam diri, bahwa ibadah pagi ini adalah langkah awal kita memulai perjalanan hidup yang lebih penuh ketaatan dan ketabahan, meneladani ketaatan para Nabi dan orang-orang saleh.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ

Jamaah Id yang berbahagia,

Idul Adha adalah momen berharga untuk kembali merenungi riwayat perjalanan seorang Nabi agung yang penuh keteladanan, yaitu Nabi Ibrahim AS. Beliau adalah sosok yang gigih mencari Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta. Dengan akal kritisnya, Nabi Ibrahim melihat betapa indahnya dan teraturnya alam ini, mustahil tercipta tanpa Pencipta. Setelah pencarian panjang, beliau menemukan kebenaran seperti diceritakan dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ ﴿٧٨﴾ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٧٩﴾

Artinya, “Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’ Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 78-79).

Hadirin yang berbahagia,

Keyakinan tauhid Nabi Ibrahim bukanlah tauhid yang pasif, melainkan tauhid aktif. Tauhid yang diiringi dengan amal saleh dan upaya amar makruf nahi munkar. Beliau konsisten melaksanakan sholat, zakat, dan senantiasa berbuat baik kepada sesama. Meskipun ayahnya berbeda keyakinan, beliau tetap menghormati dan bahkan memintakan ampunan untuknya kepada Allah. Riwayat yang masyhur juga menyebutkan Nabi Ibrahim sangat suka memberi makan orang lain, bahkan rela berjalan jauh hanya untuk menemukan teman makan.

Dalam beramar makruf nahi munkar, beliau berdakwah dimulai dari keluarganya, kaumnya, hingga penguasa zalim di zamannya. Beliau menyerukan untuk meninggalkan penyembahan berhala dan hawa nafsu, serta hanya menyembah Allah semata. Dakwah ini berbuah ujian besar: Nabi Ibrahim dihukum bakar hidup-hidup di depan umum. Namun, dengan keimanan dan tawakal yang kokoh, serta doa yang tulus, Allah menyelamatkan beliau dengan memerintahkan api menjadi dingin, sebagaimana dikisahkan dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 69:

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Artinya, “Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim’.”

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ

Pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim ini sangat relevan. Kita belajar bahwa iman harus hidup dan aktif, bukan sekadar pengakuan di lisan atau keyakinan di hati yang statis. Iman aktif diekspresikan melalui tindakan sosial (hablu min an-naas), menjalankan amar makruf nahi munkar, dan berakhlak mulia dalam berinteraksi.

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menegaskan bahwa indikator keimanan seseorang adalah amal kebaikan dan akhlak mulia. Salah satunya sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - خَادِمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Artinya, “Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah SAW, dari Nabi SAW bersabda, ‘Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.’” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menekankan pentingnya empati dan kepedulian sosial sebagai bagian integral dari keimanan.

Orang beriman juga wajib berperan aktif dalam menjaga dan memakmurkan bumi, serta mencegah kerusakan lingkungan. Ketika melihat kerusakan, seorang mukmin akan berusaha memperbaikinya, agar bumi tetap layak dan nyaman dihuni. Saat ini, bumi kita menghadapi tantangan serius: suhu naik, kekeringan, banjir, topan, tanah longsor. Ini akibat ulah manusia yang merusak lingkungan, menyebabkan perubahan iklim dan bencana. Diprediksi, suhu panas ekstrem dan kekurangan pangan parah akan melanda banyak wilayah, memicu jutaan orang menjadi pengungsi lingkungan.

Melihat kenyataan dan prediksi mengerikan ini, sudah selayaknya kita, umat Islam, prihatin dan menjadi garda terdepan dalam mengurangi kerusakan dan memperbaiki kondisi bumi. Mencegah kerusakan dan memelihara kelestarian alam adalah perintah Allah, agar manusia senantiasa berbuat kebaikan. Seperti kisah Nabi Shaleh AS berdakwah kepada kaum Tsamud dalam QS. Hud ayat 61:

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۚ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ

Artinya, “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)’.” (QS. Hud: 61). Kata “وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا” (wastamarakum fiiha) artinya “menjadikan kamu pemakmurnya”, ini menunjukkan perintah untuk memakmurkan dan merawat bumi.

Sebaliknya, kaum Muslimin sama sekali tidak boleh ikut andil dalam merusak bumi, sekecil apapun itu. Allah melarang keras perbuatan merusak, terutama setelah bumi diperbaiki. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 56:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QA al-A’raf ayat 56). Ayat ini menggandengkan larangan berbuat kerusakan dengan perintah berdoa dan janji rahmat bagi orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).

