Lapor CbCR Makin Gampang! DJP Umumkan Panduan Terbaru via CoreTax
Ada kabar baik nih buat para wajib pajak badan yang punya kewajiban lapor Country-by-Country Report atau disingkat CbCR. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru saja merilis panduan terbaru yang bikin proses pelaporan ini jadi lebih mudah. Panduan ini khusus membahas cara melaporkan CbCR lewat sistem administrasi perpajakan yang baru, yaitu CoreTax.
Sistem CoreTax ini kan lagi digodok dan mulai diimplementasikan secara bertahap. Nah, salah satu fiturnya yang udah bisa dipakai buat pelaporan CbCR ini ternyata sudah ada panduannya lho. Ini tentu jadi langkah maju buat digitalisasi layanan perpajakan di Indonesia. DJP pengen bikin proses pelaporan kewajiban jadi lebih efisien dan terintegrasi.
Panduan yang dirilis DJP ini isinya lengkap banget. Dijelaskan step-by-step cara menyampaikan notifikasi CbCR sampai pelaporan CbCR itu sendiri. Semuanya dilakukan lewat menu khusus yang tersedia di dalam CoreTax. Jadi, nggak perlu bingung lagi harus klik sana-sini atau cari formulir manual.
Panduan Baru via CoreTax: Akses dan Format File¶
Menurut panduan terbaru dari DJP, akses untuk melaporkan CbCR ini cukup mudah. Wajib pajak badan hanya perlu login ke sistem CoreTax menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka. Setelah berhasil login, cari menu “Exchange of Information” atau Pertukaran Informasi. Di dalam menu itu, ada submenu khusus bernama “CBCR”.
Klik submenu CBCR itu, nanti akan langsung masuk ke Dashboard CbCR. Di sana lah semua proses notifikasi dan pelaporan CbCR dilakukan. Tampilan dashboard ini didesain agar mudah dipahami oleh wajib pajak, sehingga prosesnya nggak bikin pusing kepala. Ini menunjukkan upaya DJP untuk terus meningkatkan pengalaman wajib pajak dalam berinteraksi dengan sistem perpajakan.
Nah, untuk berkas laporannya sendiri, CbCR ini disampaikan dalam format elektronik, yaitu XML. Format XML ini dipilih karena merupakan standar internasional untuk pertukaran data CbCR antarotoritas pajak di berbagai negara. Panduan dari DJP ini juga sudah menjelaskan secara rinci cara membuat file XML CbCR yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Panduan tersebut memberikan contoh-contoh struktur data yang harus ada dalam file XML. Ini penting banget supaya data yang dikirimkan bisa diproses dengan benar oleh sistem DJP dan bisa dipertukarkan dengan negara lain kalau memang diperlukan. Dengan format yang terstandardisasi, diharapkan kualitas data CbCR yang diterima DJP juga semakin baik dan akurat.
Buat wajib pajak yang mau lihat panduannya secara lengkap, DJP sudah menyediakan file PDF yang bisa diunduh. Di sana semua detail dijelaskan, mulai dari proses login, navigasi menu, sampai teknis pembuatan file XML. Membaca panduan ini sangat disarankan agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan pelaporan.
Memahami CbCR Lebih Dalam¶
Sebelum lebih jauh bahas teknis laporannya, yuk kita pahami dulu apa sih sebenarnya CbCR itu. CbCR adalah singkatan dari Country-by-Country Report, atau kalau diterjemahkan jadi Laporan per Negara. Dokumen ini merupakan salah satu bagian penting dalam dokumentasi harga transfer atau transfer pricing.
Isi dari CbCR ini adalah data-data penting terkait dengan alokasi penghasilan, pajak yang sudah dibayar, dan aktivitas usaha yang dilakukan oleh seluruh anggota grup usaha multinasional. Data ini disajikan dalam bentuk tabulasi khusus, biasanya per yurisdiksi atau negara tempat grup usaha beroperasi. Tujuan utamanya adalah memberikan gambaran global mengenai operasi bisnis grup usaha tersebut kepada otoritas pajak.
CbCR ini muncul sebagai respons terhadap isu Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) atau penggerusan basis pajak dan pengalihan laba yang digagas oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). BEPS ini kan upaya perusahaan multinasional untuk menghindari pajak dengan memanfaatkan celah dalam peraturan pajak internasional. Nah, CbCR ini jadi alat transparansi bagi otoritas pajak untuk mendeteksi risiko BEPS.
Dengan adanya CbCR, otoritas pajak di suatu negara bisa melihat gambaran besar operasi grup usaha multinasional, termasuk bagaimana laba, pajak, dan aktivitas ekonomi riil (seperti jumlah karyawan atau aset fisik) tersebar di berbagai negara. Kalau ada ketidakselarasan yang mencurigakan antara laba tinggi di negara rendah pajak tapi aktivitas ekonomi riilnya sedikit, ini bisa jadi indikasi risiko BEPS.
Indonesia, sebagai bagian dari komunitas internasional, mengadopsi standar CbCR ini dalam peraturannya. Kewajiban CbCR di Indonesia diatur salah satunya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Afiliasi. PMK ini menggantikan aturan sebelumnya dan menjadi landasan hukum yang kuat untuk kewajiban CbCR di Indonesia.
Dua Kewajiban Utama: Notifikasi dan Pelaporan¶
Menurut PMK 172/2023, ada dua kewajiban utama terkait dengan CbCR yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan di Indonesia. Dua kewajiban itu adalah notifikasi dan pelaporan CbCR. Meskipun terdengar mirip, keduanya punya fungsi dan kewajiban yang sedikit berbeda.
1. Notifikasi CbCR
Notifikasi ini ibarat pemberitahuan awal kepada DJP. Wajib pajak memberitahukan status mereka terkait kewajiban CbCR. Apakah mereka termasuk yang wajib menyampaikan CbCR atau tidak.
Yang menarik, kewajiban menyampaikan notifikasi ini berlaku untuk setiap wajib pajak badan yang memiliki transaksi afiliasi atau merupakan anggota dari suatu grup usaha. Jadi, meskipun suatu wajib pajak badan di Indonesia belum wajib menyampaikan laporan CbCR karena tidak memenuhi ambang batas omzet konsolidasi grup misalnya, mereka tetap wajib menyampaikan notifikasi ini.
Notifikasi ini penting bagi DJP untuk memetakan mana saja wajib pajak yang berpotensi memiliki kewajiban CbCR. Dengan adanya notifikasi, DJP bisa tahu bahwa wajib pajak A adalah bagian dari grup B, dan grup B ini mungkin saja punya kewajiban CbCR. Ini membantu DJP dalam melakukan pengawasan dan analisis risiko.
2. Pelaporan CbCR
Nah, kalau pelaporan CbCR ini adalah penyampaian dokumen CbCR itu sendiri yang berisi data-data keuangan dan aktivitas usaha grup per negara. Kewajiban pelaporan ini hanya berlaku untuk wajib pajak badan yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria utama biasanya terkait dengan ambang batas pendapatan konsolidasi grup dalam satu periode akuntansi tertentu (misalnya, di banyak negara termasuk Indonesia, ambang batasnya adalah pendapatan konsolidasi €750 juta atau jumlah yang setara).
Jadi, kalau wajib pajak badan itu adalah anggota dari grup usaha yang pendapatan konsolidasinya melebihi ambang batas dan dia ditunjuk sebagai entitas pelapor CbCR di Indonesia (atau tidak ada entitas lain yang melaporkan CbCR untuk grup tersebut di yurisdiksi lain yang melakukan pertukaran informasi dengan Indonesia), barulah dia wajib menyampaikan laporan CbCR.
