Nostalgia Bola 70-an: Bedah Buku "Football In The Seventies"

Table of Contents

Cover buku 1974 - Football In The Seventies

Siapa yang tak rindu masa-masa sepak bola di era 70-an? Tahun 1974 khususnya, ternyata menyimpan banyak sekali kisah, drama, dan perubahan fundamental yang membentuk wajah sepak bola modern seperti yang kita kenal sekarang. Semua itu terangkum apik dalam sebuah buku berjudul 1974 – Football In The Seventies karya Marvin Close. Buku ini bakal mengajak kita menyelami kembali momen-momen krusial di tahun yang penuh gejolak itu, baik di dalam maupun di luar lapangan hijau.

Buku yang akan dirilis pada Mei 2025 ini diterbitkan oleh Pitch Publishing dalam format paperback dengan ketebalan 320 halaman dan ditulis dalam Bahasa Inggris. Ini bukan sekadar buku statistik atau kumpulan pertandingan, melainkan sebuah narasi mendalam yang menggali konteks sosial, ekonomi, dan budaya di balik setiap tendangan bola. Marvin Close, dengan kepiawaiannya, berhasil membingkai tahun 1974 sebagai titik balik penting dalam sejarah sepak bola.

Mengintip Kejeniusan Sang Penulis

Marvin Close bukanlah nama baru dalam dunia literasi sepak bola. Ia adalah mantan jurnalis berpengalaman yang memang sudah kenyang menulis buku-buku bertema sejarah sepak bola. Karya-karyanya sebelumnya, seperti 1923: Life in Football One Hundred Years Ago dan 1953: Life in Football Seventy Years Ago, menunjukkan dedikasinya dalam menggali masa lalu untuk memahami masa kini. Keahliannya dalam menyajikan sejarah dengan cara yang menarik dan mudah dicerna membuatnya jadi pilihan tepat untuk membongkar tahun 1974 yang begitu kompleks.

Tak hanya itu, Close juga pernah berkolaborasi dengan Chuck Korr dalam buku More Than Just a Game: Football v Apartheid – The Most Important Football Story Ever Told. Ini membuktikan bahwa ia tidak hanya berfokus pada aspek teknis pertandingan, tetapi juga pada dimensi sosial dan politik yang melekat pada sepak bola. Jadi, bisa dipastikan bahwa 1974 – Football In The Seventies akan menawarkan perspektif yang kaya dan tidak hanya sekadar mengulang fakta yang sudah ada. Penelitian mendalam menjadi kekuatan utama Close dalam setiap karyanya, memastikan setiap detail tersaji akurat dan berimbang.

Kisah di Balik Lapangan Hijau: Inggris dalam Pusaran Krisis 1974

Tahun 1974 di Inggris bukanlah tahun yang mudah, lho. Saat itu, negara ini sedang dilanda berbagai masalah pelik, mulai dari pemogokan besar-besaran, pemadaman listrik yang sering terjadi, hingga kebijakan pengurangan hari kerja menjadi hanya tiga hari sepekan. Semua itu berujung pada resesi ekonomi pertama yang dialami Inggris dalam setengah abad terakhir. Bisa dibayangkan betapa kacaunya situasi saat itu, dengan kehidupan sehari-hari masyarakat yang sangat terganggu.

Kondisi ekonomi dan sosial yang tidak stabil ini tentu saja punya dampak besar pada dunia sepak bola. Misalnya, pertandingan dengan lampu sorot penerangan atau floodlight dilarang keras sebagai upaya penghematan energi. Akibatnya, banyak pertandingan harus bergeser ke Minggu siang, mengubah tradisi dan kebiasaan para penggemar. Selain itu, dengan daya beli masyarakat yang menurun drastis, jumlah penonton di stadion pun ikut anjlok. Para penggemar mulai kesulitan menyisihkan uang untuk tiket pertandingan, dan ini menjadi pukulan telak bagi pemasukan klub.