Iman yang aktif adalah keyakinan yang diwujudkan dalam bentuk amal saleh, yaitu amal yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, tetangga, masyarakat luas, serta bagi kelestarian alam semesta. Dalam konteks Idul Adha, iman aktif termanifestasi tidak hanya dalam sholat Id, tapi juga dalam ibadah kurban. Iman aktif mencakup kesalehan individual dan kesalehan sosial. Kurban adalah salah satu bentuk kesalehan sosial yang berdampak besar pada keberagamaan kita, mengingatkan kita bahwa harta yang kita miliki punya hak orang lain di dalamnya. Itulah mengapa ancaman bagi yang mampu tapi tidak berkurban itu berat, tidak boleh mendekat ke tempat sholat Nabi SAW.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ

Hadirin yang berbahagia,

Di penghujung khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk memanfaatkan sisa umur dengan sebaik-baiknya untuk selalu berbuat baik. Entah sampai kapan sisa umur ini, hanya Allah yang tahu. Alangkah indahnya jika sisa hidup ini kita penuhi dengan hal-hal bermanfaat, sehingga menjadi umur yang penuh berkah dan kasih sayang Allah. Harta yang kita miliki, mari kita gunakan untuk kebaikan, sebagai bekal meraih kesenangan di akhirat yang abadi. Jangan sampai kita menyesal berkepanjangan di alam keabadian kelak.

Untuk menguatkan iman kita agar menjadi iman yang aktif, mari kita panjatkan doa kepada Allah SWT. Kita yakin doa ini akan diamini oleh para malaikat dan dikabulkan oleh Allah SWT.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ.
يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.
. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ سَلَامَةً فِي الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِي الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِي الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِي الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَاجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَالْأَنْصَارِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَـنَا… وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

5. Teks Khutbah Idul Adha Singkat: Menengok Lagi Perjalanan Simbolik Nabi Ibrahim

Khutbah I

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزَّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضَ الشُّهُوْرِ وَالْأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الْأَجْرُ وَالْحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ هُدَاةِ الْأَنَامِ فِي أَنْحَاءِ الْبِلَادِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. وَقَالَ أَيْضًا: وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Ma’asyiral Musliminwal Muslimat rahimakumullah,

Mengawali khutbah di pagi yang berkah ini, sudah semestinya kita panjatkan syukur tiada henti kepada Allah SWT. Berkat anugerah-Nya, kita masih diberi kesempatan menikmati kehidupan dan menginjakkan kaki di bumi-Nya, terlebih lagi bisa berjumpa kembali dengan Hari Raya Idul Adha. Semua ini harus menjadi motivasi kuat bagi kita untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hari Raya Idul Adha ini mengingatkan kita pada kisah agung Nabi Ibrahim AS, seorang Nabi yang luar biasa cerdas. Beliau adalah putra dari seorang penjual patung. Sejak kecil, Ibrahim AS sudah menunjukkan ketaatan dan baktinya, namun di masa remajanya, beliau merasakan kegelisahan mendalam. Bagaimana mungkin patung mati bisa melindungi, sementara ia bahkan tak bisa melindungi dirinya sendiri?

Maka, Ibrahim AS mulai mencari siapakah sebenarnya Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Saat malam tiba, beliau melihat bintang, menyangka itulah Tuhannya. Tapi ketika bintang itu terbenam, beliau berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” Lalu beliau melihat bulan, “Inilah Tuhanku,” katanya. Saat bulan tenggelam, beliau berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Dan ketika siang, melihat matahari terbit, beliau berkata, “Ini Tuhanku, ini terlihat lebih besar,” tetapi saat matahari terbenam, beliau berseru, “Wahai kaumku sesungguhnya aku terlepas dari apa yang kalian persekutukan!” (QS. Al-An’am: 74-78). Pencarian ini membawanya pada kebenaran mutlak, tauhid kepada Allah semata.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,