Waktu penyampaian notifikasi dan pelaporan CbCR ini biasanya bersamaan. Di Indonesia, notifikasi dan pelaporan CbCR wajib disampaikan paling lambat 12 bulan setelah akhir periode tahun pajak grup usaha. Jadi, kalau tahun pajak grup usaha berakhir 31 Desember 2023, notifikasi dan pelaporan CbCR (jika wajib) paling lambat disampaikan 31 Desember 2024.
Mengapa CoreTax Penting untuk CbCR?¶
Integrasi pelaporan CbCR ke dalam sistem CoreTax ini adalah langkah yang signifikan. CoreTax sendiri adalah bagian dari proyek modernisasi sistem administrasi perpajakan DJP yang bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih terintegrasi, modern, dan user-friendly.
Sebelum CoreTax, mungkin ada cara pelaporan CbCR yang terpisah atau kurang terintegrasi. Dengan masuknya CbCR ke dalam CoreTax, diharapkan proses pelaporan menjadi lebih mudah diakses dan terpusat. Wajib pajak bisa mengelola berbagai kewajiban perpajakan mereka (termasuk CbCR) dalam satu platform yang sama.
Manfaat penggunaan CoreTax untuk CbCR antara lain adalah efisiensi. Proses yang tadinya mungkin melibatkan langkah-langkah manual atau sistem yang berbeda, sekarang bisa dilakukan dalam satu alur kerja digital. Ini mengurangi risiko kesalahan manusia dan mempercepat proses administrasi.
Selain itu, penggunaan sistem terintegrasi seperti CoreTax juga memudahkan DJP dalam menerima, memproses, dan menganalisis data CbCR. Data yang masuk akan langsung masuk ke database CoreTax, yang bisa dihubungkan dengan data pajak lainnya. Ini penting untuk analisis risiko dan pertukaran informasi otomatis dengan otoritas pajak negara lain.
Data yang Ada dalam CbCR¶
Mungkin penasaran, data apa saja sih yang dilaporkan dalam CbCR itu? CbCR ini formatnya adalah tabel yang menyajikan data penting per negara tempat grup usaha beroperasi. Beberapa jenis data yang biasanya ada dalam CbCR antara lain:
- Pendapatan (Revenue): Biasanya dipisahkan antara pendapatan dari pihak afiliasi dan pihak non-afiliasi.
- Laba/Rugi sebelum Pajak (Profit/Loss before Tax): Menunjukkan berapa laba atau rugi yang dihasilkan grup usaha di setiap negara sebelum dipotong pajak.
- Pajak Penghasilan yang Dibayar (Income Tax Paid): Jumlah PPh yang sudah benar-benar dibayar secara kas di setiap negara selama periode fiskal.
- Pajak Penghasilan Terutang (Income Tax Accrued): Jumlah PPh yang terutang untuk periode fiskal berjalan di setiap negara.
- Modal Ditempatkan (Stated Capital): Jumlah modal yang ditempatkan oleh entitas grup di setiap negara.
- Akumulasi Laba Ditahan (Accumulated Earnings): Jumlah laba yang tidak dibagikan dan diakumulasikan oleh entitas grup di setiap negara.
- Jumlah Karyawan (Number of Employees): Total jumlah karyawan penuh waktu atau setara penuh waktu di setiap negara.
- Aset Berwujud selain Kas dan Setara Kas (Tangible Assets other than Cash and Cash Equivalents): Nilai aset fisik yang dimiliki grup usaha di setiap negara, tidak termasuk kas.
Semua data ini, ketika disajikan dalam format per negara, memberikan gambaran yang powerful bagi otoritas pajak. Mereka bisa melihat apakah alokasi laba sejalan dengan lokasi aktivitas ekonomi riil (jumlah karyawan, aset) atau tidak. Jika laba besar tapi karyawannya sedikit dan asetnya minim, ini bisa menimbulkan pertanyaan.
Kriteria Wajib CbCR¶
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tidak semua wajib pajak badan di Indonesia wajib menyampaikan laporan CbCR. Kewajiban ini berlaku untuk wajib pajak badan yang merupakan entitas pelapor (Reporting Entity) dari suatu grup usaha multinasional.
Kriterianya salah satunya adalah jika pendapatan konsolidasi grup usaha pada periode fiskal sebelumnya mencapai ambang batas yang ditetapkan. Di banyak negara yang mengadopsi standar OECD BEPS Action 13, ambang batas ini adalah EUR 750 juta atau nilai setara dalam mata uang lokal. Indonesia juga mengadopsi ambang batas ini.
Jadi, kalau suatu grup usaha multinasional punya pendapatan konsolidasi kurang dari ambang batas tersebut, entitas-entitas anggotanya di Indonesia umumnya tidak wajib melaporkan CbCR (tapi tetap wajib notifikasi kalau punya transaksi afiliasi atau bagian dari grup).
Wajib pajak badan di Indonesia bisa menjadi entitas pelapor CbCR jika dia adalah entitas induk utama (Ultimate Parent Entity/UPE) dari grup tersebut dan berkedudukan di Indonesia. Atau, bisa juga menjadi entitas pelapor pengganti (Surrogate Parent Entity/SPE) atau entitas anggota grup (Constituent Entity) jika UPE-nya ada di luar negeri dan tidak ada ketentuan atau kondisi yang memungkinkan pertukaran informasi CbCR dengan Indonesia.
Panduan Teknis dan Memudahkan Wajib Pajak?¶
Panduan yang dirilis DJP melalui CoreTax ini tentu sangat membantu wajib pajak. Selain menjelaskan alur prosesnya di sistem baru, panduan ini juga menyediakan detail teknis mengenai pembuatan file XML. Proses pembuatan file XML CbCR memang tidak sesederhana mengisi formulir, dibutuhkan pemahaman mengenai struktur data yang diminta.
Dengan adanya panduan ini, wajib pajak atau konsultan pajak yang membantu mereka bisa lebih mudah mengikuti format yang benar. Ini akan mengurangi kemungkinan data ditolak atau salah saat diunggah ke sistem. Panduan ini juga menunjukkan bahwa DJP serius dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan wajib pajak terkait sistem CoreTax yang baru.
Ke depannya, diharapkan semakin banyak kewajiban perpajakan yang bisa diproses melalui CoreTax dengan panduan yang jelas seperti ini. Sistem yang terintegrasi dan panduan yang memadai adalah kunci untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dan efektivitas administrasi pajak.
Pentingnya Kepatuhan CbCR¶
Mungkin ada yang bertanya, kenapa sih CbCR ini begitu penting? CbCR adalah salah satu elemen kunci dalam rezim transfer pricing global saat ini. Kepatuhan dalam menyampaikan CbCR bukan hanya soal memenuhi kewajiban formal, tapi juga menunjukkan komitmen transparansi dari grup usaha kepada otoritas pajak.
Data dalam CbCR akan digunakan oleh DJP untuk melakukan analisis risiko BEPS. Jika ada ketidakselarasan atau indikasi risiko tinggi, DJP bisa menjadikan grup usaha tersebut sebagai target untuk pemeriksaan pajak, khususnya terkait transfer pricing. Ketidakpatuhan atau kesalahan dalam pelaporan CbCR bisa berujung pada sanksi atau pemeriksaan yang memakan waktu dan sumber daya.
Oleh karena itu, memahami panduan terbaru dari DJP dan memastikan pelaporan CbCR dilakukan dengan benar melalui CoreTax sangatlah krusial bagi wajib pajak badan yang memiliki kewajiban ini. Panduan ini adalah alat bantu yang sangat berharga.
Nah, itu dia penjelasan mengenai panduan terbaru pelaporan CbCR via CoreTax dari DJP. Gimana menurut kalian? Apakah sistem CoreTax ini beneran bikin pelaporan CbCR jadi lebih gampang? Atau mungkin ada tantangan lain yang dihadapi? Yuk, share pengalaman dan pendapat kalian di kolom komentar!
Posting Komentar