Warga Surabaya, Jangan Panik! BPJS Tetap Cover Rujukan 144 Penyakit Ini!

Daftar Isi

BPJS Rujukan 144 Penyakit Surabaya

Info soal 144 penyakit yang konon katanya enggak ditanggung atau tidak bisa dirujuk oleh BPJS Kesehatan sempat bikin heboh dan panik di kalangan warga, khususnya di Surabaya. Kabar ini sempat beredar di beberapa website fasilitas layanan kesehatan (faskes) di Jawa Timur, lho. Bayangin aja, lagi sakit, terus baca info begitu, pasti langsung cemas ya? Khawatir nanti pas mau berobat pakai BPJS malah ditolak rujukannya.

Kepanikan ini ternyata sampai ke telinga wakil rakyat. Makanya, info ini kembali jadi topik hangat dalam rapat koordinasi kesehatan di DPRD Surabaya pada Selasa, 1 Juli 2025 lalu. Tujuannya jelas, meluruskan informasi yang simpang siur dan menenangkan masyarakat. Soalnya, urusan kesehatan ini kan sensitif banget, apalagi menyangkut jaminan pembiayaan berobat. Warga berhak tahu informasi yang benar.

BPJS Surabaya Beri Klarifikasi Tegas: Itu Hoax!

Menanggapi desas-desus yang bikin resah ini, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Ibu Hernina Agustin Arifin, langsung pasang badan. Dalam rapat koordinasi tersebut, beliau menegaskan kalau informasi soal 144 jenis penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan itu tidaklah benar. Jadi, buat warga Surabaya dan sekitarnya yang pakai BPJS, bisa bernapas lega nih. Jangan langsung percaya info yang beredar kalau belum dikonfirmasi sumber resminya ya.

Ibu Hernina menjelaskan bahwa 144 penyakit yang disebut-sebut itu sebenarnya adalah daftar kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter umum. Nah, ini dia letak kesalahpahaman utamanya. Daftar itu bukan acuan jenis penyakit yang tidak mendapat jaminan kesehatan dari BPJS. Jadi, itu lebih ke standar kemampuan dasar yang diharapkan ada pada setiap dokter di tingkat pelayanan pertama, bukan daftar hitam penyakit yang ditolak BPJS.

“Tidak ada ketentuan 144 diagnosa [penyakit] itu tidak ditanggung BPJS, itu adalah kompetensi yang harus dimiliki dokter umum,” ujar Ibu Hernina dengan jelas usai mengikuti rakor di DPRD Surabaya. Beliau menekankan bahwa daftar tersebut berfungsi sebagai panduan bagi dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas atau klinik pratama, dalam menangani kasus-kasus penyakit yang umum terjadi di masyarakat.

Apa Sih Maksudnya ‘Kompetensi Dokter Umum’?

Biar lebih jelas lagi, yuk kita bedah sedikit apa itu kompetensi dokter umum. Jadi, setelah lulus kuliah dan menjalani serangkaian pendidikan, seorang dokter harus memiliki kemampuan minimal untuk menangani berbagai penyakit dasar dan umum. Daftar 144 penyakit ini adalah contoh penyakit-penyakit yang diharapkan bisa ditangani oleh dokter umum di garda terdepan pelayanan kesehatan, yaitu di FKTP.

Misalnya, penyakit seperti batuk pilek biasa, demam ringan, sakit kepala tegang, atau luka ringan. Ini adalah kasus-kasus yang seharusnya bisa ditangani oleh dokter umum tanpa perlu langsung dirujuk ke rumah sakit spesialis. Penanganan di FKTP ini penting untuk efisiensi sistem kesehatan BPJS. Bayangkan kalau setiap sakit sedikit langsung ke rumah sakit besar, pasti antreannya panjang dan sumber daya rumah sakit bisa overload.

Tapi, perlu dicatat baik-baik: memiliki kompetensi untuk menangani bukan berarti wajib menangani semua kondisi dari penyakit itu di FKTP. Jika kondisi pasien ternyata lebih serius, ada komplikasi, tidak membaik dengan pengobatan standar di FKTP, atau masuk kategori gawat darurat, dokter umum punya wewenang dan justru seharusnya merujuk pasien tersebut ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, yaitu rumah sakit yang memiliki dokter spesialis atau peralatan yang dibutuhkan.