Close dengan cermat mengaitkan gejolak sosial ini dengan apa yang terjadi di tribun stadion. Penurunan jumlah penonton bukan hanya soal uang, tapi juga refleksi dari kekhawatiran dan prioritas masyarakat yang bergeser. Sepak bola yang biasanya jadi pelipur lara, kini harus berjuang keras di tengah kesulitan ekonomi yang mendera. Buku ini akan membawa kita menyelami suasana suram dan tegang tersebut, sekaligus melihat bagaimana olahraga paling populer ini berusaha bertahan di tengah badai.

Saat Sepak Bola Terluka: Hooliganisme dan Tragedi di Stadion

Di tengah kekacauan sosial dan ekonomi, tahun 1974 juga menjadi saksi bisu merebaknya fenomena hooliganisme yang semakin tak terkendali di Inggris. Ini bukan lagi sekadar keributan kecil antar suporter, melainkan kekerasan yang serius dan memprihatinkan. Puncaknya, di tahun yang sama, terjadi pembunuhan pertama di tribun stadion. Kejadian tragis ini sontak mempermalukan Inggris di mata dunia dan menjadi alarm bagi otoritas sepak bola.

Close menginvestigasi secara serius bagaimana hooliganisme ini berkembang dan mengapa bisa sampai pada titik fatal tersebut. Buku ini mungkin akan mengupas akar masalahnya, mulai dari frustrasi sosial, identitas kelompok yang menyimpang, hingga kurangnya penanganan yang efektif dari pihak berwenang. Tragedi ini bukan hanya sekadar catatan hitam dalam sejarah, melainkan pelajaran berharga tentang bagaimana keamanan dan keselamatan penonton harus selalu menjadi prioritas utama. Peristiwa ini mengubah cara pandang terhadap suporter dan memaksa klub serta kepolisian untuk memikirkan ulang strategi pengamanan.

Drama di Lapangan: Clough, Shankly, dan Kejatuhan Setan Merah

Selain gejolak di tribun, lapangan hijau tahun 1974 juga tak kalah dramatis. Salah satu kisah paling legendaris adalah mimpi buruk Brian Clough selama 44 hari melatih Leeds United. Clough, seorang manajer yang brilian namun kontroversial, mengambil alih tim Leeds yang baru saja ditinggalkan Don Revie, sosok yang sangat dicintai dan disegani. Leeds saat itu adalah tim yang kuat dengan identitas permainan yang keras, namun Clough ingin mengubah segalanya secara drastis dalam waktu singkat.

Perselisihan dengan pemain bintang, ketidakcocokan filosofi, dan intrik internal membuat Clough hanya bertahan selama 44 hari, sebuah periode yang kini menjadi anekdot terkenal dalam sejarah sepak bola Inggris. Close menganalisis secara mendalam mengapa periode singkat ini begitu penuh drama dan bagaimana dampaknya terhadap karier Clough serta masa depan Leeds. Ini adalah cerita klasik tentang benturan kepribadian dan budaya yang akhirnya berujung pada kegagalan.

Tak hanya Clough, tahun itu juga diwarnai dengan pensiunnya Bill Shankly dari kursi manajer Liverpool. Shankly adalah ikon, sosok yang membangun fondasi kebesaran Liverpool dari nol. Kepergiannya disambut dengan kisah sedih, air mata, dan saling tuding. Para penggemar dan pemain merasa kehilangan, sementara ada intrik di balik layar yang memunculkan pertanyaan tentang alasannya mundur. Close mungkin akan membongkar “tudingan” apa saja yang muncul dan bagaimana kepergian Shankly, yang begitu mendadak, mengguncang Anfield hingga ke akar-akarnya.

Dan tentu saja, tidak lengkap rasanya membahas 1974 tanpa menyinggung degradasi Manchester United dari kasta tertinggi kompetisi Liga Inggris. Setelah tiga dasawarsa selalu berada di puncak, kejatuhan Setan Merah ini adalah sebuah kejutan besar. Klub sebesar Manchester United terlempar dari liga utama, sebuah peristiwa yang sulit dipercaya bagi banyak penggemar. Close akan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan salah satu klub terbesar di Inggris ini harus menelan pil pahit degradasi. Ini adalah pelajaran bahwa di sepak bola, tidak ada yang abadi, dan bahkan klub raksasa pun bisa goyah.

Revolusi di Balik Layar: Perubahan Penting dalam Sepak Bola

Tahun 1974 bukan hanya tentang drama dan krisis, tetapi juga tentang perubahan fundamental yang membentuk sepak bola modern. Marvin Close menyoroti beberapa revolusi yang terjadi, dimulai dari berakhirnya “larangan” terhadap sepak bola wanita oleh Football Association (FA). Selama lima dekade, FA melarang sepak bola wanita, memandang olahraga ini tidak pantas untuk perempuan. Pencabutan larangan ini di tahun 1974 adalah langkah besar menuju kesetaraan gender dalam olahraga.

Perubahan penting lainnya adalah penataan ulang piramida kompetisi liga. Ini mencakup diizinkannya pemain yang menerima gaji untuk bertanding di liga amatir. Kebijakan ini mengubah lanskap sepak bola amatir dan menunjukkan transisi menuju profesionalisme yang lebih menyeluruh. Akibatnya, tim nasional amatir Inggris pun dibubarkan, menandakan berakhirnya era di mana sepak bola dibagi terlalu kaku antara amatir dan profesional. Ini adalah tanda bahwa sepak bola semakin bergerak ke arah modernisasi dan profesionalisme di semua tingkatan.

Namun, mungkin perubahan paling signifikan yang diulas Close adalah tentang komersialisasi sepak bola. Di tahun 1974, Leeds United dan Umbro memelopori industri replika perlengkapan tim. Mereka mulai memproduksi dan menjual seragam tim replika kepada para penggemar, yang saat ini menjadi bisnis bernilai miliaran poundsterling. Inisiatif ini membuka pintu bagi masuknya sponsor ke dalam sepak bola, mengubah klub dari sekadar tim olahraga menjadi entitas bisnis yang menguntungkan.

Sebelumnya, seragam tim hanya digunakan oleh para pemain. Namun, dengan hadirnya replika, penggemar bisa menunjukkan identitas dan dukungan mereka dengan cara yang lebih nyata. Ini adalah titik awal lahirnya budaya merchandise dalam sepak bola, yang kini menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar klub. Close akan membahas bagaimana Leeds dan Umbro, secara tidak sengaja, meletakkan fondasi bagi industri yang mengubah total lanskap finansial dan branding sepak bola global.

Mengapa 1974 Begitu Penting?

Tahun 1974 adalah sebuah mozaik yang rumit, di mana krisis sosial berjalin dengan drama di lapangan, dan perubahan-perubahan revolusioner mulai menampakkan diri. Buku 1974 – Football In The Seventies bukan hanya sekadar kilas balik, melainkan sebuah analisis mendalam tentang bagaimana satu tahun dapat mencerminkan begitu banyak aspek dari sebuah olahraga dan masyarakatnya. Marvin Close berhasil menyajikan tahun ini sebagai periode yang krusial, di mana fondasi-fondasi sepak bola modern mulai dibangun di tengah gejolak.

Dari masalah hooliganisme yang memalukan hingga kebangkitan sepak bola wanita, dari kehancuran tim-tim raksasa hingga munculnya model bisnis baru, 1974 adalah tahun yang penuh paradoks dan pelajaran. Buku ini menawarkan perspektif yang kaya tentang dinamika antara olahraga, politik, dan ekonomi, serta bagaimana ketiganya saling memengaruhi. Ini adalah bacaan wajib bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang sejarah sepak bola Inggris dan bagaimana ia berevolusi menjadi fenomena global yang kita saksikan hari ini.

Jadi, bagi para penggemar sepak bola, terutama yang penasaran dengan sejarah di balik gemerlapnya stadion dan megahnya klub-klub saat ini, buku ini adalah harta karun yang tak boleh dilewatkan. Ia akan membawa kita melintasi waktu, merasakan kembali atmosfer yang unik dan penuh tantangan di era 70-an, dan memahami bahwa setiap momen dalam sejarah memiliki dampaknya sendiri terhadap masa depan.


Bagaimana menurutmu, apakah ada momen lain di tahun 1974 yang menurutmu paling berkesan dalam sejarah sepak bola? Atau mungkin kamu punya kenangan pribadi tentang sepak bola di era 70-an? Yuk, bagikan ceritamu di kolom komentar!

Posting Komentar