Setelah menjadi Nabi, Ibrahim AS diuji dengan penghancuran patung-patung di kuil Raja Namrud. Beliau hanya menyisakan patung terbesar dan meletakkan alat penghancur di tangannya. Saat ditanya, Ibrahim AS dengan cerdik menantang mereka bertanya pada patung terbesar itu jika bisa bicara. Perdebatan ini berpuncak pada hukuman bakar bagi Ibrahim. Saat api berkobar hebat, apakah Ibrahim tahu api itu akan dingin? Tentu tidak. Tapi, keyakinannya pada Allah tak tergoyahkan. Allah kemudian berfirman, “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” Allah menunjukkan kuasa-Nya, sebab (api) tidak dapat menciptakan akibat (membakar) tanpa izin-Nya.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,

Ujian lain datang terkait keturunan. Ibrahim AS dan istrinya Sarah lama tidak dikaruniai anak. Sarah kemudian meminta Ibrahim menikahi Hajar, pembantunya yang lebih muda. Dari Hajar, Ibrahim AS mendapatkan putra tampan, pintar, dan saleh bernama Ismail AS, setelah penantian hingga usia 86 tahun. Di masa senja Ibrahim (100 tahun) dan Sarah (99 tahun), Allah pun menganugerahi mereka putra bernama Ishaq AS.

Kisah Ismail AS penuh dengan mukjizat dan simbol. Hajar melahirkan Ismail AS di sahara, ditinggal Ibrahim AS yang menjalankan perintah Allah. Dalam kebingungan mencari air, Hajar berlari tujuh kali antara bukit Safa dan Marwah. Proses ini menjadi rukun Sa’i dalam ibadah Haji. Setelah Sa’i, Hajar melihat air memancar dari jejak kaki Ismail kecil. “Zamzam!” seru Hajar, yang berarti “berkumpullah!”, dari sanalah lahir sumur Zamzam yang airnya tak pernah kering.

Puncak ujian datang ketika Ismail AS remaja. Ibrahim AS bermimpi menyembelih putranya, mimpi Nabi adalah wahyu. Dengan hati gundah, Ibrahim menyampaikan perintah ini kepada Ismail. Jawaban Ismail sungguh luar biasa, menunjukkan ketaatan dan kesalehan yang tak terbayangkan: “Wahai ayahku kerjakan saja apa yang diperintahkan. Insyaallah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar.” (QS As-Shaffat: 102). Dialog ini mencerminkan kepasrahan total kepada Allah.

Saat Ibrahim AS hendak melaksanakan perintah itu di Mina, Iblis datang menggoda tiga kali untuk menggagalkan. Namun, Ibrahim dan Ismail AS menolak dan melempari Iblis. Momen ini kini dikenang sebagai ritual melempar jumrah. Setelah berhasil mengalahkan godaan Iblis, Ibrahim AS siap menyembelih Ismail AS. Tapi, Allah menggantinya dengan seekor domba jantan besar dari surga, sebagai bukti keimanan dan kepasrahan mereka. Peristiwa inilah yang menjadi asal mula syariat kurban.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,

Banyak pelajaran berharga dari perjalanan simbolik Nabi Ibrahim AS yang terangkum dalam syariat Hajj dan Kurban. Pertama, keberanian menyampaikan kebenaran, meski sulit. Kedua, kesabaran dan pantang berputus asa dari rahmat Allah, bahkan di tengah ujian terberat. Ketiga, menyadari bahwa anak, harta, dan semua yang kita miliki hanyalah titipan, bukan milik mutlak. Keempat, keteguhan pendirian melawan godaan setan, tetap lurus di jalan Allah. Kelima, menyembelih ego dan hawa nafsu kita sendiri. Dan keenam, pentingnya berbagi kepada sesama, wujud kepedulian sosial.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,

Demikian sedikit yang bisa khatib sampaikan. Semoga Allah mengizinkan kita semua mengunjungi Makkah dan Madinah, bahkan menunaikan ibadah haji. Yang terpenting, mari kita terus berusaha menjadi orang beriman dan bertakwa, menjalani hidup dengan akhlak mulia yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِي الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللَّهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَى بِمَلَآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللَّهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَ اللَّهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

6. Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kebahagiaan Bersama

khutbah I

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، (3 مَرَّاتٍ) وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْأَمِيْنِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Ma’asyiral Muslimin jama’ah sholat ‘Idul Adhha rahimakumullah,

