Curhat Para Ibu/Bapak: Gimana Sih Sistem Kinerja Sekarang? Lebih Oke Gak?

Daftar Isi

Curhat Para Ibu/Bapak: Gimana Sih Sistem Kinerja Sekarang? Lebih Oke Gak?

Hai Bapak/Ibu Guru dan Kepala Sekolah di seluruh Indonesia! Kalian pasti setuju kalau pengelolaan kinerja itu penting banget buat kemajuan pendidikan kita. Nah, pemerintah lewat Kemendikdasmen lagi pengen tahu langsung nih, gimana sih rasanya menjalankan sistem kinerja yang sekarang? Mereka lagi ngadain survei nasional buat ngumpulin kesan dan pengalaman dari para pelaku di lapangan.

Survei ini diselenggarakan langsung oleh Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Ditjen GTKPG). Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 4 sampai 9 Juli 2025 dan pesertanya lumayan lengkap, mulai dari guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, sampai tim kinerja di dinas kayak pengawas sekolah atau pejabat struktural yang ngurusin GTK. Kalau kebetulan kamu termasuk yang diundang buat ikutan survei ini, ada satu pertanyaan kunci yang pasti muncul: bagaimana kesan Ibu/Bapak mengenai sistem pengelolaan kinerja saat ini?

Nah, mungkin ada yang bingung mau jawab apa atau kesan seperti apa sih yang dicari? Tenang, di sini kita bakal ulas bareng. Pertanyaan ini tujuannya buat dapetin gambaran jujur dari kalian yang tiap hari berhadapan langsung sama sistemnya. Apa sih yang terasa beda? Apa yang lebih mudah? Atau mungkin ada yang masih terasa kurang pas? Semua insight dari kalian itu berharga banget buat perbaikan ke depannya. Sistem kinerja yang sekarang memang katanya banyak disederhanakan dan fokusnya digeser. Dari yang tadinya mungkin terasa berat di administrasi, sekarang diharapkan bisa lebih fokus ke substansi, yaitu peningkatan kualitas pembelajaran dan kepemimpinan.

Jadi, kalau kamu punya kesempatan buat mengisi survei ini, jangan ragu buat menyampaikan apa yang ada di pikiran dan pengalamanmu ya. Bayangin aja ini kayak lagi ngobrol santai, cerita aja apa adanya. Kesan positif atau pun masukan konstruktif, semuanya bakal jadi bahan penting buat pemerintah dalam menyempurnakan kebijakan pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah di masa depan. Makanya, penting banget buat kita para guru dan kepala sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam survei ini. Suara kita didengar, lho!

Bagaimana Kesan Ibu/Bapak Mengenai Sistem Pengelolaan Kinerja Saat Ini?

Ini dia pertanyaan utamanya! Kalau kamu diminta buat ngasih kesan, kira-kira mau jawab gimana? Pertanyaan ini ngajak kita buat refleksi sebentar, mikirin perjalanan kita ngikutin siklus kinerja dari awal sampai sekarang. Sistem yang baru ini memang ada beberapa perubahan signifikan dibanding yang lama. Perubahan-perubahan ini katanya sih dibuat biar prosesnya lebih ‘manusiawi’ dan nggak bikin guru atau kepala sekolah pusing tujuh keliling sama urusan administratif.

Fokusnya sekarang itu ke refleksi dan dampak nyata dari apa yang kita kerjain di sekolah, bukan cuma sekadar ngumpulin bukti fisik atau ngejar angka-angka poin yang kadang bikin stres. Pemerintah pengen kita, para pendidik, bisa lebih fokus sama tugas utama kita: ngajar, mendidik, membimbing siswa, dan memajukan sekolah. Administrasi itu penting, tapi bukan segala-galanya sampai mengalahkan waktu dan energi buat yang utama. Makanya, ada beberapa hal yang diubah total.

Nah, kalau kamu masih nyari ide atau mau nyontek sedikit buat ngisi bagian ‘bagaimana kesan Ibu/Bapak mengenai sistem pengelolaan kinerja saat ini?’ di survei, ini ada beberapa contoh jawaban yang bisa jadi inspirasi. Contoh-contoh ini dibuat berdasarkan semangat perubahan dalam sistem pengelolaan kinerja terbaru yang diklaim lebih simpel dan nggak ribet. Coba kita bedah satu per satu, ya.

Contoh Jawaban #1

Kesanku terhadap sistem pengelolaan kinerja yang sekarang itu, jujur aja, terasa jauh lebih ringan dan nggak bikin deg-degan kayak dulu. Dulu, rasanya dikejar-kejar poin pengembangan kompetensi itu lumayan bikin pusing, harus mikirin ikut ini-itu biar poinnya cukup. Sekarang, dengan nggak ada kewajiban ngejar poin, aku jadi bisa milih kegiatan pengembangan diri yang beneran aku butuhin dan relevan sama kondisi kelasku atau sekolahku. Fokusnya jadi ke gimana kegiatan itu ngaruh ke praktikku ngajar dan ke murid-murid, bukan cuma soal dapet sertifikat atau piagam.

Terus, bagian yang paling bikin lega itu soal nggak perlu lagi upload dokumen ke sistem. Aduh, ini beneran perubahan yang super membantu! Dulu, ngurusin upload dokumen itu PR banget, kadang error, kadang loadingnya lama, makan waktu dan energi banget. Sekarang, cukup nyiapin dokumennya terus tunjukin aja ke atasan waktu supervisi atau dialog kinerja, itu udah cukup. Beban administratif jadi berkurang drastis, waktu luang buat nyiapin materi ajar atau pendampingan siswa jadi lebih banyak.

Selain itu, siklusnya yang cuma setahun sekali juga kerasa jauh lebih praktis. Dulu kan setahun dua kali, rasanya belum kelar yang satu, udah mikirin yang berikutnya. Sekarang jadi lebih fokus dan terarah. Meskipun proses besarnya setahun sekali, tapi kan dialog dan pemantauan sama atasan tetap jalan, bahkan mungkin jadi lebih intens dan berkualitas karena nggak terburu-buru urusan upload dan ngejar deadline sistem. Intinya, sistem ini kerasa lebih mendukung aku buat jadi guru yang lebih baik, nggak cuma jadi administrator yang handal.

Contoh Jawaban #2

Menurutku, sistem kinerja yang terbaru ini memang lebih memihak guru dan kepala sekolah buat bisa fokus sama tugas utamanya. Jujur aja, dulu aku suka ngerasa waktu buat ngajar dan nyiapin pembelajaran jadi sedikit karena harus ngurusin berbagai macam dokumen dan upload ini-itu. Rasanya kayak kerja buat sistem, bukan kerja buat siswa. Nah, dengan adanya kebijakan cukup menunjukkan dokumen ke atasan tanpa harus upload ke platform, ini terasa banget mempermudah hidupku sebagai guru. Prosesnya jadi lebih personal, dialog sama atasan juga jadi lebih santai dan terbuka.

Soal pengembangan kompetensi juga gitu. Dulu mikirnya harus ikut pelatihan ini itu buat ngejar poin, kadang materinya kurang pas tapi tetep diikutin demi angka. Sekarang, karena nggak ada keharusan ngejar poin, aku jadi bisa lebih selektif milih pengembangan diri yang beneran aku butuhin, yang bisa langsung aku terapin di kelas, atau yang beneran bisa ningkatin kualitas mengajarku. Refleksinya itu yang penting, bukan cuma ngumpulin bukti fisik. Sistem ini kayak ngajak kita buat jadi pendidik yang terus belajar dan merefleksikan praktik sendiri.

Ada juga kesan bahwa sistem yang baru ini lebih menekankan pada dialog antara guru dan atasan. Dulu, mungkin lebih banyak laporan satu arah. Sekarang, dengan proses yang lebih disederhanakan, ada ruang lebih banyak buat ngobrolin perkembangan, tantangan, dan strategi peningkatan kinerja bareng atasan. Ini bikin aku merasa lebih diperhatikan dan didukung dalam menjalani profesi sebagai guru. Jadi, secara keseluruhan, aku merasa sistem ini lebih efektif dan efisien, serta bikin guru jadi lebih fokus pada dampak pembelajaran.

Contoh Jawaban #3

Wah, penyederhanaan sistem pengelolaan kinerja tahun 2025 ini beneran bawa angin segar buatku. Dulu, rasanya tiap semester itu kayak lari maraton, harus ngebut nyelesaiin tahapan perencanaan dan penilaian, terus nanti mulai lagi di semester berikutnya. Ada dua peak season yang lumayan bikin ketar-ketir. Sekarang, cukup satu kali siklus dalam setahun, ini bikin ritme kerja jadi lebih stabil. Nggak ada lagi perasaan terburu-buru yang berlebihan.

Meski cuma setahun sekali, tapi aku perhatikan pemantauan dan dialog kinerja sama atasan itu tetap jalan, bahkan jadi lebih substantif. Atasan jadi punya waktu lebih banyak buat ngasih bimbingan dan feedback yang personal, nggak cuma ngecek kelengkapan dokumen. Ini yang bikin proses kinerjaku terasa lebih bermakna. Aku jadi nggak ngerasa cuma ngelakuin kewajiban administrasi, tapi beneran diarahkan buat ningkatin kualitas kerjaku sebagai pendidik.

Fokusnya yang bergeser dari pengejaran poin ke refleksi dan dampak juga sangat positif. Aku jadi bisa lebih merdeka dalam memilih kegiatan pengembangan diri. Bisa fokus ke webinar atau lokakarya yang beneran relevan sama kebutuhan siswa di kelasku atau isu-isu yang lagi aku hadapi. Nggak kepikiran lagi soal “ini poinnya berapa ya?”. Yang penting, apa yang aku pelajari bisa langsung aku terapkan dan bermanfaat buat siswa. Jadi, perubahan ini bikin aku lebih semangat dan nggak terbebani dalam menjalani proses pengelolaan kinerja.

Cara Mengisi Survei Nasional Supervisi Pengelolaan Kinerja

Setelah baca contoh-contoh kesan tadi, mungkin kamu udah punya gambaran mau jawab apa. Nah, sekarang gimana sih cara ngisi survei ini kalau kamu termasuk yang diundang? Jangan khawatir, prosesnya nggak susah kok. Berdasarkan informasi yang ada, langkah-langkahnya kurang lebih seperti ini:

Pertama, pastikan kamu punya link surveinya ya. Link resminya ada di https://s.id/SurveyNasional. Kamu bisa langsung klik atau salin link itu ke browser favoritmu.

Setelah link terbuka, kamu bakal diminta buat milih periode program. Pilih yang sesuai. Kemudian, masukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kamu. Setelah NIK dimasukkan, klik tombol ‘Cari Data Anda’. Sistem akan mencari data kamu berdasarkan NIK yang dimasukkan.

Kalau data kamu ditemukan, akan muncul konfirmasi. Klik ‘OK’ untuk melanjutkan. Selanjutnya, kamu bakal diminta mengisi data-data pribadi dan data terkait pekerjaan kamu. Isi semua kolom yang diminta dengan benar ya. Biasanya data yang diminta meliputi nama lengkap, email belajar.id (penting banget nih pake email belajar.id), NPSN sekolah tempat kamu bertugas, jabatanmu (guru atau kepala sekolah), mata pelajaran yang kamu ampu (kalau kamu guru), provinsi dan kabupaten/kota tempat sekolah berada, serta nomor HP aktif yang bisa dihubungi. Pastikan semua data terisi dengan lengkap dan akurat.

Setelah semua data terisi, jangan lupa klik ‘Simpan’ ya. Langkah ini penting agar data pendaftaran kamu tercatat di sistem survei. Setelah data tersimpan, kamu biasanya akan diminta untuk login menggunakan akun Google. Pastikan kamu login dengan akun Google yang sama dengan email belajar.id yang tadi kamu daftarkan ya. Ini buat memastikan identitasmu sesuai.

Setelah berhasil login, kamu bisa masuk ke menu survei. Cari menu atau bagian yang judulnya ‘Supervisi Pengelolaan Kinerja’. Di sinilah semua pertanyaan survei akan ditampilkan. Baca baik-baik setiap pertanyaan dan jawablah sesuai dengan pendapat, pengalaman, dan kesan kamu selama menjalankan sistem pengelolaan kinerja yang sekarang. Jujur ya jawabnya, nggak perlu khawatir salah atau benar, karena ini survei buat ngumpulin data dan masukan.

Jawab semua pertanyaan sampai selesai. Biasanya ada pertanyaan pilihan ganda dan ada juga yang butuh jawaban uraian singkat seperti pertanyaan kesan tadi. Setelah yakin semua pertanyaan sudah terjawab, langkah terakhir adalah klik tombol ‘Simpan’ atau ‘Kirim’ (tombolnya bisa bervariasi). Pastikan kamu klik tombol ini agar jawaban surveimu terekam di sistem. Setelah itu, proses pengisian survei selesai deh. Gampang kan? Jadi, kalau kamu dapet kesempatan, luangin waktu sebentar buat ikutan ya!

Penyederhanaan Pengelolaan Kinerja 2025

Seperti yang udah disinggung di awal, sistem pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah untuk tahun 2025 ini memang banyak mengalami penyederhanaan. Ini bukan sekadar perubahan kecil, tapi ada pergeseran paradigma juga. Tujuannya jelas, biar guru dan kepala sekolah bisa lebih fokus pada esensi profesi mereka, yaitu mendidik dan memimpin, bukan malah tenggelam dalam urusan administrasi yang kadang terasa memberatkan dan jauh dari realitas di kelas atau sekolah.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sendiri udah mengumumkan beberapa perubahan utama ini. Perubahan ini diharapkan bisa menjawab keluhan dan tantangan yang selama ini dihadapi oleh para pendidik terkait proses penilaian kinerja. Mari kita lihat lebih detail lagi tiga poin utama penyederhanaan yang paling terasa:

1. Tidak Lagi Mengejar Poin Pengembangan Kompetensi

Ini salah satu perubahan yang paling disambut baik oleh banyak guru. Dulu, proses pengelolaan kinerja itu seringkali terasa kayak balapan ngumpulin poin dari berbagai kegiatan pengembangan kompetensi. Ada target poin minimal yang harus dicapai, yang kadang bikin guru atau kepala sekolah ikut kegiatan bukan karena butuh materinya, tapi demi mencukupi poin. Ini membuat makna pengembangan diri jadi bergeser, dari true learning menjadi sekadar memenuhi kewajiban administratif.

Nah, sekarang sistemnya diubah total. Nggak ada lagi kewajiban ngejar poin. Guru dan kepala sekolah tetap didorong untuk melakukan pengembangan kompetensi, tapi pendekatannya lebih pada refleksi. Setelah ikut sebuah kegiatan pengembangan diri (misalnya pelatihan, webinar, atau workshop), guru atau kepala sekolah diminta merefleksikan apa yang mereka dapat, bagaimana itu relevan dengan tugas mereka, dan bagaimana hasilnya bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran atau kepemimpinan. Hasil refleksi inilah yang kemudian menjadi bahan dialog kinerja dengan atasan. Jadi, fokusnya pindah dari “udah ngumpulin berapa poin?” ke “apa yang kamu pelajari dan bagaimana itu bisa bermanfaat?”. Ini membuat proses pengembangan diri jadi lebih personal, relevan, dan punya dampak nyata.

2. Tak Perlu Lagi Mengunggah Dokumen ke Sistem

Ini juga poin perubahan yang super melegakan. Bayangin, dulu itu guru dan kepala sekolah harus upload segudang dokumen ke sistem sebagai bukti fisik dari berbagai kegiatan kinerja mereka, mulai dari bukti pengembangan kompetensi, laporan akuntabilitas, sampai bukti tugas tambahan. Proses upload ini seringkali jadi sumber stres, apalagi kalau jaringan internet di sekolah kurang stabil atau sistemnya lagi ramai diakses. Kadang dokumennya hilang, formatnya nggak sesuai, atau loadingnya lama banget.

Sekarang? Beban itu diangkat. Dokumen-dokumen bukti fisik nggak perlu lagi di-upload ke sistem. Cukup siapkan dokumennya dalam bentuk fisik atau digital di perangkatmu, lalu tunjukkan langsung ke atasanmu saat proses dialog kinerja atau supervisi. Atasan cukup memverifikasi bahwa dokumennya ada dan isinya sesuai dengan apa yang kamu laporkan atau ceritakan. Ini beneran memotong birokrasi dan keribetan yang nggak perlu. Guru dan kepala sekolah jadi punya lebih banyak waktu dan energi buat fokus ke hal-hal yang lebih substansial, seperti merancang pembelajaran yang kreatif atau mendampingi siswa yang butuh perhatian. Administratif tetap jalan, tapi dibuat seefisien mungkin.

3. Dari Dua Kali Jadi Satu Kali dalam Setahun

Perubahan frekuensi pelaksanaan pengelolaan kinerja juga jadi sorotan utama. Sebelumnya, siklus penilaian kinerja ini berjalan dua kali dalam setahun, biasanya per semester (Januari-Juni dan Juli-Desember). Ini berarti dalam setahun ada dua kali periode sibuk buat perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan penilaian. Rasanya baru selesai periode pertama, udah harus mikirin yang kedua.

Mulai tahun 2025, seluruh proses pengelolaan kinerja ini dipersingkat jadi satu kali dalam setahun. Mulai dari perencanaan di awal tahun, pelaksanaan sepanjang tahun, hingga penilaian di akhir tahun. Ini membuat prosesnya terasa lebih ringkas dan terintegrasi. Meskipun proses besarnya setahun sekali, bukan berarti nggak ada pemantauan sama sekali ya. Penilaian bulanan atau triwulan (kalau ada di sistem) dan dialog kinerja dengan atasan tetap berjalan seperti biasa. Justru dengan siklus yang lebih panjang ini, guru dan kepala sekolah punya lebih banyak waktu buat fokus menjalankan rencana kinerja mereka dan melihat hasilnya secara lebih komprehensif. Akuntabilitas tetap terjaga, tapi dengan cara yang nggak terfragmentasi dan lebih berorientasi pada gambaran besar.

Mengapa Suara Anda Penting dalam Survei Ini?

Survei nasional seperti yang diadakan oleh Ditjen GTKPG ini bukanlah sekadar formalitas. Ini adalah wujud nyata dari upaya pemerintah untuk mendengarkan langsung suara dari garda terdepan pendidikan, yaitu para guru dan kepala sekolah. Kalianlah yang setiap hari merasakan langsung dampak dari kebijakan yang dibuat. Kalian yang tahu persis bagaimana sistem ini bekerja di lapangan, apa yang sudah berjalan baik, dan apa yang masih jadi tantangan.

Partisipasi aktif dalam survei ini adalah kesempatan emas untuk ikut berkontribusi dalam perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Feedback jujur dan konstruktif dari kalian akan menjadi data yang sangat berharga bagi pengambil kebijakan untuk mengevaluasi efektivitas sistem pengelolaan kinerja yang baru ini. Apakah penyederhanaan ini benar-benar dirasakan manfaatnya? Apakah ada aspek lain yang masih perlu diperbaiki? Semua itu hanya bisa diketahui kalau kalian mau berbagi pengalaman.

Jadi, kalau kamu termasuk yang diundang, jangan sia-siakan kesempatan ini ya. Sampaikan kesanmu, berikan masukanmu. Setiap jawaban yang kamu berikan akan membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran, lebih mendukung profesi guru dan kepala sekolah, dan pada akhirnya, berkontribusi pada peningkatan kualitas pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia. Ini saatnya suara guru dan kepala sekolah didengar dan dijadikan dasar perubahan!

Filosofi di Balik Penyederhanaan

Perubahan dan penyederhanaan dalam sistem pengelolaan kinerja ini bukan cuma soal mengurangi beban administrasi lho, ada filosofi yang lebih dalam di baliknya. Pemerintah ingin mengembalikan fokus utama profesi guru dan kepala sekolah pada esensinya: belajar dan mengajar serta memimpin perubahan positif di sekolah. Dulu, mungkin sistem yang terlalu rumit dan berorientasi pada kelengkapan administrasi secara nggak sengaja malah mengalihkan energi para pendidik dari tugas utama mereka.

Dengan sistem yang lebih sederhana dan fokus pada refleksi serta dampak, guru diharapkan bisa lebih leluasa berinovasi di kelas, mencoba metode pembelajaran baru, atau memberikan perhatian lebih pada siswa yang membutuhkan. Kepala sekolah juga diharapkan bisa lebih fokus pada kepemimpinan pembelajaran, memberikan dukungan kepada guru, dan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar. Dialog kinerja yang lebih substantif dengan atasan juga diharapkan bisa menjadi ajang pengembangan diri yang personal, bukan sekadar evaluasi formal.

Intinya, sistem baru ini dirancang untuk mendukung ekosistem pembelajaran yang positif, di mana guru dan kepala sekolah merasa didukung, nggak terbebani, dan bisa fokus pada apa yang paling penting: meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan memajukan sekolah. Tentu saja, perubahan sebesar ini pasti punya tantangan tersendiri dalam implementasinya di lapangan, dan di sinilah pentingnya survei seperti ini untuk terus memantau dan melakukan perbaikan berkelanjutan.

Gimana nih kesan kamu sendiri soal sistem kinerja yang sekarang? Udah ikutan surveinya belum? Yuk, ceritain pengalaman atau pendapat kamu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar