Sulbar Geger! Lulus Sekolah Harus Baca 20 Buku? Cara Ngetesnya Gimana, Guys?

Daftar Isi

Siswa membaca buku di perpustakaan

Waduh, ada kabar heboh datang dari Sulawesi Barat (Sulbar) nih! Gubernur Suhardi Duka mengeluarkan kebijakan yang bikin geger dunia pendidikan di sana. Bayangkan saja, mulai sekarang, setiap siswa SMA dan SMK wajib banget membaca minimal 20 judul buku sebagai salah satu syarat kelulusan mereka. Ini tentu saja jadi omongan hangat di kalangan pelajar, guru, sampai orang tua di Sulbar.

Kebayang kan, betapa seriusnya niat Pak Gubernur untuk meningkatkan minat baca di kalangan generasi muda? Tapi, satu pertanyaan besar langsung muncul dan bikin penasaran banyak pihak: Gimana sih cara sekolah memastikan kalau siswa-siswa itu beneran sudah baca 20 buku? Nah, ini dia yang jadi PR besar dan bikin semua orang penasaran.

Kebijakan “Wajib Baca 20 Buku”: Ambisi Literasi dari Gubernur Sulbar

Kebijakan ini bukan main-main, loh. Terbitnya Surat Edaran Gubernur bernomor 000.4.14.1/174//11/2025 pada tanggal 5 Juli 2025 lalu ini secara resmi mewajibkan seluruh siswa SMA/SMK sederajat di Sulawesi Barat untuk menuntaskan bacaan minimal 20 buku selama masa studi mereka. Sebuah langkah berani yang menunjukkan komitmen tinggi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di Sulbar. Tujuan utamanya jelas: untuk mendongkrak tingkat literasi yang diakui masih sangat rendah di wilayah tersebut.

Gubernur Suhardi Duka sendiri mengakui bahwa kondisi literasi di Sulbar memang butuh perhatian serius. “Literasi kita masih sangat rendah,” begitu ujarnya pada satu kesempatan. Oleh karena itu, beliau merasa perlu ada gebrakan nyata untuk mendorong siswa-siswi memperkaya pengetahuan dan wawasan mereka melalui membaca buku. Kebijakan ini diharapkan bisa jadi pemicu semangat membaca yang mungkin selama ini kurang berkembang optimal di kalangan remaja. Ini bukan sekadar angka 20 buku, tapi lebih kepada membangun kebiasaan dan budaya literasi yang kuat sejak dini.

Fokus Khusus: Mengenal Tokoh Lokal Melalui Buku

Menariknya, dari 20 judul buku yang wajib dibaca, ada dua buku yang sifatnya mandatori dan tidak bisa diganggu gugat. Kedua buku ini haruslah mengenai tokoh lokal kebanggaan Sulawesi Barat, yaitu Andi Depu dan Baharuddin Lopa. Kebijakan ini menunjukkan keinginan kuat untuk mengenalkan pahlawan dan tokoh inspiratif daerah kepada para siswa, menanamkan rasa bangga akan identitas lokal, serta mempelajari nilai-nilai kepahlawanan dan integritas dari sosok-sosok tersebut.

Andi Depu dikenal sebagai tokoh pejuang wanita yang gigih mempertahankan kemerdekaan, sementara Baharuddin Lopa adalah sosok jaksa agung yang terkenal dengan keberanian dan integritasnya dalam memberantas korupsi. Dengan mewajibkan bacaan tentang mereka, diharapkan siswa tidak hanya meningkatkan kemampuan literasinya, tetapi juga mendapatkan pelajaran moral dan sejarah yang relevan. Ini adalah cara cerdas untuk memadukan pendidikan literasi dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan dan kearifan lokal secara simultan.