Mengawali khutbah ‘Id pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, dan terkhusus bagi diri khatib pribadi. Mari senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, kapanpun dan di manapun kita berada. Dalam keadaan sesulit apapun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, mari kita jaga ketakwaan ini dengan melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hari raya itu pada hakikatnya adalah hari perayaan setelah seorang hamba menunaikan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allah. Idul Adha ini seyogyanya menjadi hari perayaan bagi mereka yang telah bersungguh-sungguh melaksanakan puasa Arafah, atau berbagai ibadah di bulan Dzulhijjah. Ia juga menjadi puncak kebahagiaan bagi mereka yang telah menjalankan rukun haji yang paling utama, yaitu wukuf di ‘Arafah. Merekalah orang-orang yang paling pantas untuk berhari raya dan bergembira.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang tidak mendahului dua hari raya ini dengan berbagai ketaatan dan ibadah? Sebenarnya, apa yang mereka rayakan? Pertanyaan ini patut menjadi renungan bagi kita semua, agar hari raya tidak hanya menjadi sekadar momen seremonial tanpa makna spiritual yang mendalam.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin jama’ah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Hari raya itu bukan cuma kegembiraan buat segelintir orang aja. Seharusnya, di hari raya ini kita semua bisa ikut bergembira, kita semua bisa merasakan kebahagiaan. Hari raya ini adalah hari raya seluruh umat Islam di seluruh dunia, kegembiraan bersama yang dirasakan oleh semuanya.

Nah, ibadah kurban yang mengiringi Idul Adha ini jadi bukti nyata bahwa Islam itu ngajarin kita agar hari raya melahirkan kebahagiaan yang merata. Orang yang mampu berkurban, dia membagikan daging hewan kurban kepada yang membutuhkan, yang mungkin cuma setahun sekali bisa menikmati daging. Dengan begitu, kebahagiaan itu nyebar, dirasakan oleh sebanyak-banyaknya umat Islam, tanpa pandang bulu.

Dari sini, kita bisa ambil pelajaran penting: memenuhi kebutuhan orang yang kurang mampu dan bikin mereka gembira lewat kurban adalah sesuatu yang harus selalu ada di setiap momen hari raya. Hakikat hari raya itu memang kebahagiaan bersama, kasih sayang, empati, dan berbagi sama tetangga, saudara, dan seluruh umat.

Hadirin rahimakumullah,

Supaya hari raya ini beneran jadi kebahagiaan bareng, kita mestinya nyambut dia dengan nyiapin diri buat berbagi sama orang lain. Jelang hari raya, kita siapin diri buat bantu sesama, ringanin beban saudara kita yang lagi susah, dan hilangin kesedihan mereka dengan nyumbangin sebagian rezeki. Kalau belum mampu dengan harta, minimal dengan ucapan yang baik yang bisa ngehibur hati mereka, dengan senyum tulus, sapaan ramah, dan do’a tulus buat kebaikan mereka.

Saat kita lagi kumpul bareng keluarga, makan enak di hari raya, ingatlah bahwa di luar sana masih banyak anak yatim yang udah gak punya orang tua. Ada janda-janda yang banting tulang nafkahin anak-anaknya. Ingat juga saudara-saudara kita yang lagi kehilangan pekerjaan, yang lagi kesulitan cari rezeki di berbagai daerah.

Minimal banget, sisipkan doa buat mereka di hari yang penuh berkah ini. Di hari yang seharusnya semua orang gembira, mungkin ada di antara mereka yang harus nahan sedih, ngerasain perihnya hidup, dan nanggung beban yang berat. Jangan lupakan mereka dalam setiap sujud dan do’a kita di hari yang mulia ini.

Hadirin jama’ah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Tanamkan dalam hati bahwa ketika kita membantu atau mendoakan orang lain yang membutuhkan, sebenarnya kita lagi berbuat baik buat diri kita sendiri, lho. Renungkan baik-baik makna ayat-ayat ini:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

Artinya, “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS al-Isra’: 7).

وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Artinya, “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allah, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri. Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan kalian sedikit pun tidak akan dirugikan.” (QS Al-Baqarah: 272).

Hadirkan juga dalam hati sabda mulia Baginda Nabi Muhammad SAW:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

Artinya, “Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan baginya kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.” (HR Muslim). Hadits ini adalah motivasi luar biasa untuk terus berbuat baik dan saling membantu.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kepada mereka yang sedang diuji dengan masa-masa sulit, yang sedang berjuang dengan berbagai masalah hidup, mari kita saling menguatkan. Ingatlah, musibah yang menimpa kita mungkin belum seberapa dibandingkan dengan ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS beserta keluarga mereka.

Hadirin rahimakumullah,

Setelah penantian panjang hingga usia 86 tahun, Nabi Ibrahim AS baru dikaruniai putra bernama Ismail AS. Belahan jiwa yang sangat dicintai ini, ketika beranjak remaja, Allah perintahkan agar disembelih oleh ayahnya sendiri. Betapa berat ujian itu! Namun, bagaimana sikap Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS menghadapinya?

Dengan ketundukan total kepada Allah, Nabi Ibrahim AS segera melaksanakan perintah itu tanpa sedikitpun ragu. Sang putra, Ismail AS, juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan penuh, tanpa ada protes sama sekali. Subhana Allah! Inilah gambaran keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibanding apapun. Ayah dan anak saling menguatkan dalam ketaatan.

Dialog indah antara keduanya diabadikan dalam Al-Qur’an:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ

Artinya, ”…Ibrahim berkata: ‘Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?’” (QS As-Shaffat: 102). Mimpi Nabi adalah wahyu. Pertanyaan Nabi Ibrahim bukanlah meminta pendapat apakah perintah itu dilaksanakan atau tidak, bukan juga keraguan. Beliau hanya ingin tahu kemantapan hati putranya dalam menerima titah Ilahi.

Dengan hati yang mantap dan teguh, Nabi Ismail AS menjawab, menunjukkan cintanya kepada Allah jauh melebihi cintanya pada diri sendiri:

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya, “Ismail menjawab: ‘Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS As-Shaffat: 102). Jawaban disertai “Insyaa Allah” ini menegaskan keyakinan total Ismail bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah.

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mendengar jawaban penuh kepasrahan dari putranya, Nabi Ibrahim AS mencium Ismail AS dengan penuh haru dan kasih sayang, sembari meneteskan air mata. Beliau berkata kepada Ismail:

نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ

Artinya, “Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.”

Kemudian Nabi Ibrahim AS mulai menggerakkan pisaunya di leher Ismail AS. Tapi, pisau itu sedikit pun tak mampu melukai. Mengapa? Karena Pencipta segala sesuatu adalah Allah. Pisau hanyalah sebab. Yang menciptakan terpotongnya sesuatu, yang menciptakan sebab dan akibat, hanyalah Allah. Pisau tidak bisa menciptakan terpotongnya leher Ismail AS tanpa izin Allah. Segala sesuatu bergantung pada kehendak dan ciptaan-Nya.

Hadirin yang berbahagia,

Berkat ketakwaan, kesabaran, tawakal, keteguhan hati, dan ketundukan total Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, Allah memberikan jalan keluar. Allah mengganti Ismail AS dengan seekor domba jantan besar berwarna putih, yang dibawa langsung oleh Malaikat Jibril dari surga. Allah berfirman:

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾

Artinya, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus Ismail dengan seekor sembelihan yang agung.” (QS ash-Shaffat: 106-107). Peristiwa ini menjadi penanda dimulainya ibadah kurban yang kita laksanakan mulai tanggal 10 hingga akhir hari Tasyrik (13 Dzulhijjah).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mari kita renungkan dalam-dalam, hadirin sekalian. Di tengah berbagai masalah dan ujian hidup yang kita hadapi, mari teladani ketangguhan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Mereka diuji dengan ujian yang sangat berat, namun berkat takwa, sabar, tawakal, dan kepasrahan total, Allah memberikan jalan keluar dan pertolongan.

Kita harus yakin, di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, jika kita bersabar. Kita harus yakin, di setiap musibah pasti ada hikmah, jika kita bertawakal. Kita harus yakin, di setiap masalah pasti ada jalan keluar, jika kita bertakwa. Dan kita yakin, di setiap kesusahan pasti ada kebahagiaan, jika kita tunduk sepenuhnya kepada Allah.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Akhir kata, mari kita bersama-sama berdoa. Semoga Allah menghindarkan negara kita, Indonesia, dan seluruh negeri umat Islam dari segala bala’, musibah, wabah, melambungnya harga, kemungkaran, keburukan, kekejian, serta segala kesulitan dan kesusahan, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.

آمِيْنَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، (2 مَرَّاتٍ)، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوْا اللَّهَ تَعَالَى فِيْ هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيْمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيْدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيْهِ طُمَأْنِيْنَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيْمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأَبَنَا، اَللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوْتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِيْنَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

7. Contoh Khutbah Idul Adha: Hari Raya, Cinta, dan Kepedulian pada Semua

Khutbah I

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ
اَللَّهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرْ، اَللَّهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Setiap kita yang hadir di tempat ini pasti merasakan, betapa besarnya nikmat-nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita. Nikmat itu tak terhitung jumlahnya, melampaui angka dan angan-angan. Nikmat itu senantiasa menyertai setiap langkah kehidupan kita. Semua nikmat ini adalah karunia yang patut kita syukuri dengan sepenuh hati, menguatkannya, dan mewujudkannya melalui lisan, tindakan, serta perbuatan dalam keseharian kita.

Alhamdulillahirabbil alamin. Kalimat inilah yang harus tertanam kuat dalam diri kita, lahir dan batin. Dengan begitu, nikmat yang kita terima akan tetap abadi, dan kita akan senantiasa yakin bahwa hanya Allah-lah tempat bergantung, tiada yang mustahil bagi-Nya. Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan orang-orang Mukmin yang selalu ditambah nikmatnya oleh Allah, Sang Rabbul Alamin. Amin, amin ya Rabbal Alamin.

Di antara nikmat agung yang tak bisa kita pungkiri saat ini adalah umur panjang, kesehatan yang prima, dan kesempatan yang terus Allah berikan. Berkat nikmat inilah, kita bisa merasakan kembali kebahagiaan Hari Raya Idul Adha 1446 H, berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai. Nikmat ini harus kita iringi dan imbangi dengan penguatan takwa kepada Ilahi Rabbi, dengan menjalankan segenap perintah-Nya yang suci dan menjauhi larangan-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 102:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” Ayat ini adalah seruan tegas bagi setiap mukmin untuk menjaga kualitas takwanya hingga akhir hayat.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Idul Adha adalah hari raya umat Islam yang selalu dirayakan dengan penuh kemeriahan dan kebersamaan. Dari momen kebersamaan inilah, muncullah rasa cinta dan kebahagiaan yang luar biasa. Semua itu bisa kita rasakan dalam rangkaian ibadah seperti sholat Id berjamaah, ibadah haji, dan tentunya ibadah kurban. Kita berkumpul, bersatu padu di masjid dan tanah lapang yang diberkahi. Untuk bersama-sama melaksanakan sholat Id sebagai wujud penghambaan dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Semua berkumpul, tanpa memandang status sosial, jabatan, atau latar belakang. Di hadapan Allah, kita semua sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan.

Para jamaah haji di Tanah Suci pun begitu. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia, berbagai bangsa, dengan bahasa yang berbeda-beda. Tapi, iman dan ketakwaan menyatukan mereka dalam satu barisan, satu tujuan: menghamba hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam. Mereka juga menebar kasih sayang dan kepedulian kepada sesama, sebagai wujud ibadah sosial dan kebersamaan penuh cinta dalam menjalankan manasik haji.

Kebersamaan dalam ibadah haji dan sholat Idul Adha ini, tentu saja, akan semakin memperkuat ikatan persaudaraan kita sesama muslim. Dari sinilah akan tumbuh rasa cinta yang tulus untuk senantiasa menghormati sesama manusia. Memang benar, Allah menciptakan kita dari satu pasang manusia (Adam dan Hawa), kemudian menjadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dengan warna kulit dan budaya yang berbeda-beda. Namun, perbedaan itu bukanlah untuk dibangga-banggakan, dijadikan alasan untuk merasa paling unggul, apalagi saling merendahkan. Tujuan diciptakannya perbedaan ini oleh Allah adalah agar kita saling mengenal, saling memahami, sehingga tercipta harmoni dan keindahan dalam kehidupan di dunia ini.

Allah berfirman dalam QS Al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” Ayat ini secara gamblang menegaskan bahwa kemuliaan sejati di mata Allah bukanlah karena keturunan, kekayaan, atau kedudukan, melainkan karena takwa.

Oleh karena itu, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Mari kita tinggalkan sifat dan sikap yang merasa paling unggul karena materi dan kekayaan. Jauhi sikap merasa lebih mulia karena nasab atau keturunan. Hindari merasa lebih menarik karena tampilan fisik atau pakaian mewah. Jangan pernah memandang rendah orang lain, apalagi merasa paling tinggi karena jabatan atau kedudukan. Ciptakanlah kehidupan yang saling menghormati dalam setiap perbedaan. Wujudkan kerukunan yang hakiki, dan tumbuhkan cinta yang tulus pada perdamaian. Karena, sekali lagi diingatkan, yang dinilai oleh Allah, tiada lain dan tiada bukan, hanyalah ketakwaan kita.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini adalah pilar penting dalam membangun masyarakat muslim yang harmonis dan penuh kepedulian. Keimanan kita belum paripurna jika belum bisa merasakan apa yang dirasakan saudara kita dan menginginkan kebaikan bagi mereka, sama seperti kita menginginkan kebaikan bagi diri sendiri.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Selain sholat Idul Adha dan ibadah haji bagi yang mampu, rasa cinta dan kepedulian juga bisa kita pupuk dan tumbuhkan dari ibadah kurban yang kita jalani. Kurban, yang dilakukan dengan menyembelih hewan ternak, adalah simbolisasi agung dari upaya kita menyembelih dan membuang sifat-sifat kebinatangan yang mungkin masih bersemayam dalam diri kita. Sifat sombong, rakus, egois, serakah, dan maunya menang sendiri, adalah sifat-sifat buruk yang harus kita basmi dan hindari mati-matian. Sebaliknya, rasa cinta, kasih sayang, empati, dan kepedulian pada sesama, harus kita pupuk dan tumbuhkan dalam hati dan diri kita pribadi, menjadi karakter melekat dalam keseharian.

Penting untuk kita sadari bahwa kurban adalah ibadah yang memiliki dimensi vertikal (hubungan dengan Allah) dan dimensi horizontal (hubungan dengan sesama manusia). Dimensi horizontal inilah yang mengasah kepedulian sosial kita. Dengan kurban, kita berbagi kebahagiaan, saling memberi sedekah dan amal. Kita harus berupaya maksimal menghilangkan sekat-sekat yang membatasi hubungan antar sesama, baik sekat kekayaan, kedudukan, suku, atau lainnya. Dengan begitu, kehidupan bersama ini akan bisa berjalan harmonis, baik, dan normal, sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Mari kita sisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk berbagi. Jangan pernah khawatir harta kita akan berkurang karena banyak memberi. Allah SWT, Sang Pemberi Rezeki, justru akan melipatgandakan pahala dan keberkahan atas sedekah yang kita tunaikan.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 261:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” Ayat ini menjanjikan balasan berlipat ganda bagi orang yang berinfak di jalan Allah.

Rasulullah SAW juga bersabda, menguatkan janji Allah:

مَا أَحْسَنَ عَبْدٌ الصَّدَقَةَ إِلَّا أَحْسَنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخِلَافَةَ عَلَى تِرْكَتِهِ

Artinya: “Tidaklah seorang hamba memperbaiki sedekahnya kecuali Allah memperbaiki pengganti atas harta tinggalannya.” (HR Ibnu al-Mubarak). Ini adalah jaminan langsung bahwa kebaikan yang kita berikan tidak akan sia-sia, bahkan akan diganti dengan yang lebih baik oleh Allah.

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Di penghujung khutbah Idul Adha yang penuh berkah ini, mari kita resapi kembali makna mendalam dari ibadah kurban. Yang terpenting bukanlah besarnya hewan kurban atau banyaknya daging yang dibagikan, melainkan keikhlasan hati dan tingkat takwa yang mendorong kita melaksanakannya. Hanya ketakwaan itulah yang akan sampai kepada Allah Yang Maha Kuasa, bukan daging atau darahnya. Sebagaimana kembali ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang Muhsin (berbuat baik).”

Semoga Hari Raya Idul Adha kita kali ini, dan di tahun-tahun mendatang, benar-benar mampu menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian yang lebih besar pada sesama. Semoga semua ibadah kita, mulai dari takbir, sholat Id, hingga kurban, diterima oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Amin ya Rabbal Alamin.

جَعَلَنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ. آمِيْنَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ، وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

Khutbah II

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوْا اللَّهَ تَعَالَى فِيْ هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيْمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالِحِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيْدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيْهِ طُمَأْنِيْنَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيْمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأَبَنَا، اَللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوْتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِيْنَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Itu dia beberapa contoh teks khutbah Idul Adha yang bisa jadi referensi. Semoga bisa menginspirasi kita semua dalam merayakan hari kemenangan ini!

Gimana, ada tema khutbah yang paling pas buat momen Idul Adha tahun ini di tempat kamu? Yuk, kasih tahu pendapatmu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar