Graffiti Bola: Estetika & Ideologi Tersembunyi di Balik Coretan Fans
Coretan di dinding, bagi sebagian orang, mungkin hanya dianggap sebagai vandalisme biasa. Namun, di balik setiap garis, bentuk, dan warna, seringkali tersimpan pesan yang mendalam, bahkan sebuah bentuk perlawanan. Seperti yang pernah disuarakan oleh musisi legendaris Iwan Fals dalam lagunya “Coretan Dinding” di tahun 1992, coretan itu adalah representasi dari “pemberontakan kucing hitam yang terpojok di tiap tempat sampah, di tiap kota.”
Iwan Fals mengibaratkan “kucing hitam” ini sebagai sosok yang terpinggirkan, namun memiliki kekuatan tersembunyi. “Cakarnya siap dengan kuku-kuku tajam,” dan “matanya menyala mengawasi gerak musuhnya.” Musuh yang dimaksud adalah penindas yang meremehkan setiap coretan, setiap bisikan perlawanan yang terpahat di tembok-tembok kota. Sebuah representasi gamblang dari suara-suara yang selama ini dibungkam, namun menemukan kanal ekspresi dalam bentuk seni jalanan yang seringkali tak kasat mata.
Dua puluh sembilan tahun setelah lagu ikonik itu dirilis, seorang akademisi dari Slovenia, Mitja Velikonja, menerbitkan sebuah karya yang secara lugas menjelaskan makna di balik coretan dinding. Meskipun Iwan Fals dan Velikonja mungkin tidak pernah bertemu, pandangan mereka tentang grafiti sebagai sebentuk perlawanan dan ekspresi suara yang terpinggirkan memiliki kesamaan yang mengejutkan. Buku Velikonja, yang berjudul The Chosen Few – Aesthetics and Ideology in Football Fan Graffiti and Street Art, menjadi bukti nyata bahwa seni jalanan memiliki kedalaman makna yang jauh melampaui apa yang terlihat.
Menggali Lebih Jauh Bersama Pionir Graffitologi, Mitja Velikonja¶
Mitja Velikonja bukanlah sosok sembarangan. Ia adalah seorang profesor kajian budaya dan Kepala Pusat Kajian Budaya dan Agama di Universitas Ljubljana, Slovenia. Karyanya telah menempatkannya sebagai seorang “graffitolog” atau ahli tafsir grafiti, sebuah bidang studi yang masih tergolong baru dan inovatif. Keahlian utamanya mencakup ideologi politik kontemporer di Eropa Tengah dan Balkan, subkultur, budaya grafiti, memori kolektif, hingga nostalgia pasca-sosialis yang seringkali termanifestasi dalam seni jalanan.
Dedikasi Velikonja terhadap penelitian ini telah diakui secara luas. Ia telah menerima empat penghargaan nasional dan satu penghargaan internasional, termasuk Penghargaan Erasmus EuroMedia dari Masyarakat Eropa untuk Pendidikan dan Komunikasi pada tahun 2008. Monografnya yang fenomenal, Post-Socialist Political Graffiti in the Balkans and Central Europe, yang diterbitkan Routledge pada tahun 2020, bahkan diakui sebagai salah satu capaian ilmiah terpenting Universitas Ljubljana. Ini menunjukkan betapa serius dan mendalamnya pendekatan Velikonja dalam mengupas fenomena budaya visual ini.
Dengan latar belakang yang sangat kuat dalam memahami konteks sosial, politik, dan budaya di balik setiap coretan, Velikonja hadir dengan buku terbarunya, The Chosen Few. Dalam karya ini, ia secara khusus menyelam lebih dalam ke sisi gelap fandom sepak bola. Melalui arsip foto grafiti dan seni jalanan penggemar yang sangat luas, ia berhasil menampilkan irisan menarik antara dunia jalanan dan olahraga. Buku ini bukan hanya sekadar kumpulan gambar, melainkan sebuah analisis tajam tentang bagaimana grafiti menjadi medium untuk mengungkapkan ketegangan rasial, etnis, dan kelas yang kerap tersembunyi di masyarakat.
Jejak Estetika dan Ideologi Ultras dalam Coretan¶
The Chosen Few mengungkap bagaimana kelompok pendukung klub sepak bola yang militan, yang dikenal sebagai Ultras, memanfaatkan grafiti sebagai kanvas untuk menyuarakan identitas dan ideologi mereka. Buku ini menampilkan ikonografi visual dunia bawah yang memukau, mulai dari mural yang rumit dengan detail luar biasa, stiker yang tersebar di mana-mana sebagai tanda kehadiran, hingga “scratchitto” atau goresan kasar yang tak kalah ekspresif, dan bahkan “duel cat semprot” yang menjadi ajang perebutan wilayah simbolik. Setiap bentuk ekspresi ini memiliki makna dan tujuan tersendiri dalam komunikasi visual Ultras.
Subkultur Ultras sendiri dibangun oleh “orang-orang tak dikenal,” para anonim yang memiliki keterikatan melampaui batas dengan tim kesayangan mereka. Kesetiaan mereka seringkali melampaui logika, membentuk sebuah ikatan emosional dan ideologis yang sangat kuat. Di banyak negara Eropa, terutama di negara-negara pasca-sosialis, keterikatan ini kadang-kadang berubah menjadi sentimen nasionalis yang ekstrem. Ideologi “Darah dan Tanah” yang militeristis, yang mengagungkan identitas etnis dan wilayah, seringkali menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi visual mereka.
Mengulik Akar Ideologi Ultras¶
Untuk memahami fenomena grafiti Ultras, kita perlu memahami lebih dalam tentang subkultur mereka. Ultras adalah kelompok penggemar yang sangat terorganisir, dikenal karena dukungan mereka yang penuh gairah, nyanyian tanpa henti, koreografi spanduk raksasa, dan penggunaan kembang api di stadion. Namun, di luar stadion, identitas mereka seringkali diukir di dinding kota melalui grafiti. Ini adalah cara mereka mengklaim wilayah, menunjukkan dominasi, dan menyebarkan pesan kepada rival atau bahkan masyarakat umum.
Penggunaan grafiti oleh Ultras bukan hanya soal seni, tetapi juga soal kekuatan dan identitas kolektif. Setiap logo, slogan, atau gambar yang mereka buat memiliki tujuan. Ini bisa menjadi bentuk intimidasi bagi kelompok lawan, deklarasi kesetiaan abadi pada klub, atau bahkan manifestasi dari pandangan politik mereka yang ekstrem. Misalnya, simbol-simbol tertentu atau warna bendera yang digunakan dalam grafiti bisa jadi memiliki konotasi politik yang dalam, yang hanya bisa dimengerti oleh kalangan internal atau mereka yang familiar dengan konteks lokal.
Velikonja dengan cermat menguraikan bagaimana grafiti ini berfungsi sebagai sebuah peta visual dari konflik dan aliansi di antara kelompok-kelompok penggemar. Di satu sisi, grafiti ini adalah ekspresi dari komunitas yang erat, tempat para anggotanya menemukan rasa memiliki dan identitas. Di sisi lain, ia juga bisa menjadi alat untuk memicu ketegangan, menyebarkan propaganda, atau bahkan menghasut kekerasan. Ini adalah sisi gelap dari gairah sepak bola yang jarang diangkat ke permukaan, namun sangat relevan untuk dipahami dalam konteks sosial yang lebih luas.
Contoh Visualisasi Ideologi¶
Bayangkan sebuah dinding di sudut kota, dipenuhi dengan grafiti yang mencolok. Mungkin ada gambar seorang hooligan dengan syal klub di wajahnya, tatapan mata tajam yang menyiratkan kekuatan. Di sampingnya, slogan-slogan bernada provokatif atau nasionalistis bisa jadi terpampang jelas, seperti “Tanah Ini Milik Kami!” atau “Darah Kami untuk Tim Ini!”. Ini bukan sekadar coretan iseng, melainkan pernyataan ideologi yang tegas dan seringkali kontroversial, yang secara terbuka menantang norma-norma sosial atau politik yang berlaku.
Video dokumenter pendek tentang budaya Ultras dan grafiti mereka.
Visualisasi semacam ini menjadi lebih kuat karena sifatnya yang publik dan permanen (setidaknya untuk sementara waktu). Mereka hadir di ruang publik, terlihat oleh siapa saja, dan menjadi pengingat konstan akan keberadaan dan kekuatan kelompok Ultras. Ini adalah deklarasi visual yang tidak membutuhkan izin, mencerminkan semangat “pemberontakan kucing hitam” yang disebutkan Iwan Fals, sebuah suara dari bawah yang menuntut untuk didengar.
Studi Kasus dan Implikasi Sosial¶
Dalam buku The Chosen Few, Velikonja memulai studi kasusnya dari negara asalnya, Slovenia. Kemudian, ia menyentuh peran penggemar sepak bola di negara-negara tetangga dalam peristiwa penting seperti Perang Balkan. Di sini, grafiti bukan hanya seni, tetapi juga alat propaganda, penanda wilayah, dan medium untuk menyebarkan kebencian atau solidaritas di tengah konflik. Coretan-coretan ini menjadi saksi bisu dari sejarah yang bergejolak, merekam narasi-narasi lokal dan nasionalisme ekstrem yang berkembang selama perang.
Velikonja tidak berhenti di situ. Ia menganalisis tema dan tren umum dalam seni jalanan dan grafiti klub tifo secara global. Dari mural megah di Italia yang memuja pahlawan lokal, hingga stiker kecil di Polandia yang menyuarakan sentimen anti-imigran, setiap bentuk ekspresi ini dikupas tuntas. Ia kemudian melanjutkan dengan analisis grafiti politik dan sosial progresif, yang kontras dengan narasi ekstremis. Ini menunjukkan bahwa tidak semua grafiti Ultras bersifat negatif; ada juga yang menyuarakan isu-isu keadilan sosial, anti-rasisme, atau kesetaraan.
Peran Grafiti dalam Perang Balkan¶
Salah satu bagian paling menarik dari buku ini adalah eksplorasi peran penggemar sepak bola, dan grafiti mereka, dalam Perang Balkan. Di masa konflik, kelompok Ultras seringkali menjadi kekuatan paramiliter atau setidaknya pendukung ideologi nasionalis yang ekstrem. Grafiti di dinding-dinding kota bukan lagi sekadar ekspresi dukungan klub, melainkan manifesto politik yang berdarah.
Misalnya, coretan dinding bisa berisi simbol-simbol etnis yang memprovokasi, ancaman terhadap kelompok lawan, atau bahkan peta wilayah yang diklaim oleh satu pihak. Bendera-bendera nasionalis atau simbol-simbol militer seringkali digambar dengan bangga, mematri identitas dan aspirasi politik di ruang publik yang rusak akibat perang. Ini menunjukkan bagaimana subkultur sepak bola, yang di permukaan tampak hanya tentang olahraga, bisa dengan cepat beralih menjadi agen perubahan sosial dan politik, bahkan dalam konteks yang paling brutal sekalipun.
Tren Grafiti Progresif dan Peran di Amerika Serikat¶
Tidak semua grafiti Ultras berisi pesan-pesan yang memecah belah. Velikonja juga membahas tren grafiti politik dan sosial yang lebih progresif. Di beberapa komunitas, grafiti penggemar digunakan untuk menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan, rasisme dalam sepak bola, atau isu-isu sosial lainnya. Misalnya, di kota-kota dengan tradisi Ultras yang kuat, Anda mungkin menemukan mural besar yang menyerukan persatuan, menentang homofobia, atau mempromosikan inklusi. Ini adalah bukti bahwa subkultur ini memiliki kapasitas untuk menjadi agen perubahan positif, meskipun seringkali terdistorsi oleh narasi ekstremis.
Di Amerika Serikat, fenomena grafiti penggemar sepak bola mungkin tidak sebesar di Eropa atau Balkan, namun tetap ada. Di sana, grafiti cenderung lebih berfokus pada ekspresi kesetiaan klub dan kurang terkait langsung dengan isu-isu rasial atau etnis yang berakar dalam sejarah. Namun, prinsip dasar grafiti sebagai medium ekspresi subkultur dan klaim wilayah tetap berlaku. Ini menunjukkan universalitas fenomena grafiti sebagai suara bagi mereka yang ingin didengar di ruang publik, terlepas dari konteks geografis atau politik yang spesifik.
Wawancara dengan Mitja Velikonja tentang karyanya dan makna grafiti.
Kesetiaan, Perlawanan, dan Demokrasi¶
Melalui analisisnya yang mendalam, Velikonja berhasil mengupas lapisan-lapisan misinformasi dan misrepresentasi yang seringkali menyelimuti pemahaman kita tentang Ultras dan grafiti mereka. Ia mengisyaratkan bahwa untuk memahami pola pikir faksional dalam sejarah ketidakstabilan politik, kita harus terlebih dahulu memahami bagaimana kelompok-kelompok seperti Ultras menggunakan seni jalanan sebagai alat komunikasi. Argumen utamanya adalah bahwa perbedaan pendapat—bahkan yang diekspresikan secara agresif melalui grafiti—merupakan elemen penting bagi demokrasi. Ini adalah sebuah paradoks: suara-suara di pinggiran, yang kadang-kadang radikal, justru memperkaya lanskap diskusi publik.
Pada akhirnya, kita memahami bahwa meskipun selalu dikepung oleh stigma dan seringkali menjadi target penegak hukum, para Ultras hanya menuntut satu hal: kesetiaan dan pengabdian. Kesetiaan pada klub mereka, pada ideologi mereka, dan pada komunitas mereka sendiri. Melalui setiap coretan di dinding, mereka mengukir jejak eksistensi mereka, sebuah perlawanan bisu namun penuh makna. Mereka adalah “kucing hitam” yang tak henti-hentinya bersuara, menuntut pengakuan atas keberadaan mereka di tengah hiruk-pikuk kota yang seringkali acuh tak acuh.
Buku The Chosen Few adalah sebuah karya penting yang membuka mata kita pada dimensi lain dari seni jalanan dan fandom sepak bola. Ini adalah sebuah pengingat bahwa seni, dalam bentuk apapun, adalah cerminan dari masyarakat yang melahirkannya, dengan segala kompleksitas dan kontradiksinya. Dari coretan sederhana hingga mural megah, setiap garis adalah narasi yang menunggu untuk dipahami.
Daftar Isi¶
- Pengantar: Coretan Dinding sebagai Suara Pemberontakan
- Mitja Velikonja: Sang Graffitolog dan Karyanya
- Latar Belakang dan Keahlian
- Penghargaan dan Karya Sebelumnya
- The Chosen Few: Mengungkap Estetika dan Ideologi Tersembunyi
- Sisi Gelap Fandom Sepak Bola
- Kekuatan Arsip Foto Grafiti
- Tema Ketegangan Rasial, Etnis, dan Kelas
- Memahami Subkultur Ultras:
- Definisi dan Karakteristik
- Anonimitas dan Kesetiaan Ekstrem
- Kaitan dengan Nasionalisme dan Ekstremisme
- Manifestasi Visual Ultras:
- Mural, Stiker, dan Scratchitto
- Duel Cat Semprot dan Perebutan Wilayah
- Studi Kasus Global:
- Slovenia dan Peran dalam Perang Balkan
- Tren Umum dalam Seni Jalanan Tifo
- Grafiti Politik dan Sosial Progresif
- Konteks dan Peran di Amerika Serikat
- Kesimpulan: Dissent Sebagai Fondasi Demokrasi
- Mengurai Misinformasi dan Misrepresentasi
- Tuntutan Kesetiaan dan Pengabdian Ultras
- Daftar Pustaka (Meski tidak ada di artikel asli, ini untuk format TOC umum)
Apakah Anda setuju bahwa grafiti bisa menjadi bentuk perlawanan yang kuat? Atau justru Anda melihatnya sebagai sekadar vandalisme? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar