Rojali & Rohana di Mall: Kamu Tau Artinya? Ini Lho Penjelasannya!

Table of Contents

Rojali dan Rohana di Mall

Dunia ini memang dinamis, ya? Tidak hanya bicara soal ekonomi global yang lagi “gonjang-ganjing”, tapi dampaknya juga sampai ke ranah bahasa, lho. Belakangan ini, coba deh cek media sosial atau obrolan sehari-hari, pasti sering dengar istilah rojali dan rohana berseliweran. Penasaran banget nggak sih, apa maksud dari kedua kata viral ini?

Anehnya, kalau kita coba cari di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring, kedua kata ini masih belum terdaftar. Makanya, wajar banget kalau banyak orang bertanya-tanya dan penasaran dengan arti sesungguhnya dari rojali dan rohana yang lagi ngehits ini. Nah, biar nggak penasaran lagi, yuk kita bahas tuntas fenomena ini!

Rojali dan Rohana Ternyata Akronim, Lho!

Sebelum kita selami lebih dalam, mari kita pahami dulu apa itu akronim. Menurut KBBI, akronim adalah singkatan yang terbentuk dari gabungan huruf, suku kata, atau bagian lain dari serangkaian kata, yang kemudian dilafalkan seperti sebuah kata biasa. Gampangnya, akronim itu kayak disingkat tapi bisa diucapkan dengan lancar dan jadi bagian dari kosakata kita sehari-hari.

Contoh yang paling gampang mungkin adalah “ponsel”, singkatan dari telepon seluler, atau “galbay” yang berarti gagal bayar. Kedua akronim ini sudah sangat familiar di telinga kita, kan? Nah, rojali dan rohana ini juga termasuk dalam kategori akronim, lho!

Jadi, apa sih kepanjangan dari rojali dan rohana ini? Usut punya usut, ternyata rojali adalah akronim dari “rombongan jarang beli”. Sedangkan rohana adalah akronim dari “rombongan hanya nanya”. Kedua istilah ini merujuk pada perilaku khas konsumen yang sering kita jumpai di pusat perbelanjaan atau mall. Bayangkan, mereka datang, keliling-keliling, tapi pulangnya tangan kosong.

Nah, fenomena ini bukan cuma terjadi pada orang lain, bahkan bisa jadi kita sendiri termasuk golongan rojali atau rohana tanpa disadari! Seringkali kita ke mall cuma untuk jalan-jalan, lihat-lihat barang terbaru, atau sekadar menikmati suasana ademnya tanpa ada niat membeli apa pun. Jadi, apa sih sebenarnya yang menyebabkan fenomena ini jadi semakin marak belakangan ini?

Penyebab Rojali dan Rohana Makin Ramai di Mall

Data menunjukkan bahwa kunjungan ke mall atau pusat perbelanjaan justru mengalami kenaikan signifikan. Namun, anehnya, omzet yang diraih oleh para pelaku usaha di sana malah justru menurun. Ini tentu menjadi paradoks yang menarik untuk dikaji, dan di sinilah peran para rojali dan rohana terlihat jelas.

Fenomena ini ternyata disebabkan oleh profil pengunjung rojali dan rohana yang didominasi oleh kelas menengah. Baik itu kelas menengah ke bawah maupun kelas menengah ke atas, keduanya memiliki alasan tersendiri yang membuat mereka menjadi bagian dari rombongan ini. Ada perbedaan mendasar yang melatarbelakangi perilaku belanja mereka.

Perilaku Belanja Kelas Menengah Atas

Untuk kelas menengah atas, alasan utama mereka menjadi rojali atau rohana adalah kehati-hatian dalam berbelanja. Kondisi makroekonomi dan mikroekonomi global memang sangat memengaruhi keputusan finansial mereka. Alih-alih langsung membelanjakan uang, mereka seringkali dihadapkan pada pilihan sulit: apakah uang tersebut akan dibelanjakan atau justru diinvestasikan?

Menurut Alphonsus Widjaja, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), kelompok ini cenderung lebih selektif. Mereka memikirkan jangka panjang dan stabilitas finansial. Membeli barang-barang mewah atau non-esensial menjadi pertimbangan yang sangat matang, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi. Mereka tidak ingin terjebak dalam pengeluaran yang tidak perlu, sehingga menahan diri untuk membeli.

Daya Beli Kelas Menengah Bawah Menurun

Di sisi lain, masyarakat kelas menengah ke bawah banyak yang “beralih” menjadi rojali dan rohana karena faktor penurunan daya beli. Uang yang dimiliki semakin berkurang nilainya akibat inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok. Ini menyebabkan kapasitas mereka untuk membeli barang-barang selain kebutuhan dasar menjadi sangat terbatas.

Meskipun demikian, mereka tetap datang ke pusat-pusat perbelanjaan. Kondisi keuangan yang pas-pasan membuat mereka harus ekstra hati-hati sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu. Jika pun akhirnya membeli, produk dengan harga satuan yang murah dan benar-benar esensial lah yang sering menjadi pilihan utama. Mereka benar-benar menimbang urgensi dan harga, dan seringkali berakhir dengan tidak membeli apa-apa.

“Mereka jadi lebih selektif berbelanja, kalau tidak perlu, tidak [belanja], ya,” jelas Ketua APPBI, Alphonsus Widjaja. “Kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuannya murah. Itu yang terjadi. Jadi, saya kira fenomena yang terjadi sekarang ini lebih karena daya beli masyarakat untuk yang kelas menengah bawah. Kalau yang menengah atas lebih kehati-hatian.”

Alasan Lain di Balik Kunjungan ke Mall

Selain faktor ekonomi, ada berbagai alasan lain mengapa seseorang tetap pergi ke mall, meskipun pada akhirnya tidak membeli barang. Salah satu alasannya, seperti yang sudah dijelaskan, adalah penurunan daya beli. Namun, ada juga tujuan lain yang sifatnya lebih non-ekonomis.

Beberapa orang mungkin memang datang ke mall hanya untuk menikmati suasana adem dari pendingin ruangan yang nyaman. Terutama di kota-kota besar yang panas, mall seringkali jadi tempat pelarian yang paling mudah diakses. Bisa juga karena mereka menganggap mall itu tempat yang “keren” dan nyaman untuk sekadar hang out atau cuci mata.

“Banyak orang dari kelas menengah ke atas saat ini lebih memilih mall daripada pasar biasa karena mereka menganggapnya keren dan nyaman,” ujar Erum Hafeez, seorang profesor dari universitas swasta, seperti dikutip dari laman Dawn. Mall tidak lagi sekadar tempat belanja, melainkan sudah menjadi semacam pusat hiburan dan rekreasi yang terjangkau.

Memang, biaya yang harus dikeluarkan untuk sekadar masuk mall biasanya hanya parkir, atau jika menimbang lebih lanjut, biaya transportasi saja. Hal ini menjadikan mall sebagai destinasi yang menarik, bahkan bagi mereka yang sedang berhemat. Ini adalah salah satu faktor besar yang menyumbang pada fenomena rojali dan rohana.

Tabel Perbandingan Perilaku Rojali & Rohana

Kategori Rojali (Rombongan Jarang Beli) Rohana (Rombongan Hanya Nanya)
Definisi Mengunjungi mall, minim pembelian Bertanya detail produk, minim pembelian
Fokus Utama Mengamati, membandingkan harga, menunda keputusan beli Mencari informasi, detail produk, spesifikasi
Alasan Utama Pertimbangan ekonomi, kehati-hatian, penundaan belanja Rasa penasaran, eksplorasi produk, persiapan beli nanti
Dampak ke Penjual Omzet menurun, perlu strategi conversion Meningkatkan beban kerja staf, perlu follow-up
Tujuan Lain Hiburan, refreshing, mencari inspirasi Belajar tentang produk, riset pasar pribadi

Bagaimana Pebisnis Menghadapi Rojali & Rohana?

Fenomena rojali dan rohana ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha retail di mall. Omzet yang tidak sebanding dengan tingkat kunjungan memaksa mereka untuk memutar otak dan beradaptasi. Beberapa strategi yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Meningkatkan Pengalaman Belanja: Mall tidak lagi hanya menjual barang, tetapi juga pengalaman. Menciptakan spot-spot foto menarik, event interaktif, atau suasana yang nyaman bisa membuat pengunjung betah, dan mungkin tergoda untuk jajan.
  2. Strategi Omnichannel: Menghubungkan pengalaman belanja offline dengan online. Pengunjung mungkin datang untuk melihat produk secara langsung, kemudian membelinya secara online di kemudian hari. Retailer perlu memastikan integrasi ini mulus.
  3. Fokus pada Produk Esensial atau Terjangkau: Mengingat daya beli masyarakat menengah ke bawah menurun, menyediakan produk dengan harga satuan yang lebih terjangkau atau kebutuhan dasar bisa menarik mereka untuk melakukan pembelian.
  4. Loyalty Program dan Personalisasi: Memberikan insentif bagi pengunjung yang sering datang, atau menawarkan diskon khusus yang relevan dengan minat mereka, bisa meningkatkan conversion rate.

Sejak Kapan Rojali dan Rohana Mulai Merebak?

Fenomena rojali dan rohana sebenarnya bukanlah hal yang sepenuhnya baru. Namun, memang intensitas dan visibilitasnya menjadi semakin kentara semenjak pandemi Covid-19 berakhir. Setelah masa-masa lockdown dan pembatasan sosial, masyarakat memiliki hasrat yang tinggi untuk kembali berinteraksi secara fisik di ruang publik. Mall menjadi salah satu pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial ini.

Menurut Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan, Septo Soepriyatno, perilaku ini memang dipicu oleh keinginan masyarakat untuk berinteraksi. Masyarakat rindu berkumpul, bercengkrama, dan merasakan suasana keramaian setelah sekian lama terkurung. Meskipun niat awalnya bukan untuk berbelanja, mall menawarkan ruang yang aman dan nyaman untuk bersosialisasi.

Oleh karena itu, banyak mall mulai sedikit banyak mengubah konsepnya. Alih-alih hanya berfokus menambah toko-toko retail, beberapa pengelola mall kini mulai menghadirkan spot-spot interaksi sosial yang lebih banyak. Contohnya, Plaza Semanggi yang kini bertransformasi menjadi Plaza Nusantara. Konsepnya berubah total, dari pusat perbelanjaan murni menjadi ruang yang lebih mengakomodasi kebutuhan interaksi dan aktivitas komunitas.

“Bagaimana menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Itu yang sangat diperlukan sekarang. Makanya teman-teman dari anggota Hippindo dan Apbi sudah menyiapkan itu sebenarnya,” jelas Septo Soepriyatno. Ini menunjukkan bahwa pengelola mall juga menyadari pergeseran perilaku konsumen.

Menteri Perdagangan Budi Santoso pun melontarkan keterangan senada. Menurutnya, fenomena “rojali” ini sudah ada sejak lama. Beliau bahkan mewajarkan perilaku rojali dan rohana ini sebagai bagian dari proses belanja yang normal.

“Kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline. Dari dulu fenomena itu (rojali) juga ada. Namanya orang dari dulu ‘kan juga begitu. Orang mau belanja, dicek dulu, yang ingin lihat barangnya bagus atau tidak, harganya seperti apa,” terang Menteri Budi pada Rabu (23/7/2025) lalu. Jadi, secara esensi, window shopping atau sekadar melihat-lihat memang sudah menjadi bagian dari kebiasaan konsumen sejak dulu.

Namun, yang membedakan saat ini adalah skala dan frekuensinya yang semakin tinggi, didukung oleh daya beli yang tertekan dan kebutuhan interaksi sosial pasca-pandemi. Kehadiran media sosial juga turut memperkuat fenomena ini, di mana orang bisa dengan mudah membagikan pengalaman “rojali” atau “rohana” mereka, menjadikan istilah ini semakin viral.

Masa Depan Mall: Lebih dari Sekadar Belanja

Dengan tren rojali dan rohana yang semakin merajalela, masa depan mall tampaknya akan bergerak ke arah yang lebih dari sekadar pusat perbelanjaan. Mall akan bertransformasi menjadi “pusat pengalaman” atau lifestyle hub. Ini berarti akan ada lebih banyak ruang untuk:

  • Pendidikan dan Workshop: Mall bisa menjadi tempat untuk kelas memasak, lokakarya seni, atau talk show.
  • Kesehatan dan Kebugaran: Gym, studio yoga, dan pusat perawatan kecantikan bisa menjadi daya tarik utama.
  • Pusat Komunitas: Ruang serbaguna untuk pertemuan komunitas, co-working space, atau area bermain anak.
  • Destinasi Kuliner: Pilihan makanan dan minuman yang beragam, dari kafe estetik hingga restoran fine dining.

Perubahan ini penting agar mall tetap relevan dan menarik bagi masyarakat, meskipun niat utama mereka bukan lagi untuk berbelanja barang. Mall akan menjadi tempat di mana orang bisa menghabiskan waktu, bersosialisasi, dan mencari hiburan tanpa harus mengeluarkan banyak uang.

Simak juga video berikut untuk memahami lebih lanjut fenomena Rojali dan Rohana di Mall:

Link YouTube placeholder: (Misalnya, video analisis ekonomi atau lifestyle)
Video ini menjelaskan bagaimana kondisi ekonomi global dan perubahan gaya hidup memengaruhi perilaku konsumen, terutama fenomena Rojali dan Rohana di pusat perbelanjaan. Pembahasan mencakup sudut pandang para ahli dan tren yang terjadi saat ini.

Demikian pembahasan lengkap mengenai istilah rojali dan rohana yang sedang ramai diperbincangkan. Semoga artikel ini memberikan pencerahan dan pemahaman baru buat kamu semua! Apakah kamu juga termasuk rojali atau rohana? Yuk, bagikan pengalamanmu di kolom komentar di bawah ini!

Posting Komentar