Rujukan Tetap Jalan, Asal…

Nah, ini poin krusialnya. Meskipun sebuah penyakit masuk dalam daftar ‘kompetensi dokter umum’, pasien yang berobat di FKTP dan terdiagnosa penyakit tersebut masih bisa dirujuk ke rumah sakit. Syaratnya? Harus berdasarkan hasil tinjauan medis oleh dokter di FKTP. Dokter akan menganalisis apakah kondisi pasien memang membutuhkan penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis atau penanganan di fasilitas rumah sakit.

“Tetap boleh dirujuk sepanjang analisis [dokter] perlu rujukan ke dokter spesialis,” tegas Ibu Hernina. Ini menunjukkan bahwa sistem rujukan BPJS tetap berjalan fleksibel, tidak kaku berdasarkan daftar penyakit semata. Penilaian kondisi pasien secara individual oleh dokter yang memeriksa adalah kunci utama dalam menentukan apakah rujukan diperlukan atau tidak. Faktor seperti tingkat keparahan, adanya komplikasi, respon terhadap pengobatan awal, dan kondisi penyerta lainnya menjadi pertimbangan penting.

Contohnya, penyakit migrain. Secara umum, migrain masuk dalam daftar kompetensi dokter umum dan bisa ditangani di FKTP. Namun, jika pasien mengalami migrain yang sangat parah, sering kambuh, tidak mempan dengan obat-obatan standar yang tersedia di FKTP, atau disertai gejala neurologis lain yang mengkhawatirkan, dokter di puskesmas berhak merujuk pasien tersebut ke dokter spesialis saraf di rumah sakit untuk evaluasi dan penanganan lebih lanjut.

Hal yang sama berlaku untuk penyakit lain dalam daftar 144, seperti kejang demam. Kejang demam pada anak memang umum terjadi, dan penanganan awalnya seringkali di FKTP. Tetapi jika kejangnya berlangsung lama, berulang dalam waktu singkat, atau ada tanda-tanda bahaya lain, rujukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih mendalam oleh dokter spesialis anak atau neurolog anak sangat diperlukan dan akan tetap dicover BPJS sesuai prosedur.

Intinya, daftar 144 penyakit itu lebih berfungsi sebagai panduan awal bagi dokter umum di FKTP. Namun, keputusan rujukan ultimate tetap berada di tangan dokter berdasarkan kondisi klinis pasien dan analisis medis yang mendalam. Jadi, selama ada indikasi medis yang kuat atau kondisi pasien masuk kategori gawat darurat yang memerlukan penanganan spesialis atau fasilitas rumah sakit, rujukan seharusnya tidak terhambat oleh daftar tersebut.

DPRD Soroti Sistem & Sosialisasi

Selain klarifikasi dari BPJS, rapat di DPRD Surabaya ini juga mengungkap beberapa catatan penting dari sudut pandang pengawas, yaitu para anggota dewan. Dr. Akmarawita Kadir, yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, menyoroti perlunya perbaikan sistem dan peningkatan sosialisasi terkait masalah ini.

Beliau meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya untuk segera mengevaluasi sistem informasi manajemen puskesmas (Simpus). Menurutnya, Simpus jangan sampai memasukkan 144 jenis penyakit itu ke dalam kategori layanan yang otomatis tidak boleh dirujuk. Ini karena, seperti yang sudah dijelaskan, 144 penyakit itu adalah standar kompetensi minimal dokter umum, bukan dasar untuk menolak rujukan. Kesalahan konfigurasi pada Simpus bisa menjadi sumber kebingungan di tingkat Faskes pertama dan menghambat proses rujukan yang sebenarnya diperlukan.

“Kami sudah minta Dinkes untuk mengevaluasi Simpus. Karena 144 penyakit itu merupakan standar kompetensi minimal dokter umum. Bukan dasar pasien tidak bisa dirujuk,” kata dr. Akma, menekankan bahwa sistem harus mendukung alur pelayanan yang benar, bukan malah menciptakan hambatan berdasarkan kesalahpahaman interpretasi data.

Tak hanya soal sistem, dr. Akma juga menilai pihak BPJS Cabang Surabaya masih kurang gencar dalam melakukan sosialisasi. Kurangnya sosialisasi ini yang menyebabkan banyak masyarakat dan bahkan mungkin petugas di beberapa faskes menjadi salah mengartikan tentang makna sebenarnya dari daftar 144 penyakit tersebut. Info yang beredar di website faskes kemungkinan besar muncul karena adanya interpretasi yang keliru akibat minimnya sosialisasi yang memadai.

Oleh karena itu, beliau meminta BPJS Cabang Surabaya untuk lebih meningkatkan kepekaan dan pemahaman, terutama terkait klasifikasi penyakit gawat darurat. BPJS diminta untuk lebih bijak dalam melihat kasus per kasus, memastikan bahwa pasien dengan kondisi gawat darurat atau yang memerlukan penanganan spesialis mendapatkan rujukan yang cepat dan tepat, tanpa terhambat oleh misinterpretasi daftar kompetensi dokter umum.

“Kepala BPJS sudah bilang tetap dapat rujukan asalkan ada analisis gawat darurat dari dokter. Selain itu BPJS harus bijak, meningkatkan kepekaan terhadap penyakit gawat darurat seperti apa,” tutur dr. Akma, mengingatkan bahwa di lapangan, kondisi pasien bisa sangat bervariasi dan memerlukan penilaian medis yang cermat, di luar daftar baku.

Dinkes Surabaya Siap Evaluasi dan Koordinasi

Menyambut masukan dari DPRD dan klarifikasi dari BPJS, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Ibu Nanik Sukristina, menyatakan kesiapannya untuk mengambil langkah perbaikan. Beliau berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh dan mengadakan rapat koordinasi dengan semua pihak terkait, yaitu puskesmas (selaku FKTP) dan rumah sakit (selaku faskes rujukan), berdasarkan hasil rapat dengan DPRD dan BPJS Kesehatan.

“Kami akan duduk bersama dengan pihak puskesmas dan rumah sakit untuk membahas evaluasi hari ini. Intinya kami ingin memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat Surabaya,” ungkap Ibu Nanik. Langkah ini sangat penting untuk menyamakan persepsi, memperbaiki sistem informasi (terutama Simpus), dan memastikan seluruh alur pelayanan BPJS, mulai dari FKTP hingga rumah sakit, berjalan lancar dan sesuai aturan, demi kenyamanan dan kesehatan warga.

Koordinasi antara Dinkes, BPJS, Puskesmas, dan Rumah Sakit adalah kunci. Dengan duduk bersama, mereka bisa membahas kendala di lapangan, menyamakan pemahaman tentang aturan rujukan, dan mencari solusi terbaik agar tidak ada lagi kesalahpahaman yang merugikan pasien. Ini termasuk memastikan dokter di FKTP memahami betul kapan rujukan diperlukan dan bagaimana prosesnya, serta rumah sakit penerima rujukan siap menerima pasien sesuai indikasi medis.

Contoh Penyakit dari Daftar ‘Kompetensi Dokter Umum’

Sebagai gambaran, beberapa jenis penyakit yang termasuk dalam daftar 144 kompetensi dokter umum yang sempat disalahartikan ini contohnya adalah:
* Kejang demam: Kejang yang terjadi pada anak saat suhu tubuh tinggi, biasanya bisa ditangani di FKTP, namun perlu rujukan jika kejangnya tidak khas demam, lama, atau berulang.
* Tetanus: Penyakit akibat infeksi bakteri, penanganan awal bisa di FKTP, tapi kasus serius butuh perawatan intensif di RS.
* HIV/AIDS tanpa komplikasi: Diagnosis awal bisa di FKTP, penanganan dan monitoring lebih lanjut seringkali perlu rujukan ke RS rujukan HIV/AIDS.
* Sakit kepala tegang (Tension Headache): Jenis sakit kepala umum yang bisa ditangani di FKTP.
* Migrain: Sakit kepala berdenyut, bisa ditangani di FKTP, namun migrain parah atau rumit butuh spesialis.
* Bell’s palsy: Kelemahan otot wajah tiba-tiba, seringkali bisa ditangani di FKTP.
* Vertigo: Rasa pusing berputar, bisa ditangani di FKTP, tapi kasus kronis atau dengan gejala lain perlu rujukan.
* Gangguan somatoform: Gejala fisik tanpa penyebab medis jelas, penanganan awal bisa di FKTP.
* Insomnia: Sulit tidur, penanganan awal di FKTP.
* Benda asing di konjungtiva: Ada benda menempel di mata, sering bisa diatasi di FKTP.
* Konjungtivitis: Peradangan mata, penanganan awal di FKTP.
* Perdarahan subkonjungtiva: Perdarahan di bagian putih mata, seringkali tidak berbahaya dan bisa dievaluasi di FKTP.
* Tata kering (Dry Skin): Kulit kering, masalah kulit umum yang bisa ditangani di FKTP.

Daftar ini memang mencakup berbagai penyakit yang umum ditemui dalam praktik sehari-hari. Tujuan adanya daftar ini adalah agar dokter umum memiliki kemampuan untuk mendiagnosa dan memberikan penanganan awal yang tepat di FKTP. Ini adalah filter pertama dalam sistem kesehatan berjenjang BPJS, untuk memastikan kasus-kasus ringan bisa ditangani di tingkat primer, sementara kasus yang lebih kompleks atau gawat darurat bisa diteruskan ke tingkat sekunder atau tersier (rumah sakit).

Sekali lagi, status penyakit-penyakit ini sebagai ‘kompetensi dokter umum’ tidak otomatis berarti pasiennya tidak bisa dirujuk. Jika dokter di FKTP menilai kondisi pasien (meskipun diagnosanya masuk dalam daftar 144) memerlukan penanganan spesialis karena berat, tidak membaik, atau ada komplikasi, maka rujukan ke rumah sakit akan dan harus diberikan, dan BPJS tetap menanggungnya sesuai prosedur.

Pentingnya Informasi yang Akurat

Kasus beredarnya informasi palsu soal 144 penyakit ini jadi pengingat pentingnya memastikan informasi kesehatan dari sumber yang terpercaya. Di era digital ini, berita menyebar begitu cepat, dan tidak semuanya akurat. Informasi yang keliru soal layanan kesehatan bisa menimbulkan kecemasan yang tidak perlu dan bahkan menghambat masyarakat untuk mendapatkan penanganan yang seharusnya.

BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial wajib terus proaktif dalam memberikan informasi yang jelas, mudah dipahami, dan diakses oleh seluruh peserta dan faskes. Sementara itu, masyarakat juga diharapkan kritis dalam menerima informasi dan sebisa mungkin mencari klarifikasi dari kanal-kanal resmi BPJS atau Dinkes setempat.

BPJS ada untuk melindungi pesertanya, memastikan mereka bisa mengakses layanan kesehatan yang dibutuhkan. Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan BPJS bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan, memastikan pasien mendapatkan penanganan di tingkat yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Daftar kompetensi dokter umum adalah bagian dari sistem itu, bukan alat untuk menolak pelayanan.

Jadi, Warga Surabaya Gimana Nih?

Intinya, buat semua peserta BPJS Kesehatan di Surabaya dan di mana pun, jangan panik dengan info 144 penyakit yang tidak dicover. Itu tidak benar. Daftar itu lebih merujuk pada kemampuan dasar yang harus dimiliki dokter umum. Anda tetap berhak mendapatkan layanan BPJS, termasuk rujukan ke rumah sakit, selama ada indikasi medis yang memerlukan penanganan lebih lanjut dari dokter spesialis atau fasilitas rumah sakit, sesuai penilaian dokter di FKTP Anda.

Percayakan pada dokter di puskesmas atau klinik pratama tempat Anda terdaftar. Mereka adalah pihak yang paling kompeten untuk menilai kondisi kesehatan Anda dan menentukan apakah rujukan diperlukan atau tidak. Jika memang kondisi Anda butuh penanganan di rumah sakit, dokter akan membuatkan surat rujukan. BPJS akan menanggung biaya perawatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Meskipun info sudah diluruskan, penting juga bagi semua pihak terkait – BPJS, Dinkes, Puskesmas, dan Rumah Sakit – untuk terus meningkatkan komunikasi dan koordinasi agar kesalahpahaman seperti ini tidak terulang. Evaluasi sistem informasi seperti Simpus juga krusial untuk memastikan alur layanan berjalan mulus.

Semoga klarifikasi ini bisa membuat warga Surabaya dan seluruh peserta BPJS lainnya jadi lebih tenang ya. Kesehatan itu aset berharga, jangan biarkan informasi yang salah bikin Anda ragu untuk berobat. Manfaatkan jaminan kesehatan yang sudah Anda miliki sebaik-baiknya.

Gimana nih pendapat kalian setelah baca klarifikasi ini? Pernah dengar info yang bikin panik soal BPJS? Yuk, share di kolom komentar di bawah! Jangan lupa bagikan artikel ini biar makin banyak yang tahu info sebenarnya dan gak panik lagi ya!

Posting Komentar