Teknis Pelaksanaan: Masih Jadi Tanda Tanya Besar

Nah, ini dia bagian yang paling seru dan bikin penasaran: bagaimana teknis pelaksanaannya? Plt Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Barat, Bapak Ali Candra, mengakui bahwa detail teknis tentang bagaimana sekolah akan memverifikasi bahwa siswa sudah membaca 20 buku tersebut masih dalam tahap pembahasan. Artinya, sampai artikel ini ditulis, belum ada panduan pasti yang disosialisasikan kepada sekolah-sekolah.

“Secara teknis kita baru akan membahas hal tersebut, bagaimana teknis penerapan aturan kelulusan baru tersebut nantinya,” jelas Ali Candra saat dihubungi. Ini menunjukkan bahwa pihak dinas pendidikan sangat serius dalam merumuskan metode yang paling efektif dan adil untuk memastikan kebijakan ini berjalan lancar. Pembahasan ini tentu akan melibatkan berbagai pihak, termasuk para kepala sekolah dan guru, untuk mencari solusi terbaik yang tidak memberatkan namun tetap efektif dalam mencapai tujuan literasi.

Beragam Ide untuk Mengukur Kepatuhan Membaca

Mengingat belum adanya teknis pasti, kita bisa berandai-andai dan membayangkan beberapa skema yang mungkin akan dipertimbangkan oleh Dinas Pendidikan Sulawesi Barat. Kira-kira, apa saja ya cara untuk memastikan siswa sudah membaca 20 buku?

Potensi Metode Verifikasi Bacaan 20 Buku:

Metode Verifikasi Deskripsi Singkat Pro Kontra
Jurnal Baca/Log Book Siswa mencatat judul buku, penulis, tanggal mulai/selesai, dan ringkasan singkat. Mudah diterapkan, melatih tanggung jawab, memberikan bukti konkret. Potensi pemalsuan, ringkasan mungkin dangkal, butuh pengawasan ketat.
Presentasi/Diskusi Buku Siswa mempresentasikan atau berdiskusi tentang buku yang telah dibaca di kelas. Meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum, verifikasi pemahaman mendalam. Memakan waktu kelas, sulit dilakukan untuk 20 buku per siswa, butuh guru terlatih.
Tes Lisan/Wawancara Guru mewawancarai siswa tentang isi buku, tokoh, dan pesan moral. Verifikasi langsung pemahaman, interaksi personal. Sangat memakan waktu guru, subjektivitas penilaian, butuh kriteria jelas.
Kuis/Ujian Kecil Tes tertulis singkat berisi pertanyaan spesifik dari buku yang dibaca. Objektif, efisien untuk mengukur pemahaman faktual. Hanya menguji ingatan, tidak mengukur pemahaman mendalam atau apresiasi.
Produk Literasi Siswa membuat resensi, ulasan, puisi, cerpen, atau karya seni terinspirasi buku. Mengembangkan kreativitas, menunjukkan pemahaman multidimensional. Menilai sulit, butuh waktu lama untuk produksi, tidak semua siswa punya bakat seni.
Sistem Digital Terpadu Aplikasi/platform untuk mencatat bacaan, interaksi, dan progres siswa. Efisien, data terpusat, analitis. Membutuhkan infrastruktur dan pelatihan, biaya awal tinggi, masalah akses internet.

Pastinya, kombinasi dari beberapa metode di atas akan lebih efektif daripada hanya mengandalkan satu cara saja. Tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan keaslian bacaan dan pemahaman siswa, bukan sekadar “menyelesaikan” daftar buku.

Upaya Pendukung: Membangun Ekosistem Literasi

Kebijakan wajib baca 20 buku ini tidak berdiri sendiri, loh. Gubernur Suhardi Duka juga menginstruksikan berbagai langkah pendukung untuk menciptakan ekosistem literasi yang kondusif di Sulawesi Barat. Ini menunjukkan bahwa beliau punya visi yang komprehensif.

Pertama, setiap instansi pemerintah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, diwajibkan untuk menyediakan “pojok baca” atau perpustakaan mini di setiap kantor. Ini adalah langkah brilian untuk menularkan kebiasaan membaca tidak hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan kerja. Dengan adanya pojok baca, diharapkan budaya membaca bisa menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, dimulai dari para abdi negara.

Kedua, setiap sekolah, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, bahkan madrasah, diwajibkan untuk mengagendakan kunjungan rutin ke perpustakaan. Kunjungan ini bukan sekadar formalitas, tetapi dirancang untuk menumbuhkan minat baca sejak usia dini. Bayangkan, jika anak-anak sudah terbiasa berinteraksi dengan buku dan perpustakaan sejak kecil, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang mencintai ilmu pengetahuan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan literasi Sulbar.

“Ini adalah upaya untuk menumbuhkan budaya baca sejak dini. Kami ingin siswa tidak hanya mengandalkan informasi dari teknologi, tetapi juga memperluas pengetahuan mereka melalui buku,” tegas Suhardi Duka. Pernyataan ini sangat relevan di era digital saat ini. Meskipun informasi mudah diakses lewat gawai, kedalaman pemahaman dan kritisasi yang didapat dari membaca buku tetap tak tergantikan.

Peran Dana BOS dalam Mendukung Gerakan Literasi

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat juga tidak main-main dalam mendukung kebijakan ini dari segi finansial. Kebijakan ini akan didukung penuh dengan pemanfaatan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2023. Aturan ini memungkinkan penggunaan Dana BOS untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang literasi, seperti buku-buku baru, rak buku, hingga penyediaan tenaga pengelola perpustakaan yang kompeten.

Ini kabar baik bagi sekolah-sekolah yang mungkin masih minim fasilitas perpustakaan atau koleksi buku. Dengan adanya alokasi Dana BOS yang jelas untuk program literasi ini, diharapkan tidak ada lagi alasan bagi sekolah untuk tidak mengoptimalkan perpustakaannya. Dana BOS bisa digunakan untuk memperkaya koleksi buku yang beragam, memperbaiki fasilitas perpustakaan agar lebih nyaman, dan bahkan melatih guru atau staf khusus untuk menjadi pustakawan yang profesional.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Tentu saja, setiap kebijakan baru pasti akan dihadapkan pada berbagai tantangan. Tantangan utama adalah bagaimana memastikan implementasi di lapangan berjalan efektif dan tidak hanya menjadi beban administratif semata. Ketersediaan buku yang memadai di setiap sekolah, khususnya buku-buku tentang Andi Depu dan Baharuddin Lopa, akan menjadi kunci. Kemudian, bagaimana memastikan minat baca siswa tumbuh secara organik, bukan hanya karena paksaan untuk lulus.

Peran guru juga akan sangat vital. Mereka tidak hanya bertugas mengajar mata pelajaran, tetapi juga harus menjadi teladan dan motivator dalam membaca. Pelatihan bagi guru tentang strategi menumbuhkan minat baca dan mengelola program literasi akan sangat dibutuhkan. Kolaborasi antara sekolah, pemerintah daerah, dan komunitas juga penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung budaya membaca.

Namun, di balik semua tantangan itu, kebijakan ini membawa harapan besar. Bayangkan jika setiap siswa di Sulawesi Barat lulus dengan bekal membaca 20 buku. Mereka tidak hanya akan memiliki wawasan yang luas, tetapi juga kemampuan berpikir kritis, empati, dan kreativitas yang lebih terasah. Ini akan melahirkan generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan zaman, berkontribusi positif bagi daerah, dan membawa nama baik Sulawesi Barat ke kancah nasional.

Kebijakan ini adalah langkah berani yang patut diapresiasi. Meski teknisnya masih dibahas, semangat di baliknya adalah untuk memajukan literasi, yang merupakan fondasi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Semoga saja implementasinya bisa berjalan lancar dan benar-benar memberikan dampak positif yang signifikan bagi masa depan pendidikan di Sulawesi Barat.


Menurut kalian, metode verifikasi apa yang paling cocok untuk memastikan siswa sudah membaca 20 buku? Atau ada ide lain yang lebih kreatif? Yuk, bagikan pendapat kalian di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar