Paulus Tannos Lolos dari Hukum? Ini Trik Buron Korupsi e-KTP!
Siapa sangka, seorang buronan kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah bisa hidup nyaman dan bebas berkeliaran di luar negeri? Ya, Paulus Tannos, tersangka utama kasus korupsi pengadaan KTP elektronik senilai Rp 2,3 triliun, sempat melenggang kangkung di Singapura sebelum akhirnya ditangkap oleh otoritas setempat. Ini bukan cerita fiksi, melainkan fakta yang berhasil diungkap oleh Tim Investigasi Kompas.
Bayangkan saja, seorang buron KPK malah asyik bergaya hidup mewah, sibuk menjalankan bisnisnya, bahkan sempat keluyuran ke berbagai negara lain. Padahal, rekan seperkaraannya seperti mantan Ketua DPR Setya Novanto sudah merasakan dinginnya jeruji besi dan kini bahkan sudah bebas bersyarat. Kisah Paulus Tannos ini memang bikin geleng-geleng kepala, menunjukkan betapa licinnya ia dalam menghindari jerat hukum.
Pengusaha ulung ini ternyata punya segudang cara untuk selalu selangkah lebih maju dibandingkan aparat penegak hukum yang mengejarnya. Ia bahkan pernah dua kali berhadapan langsung dengan aparat Indonesia di Thailand dan Singapura, namun selalu berhasil lolos. Saat ini, ia tengah berjuang mati-matian di persidangan ekstradisi di Singapura untuk menolak dipulangkan ke Tanah Air. Berikut adalah rangkuman jurus-jurus maut ala Tannos yang berhasil dibongkar Tim Investigasi Kompas.
Apa Jurus Jitu Tannos Setelah Jadi Tersangka?¶
Hanya sebulan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el, Paulus Tannos sudah punya kartu as baru yang mengejutkan. Ia berhasil mendapatkan paspor Guinea-Bissau dengan identitas anyar, Tjhin Thian Po. Paspor ini bukan sembarang dokumen, melainkan kunci yang membuka pintu kebebasan bergerak lintas negara tanpa mudah terdeteksi oleh aparat Indonesia. Sungguh langkah yang cerdik dan sangat terencana!
Paspor dari negara kecil di Afrika Barat ini memang dikenal sebagai “paspor emas” yang kerap diperdagangkan di pasar gelap internasional. Investigasi media Eropa, termasuk laporan dari koran berbahasa Perancis, Liberation, pernah mengungkapkan bahwa harga paspor Guinea-Bissau bisa mencapai puluhan hingga ratusan ribu euro. Ini menunjukkan betapa berharganya paspor semacam ini bagi mereka yang ingin melarikan diri dari jeratan hukum atau sekadar mencari identitas baru.
Dengan paspor dan identitas baru ini, Paulus Tannos seolah terlahir kembali sebagai Tjhin Thian Po, warga negara asing yang bebas bergerak. Ia bisa leluasa bepergian, bertransaksi, dan menjalani kehidupan baru tanpa beban masa lalu. Ini adalah strategi klasik yang sering digunakan oleh para buron kelas kakap, memanfaatkan celah dalam sistem hukum dan imigrasi internasional.
Mengapa Tim KPK Gagal Menangkap Paulus Tannos di Luar Negeri?¶
Upaya penangkapan Paulus Tannos di luar negeri oleh KPK sebenarnya sudah dilakukan sejak akhir tahun 2022. Kala itu, tim KPK yang berjumlah enam orang, dipimpin langsung oleh Asep Guntur Rahayu yang saat itu menjabat Direktur Penyidikan KPK, sudah membuntuti Tannos. Mereka tahu Tannos akan terbang dari Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand, menuju Singapura.
Namun, operasi penangkapan itu berakhir dengan kekecewaan besar. Aparat Thailand menolak menahan Tannos karena namanya tidak tercatat dalam red notice Interpol. Tanpa dasar hukum yang kuat dari Interpol, otoritas setempat tidak punya wewenang untuk menangkapnya. Kondisi serupa terulang lagi saat Tannos mendarat di Bandara Changi, Singapura; petugas imigrasi di sana pun tak bisa menahannya.
Ketiadaan red notice ini menjadi celah fatal yang dimanfaatkan Tannos untuk tetap bebas, meskipun sudah diintai ketat. Ini adalah pelajaran pahit bagi penegak hukum Indonesia, menunjukkan betapa pentingnya koordinasi dan kelengkapan administrasi hukum internasional. Akibatnya, upaya KPK di dua negara sekaligus berakhir tanpa hasil yang memuaskan, membiarkan buron kasus besar ini kembali lolos dari genggaman.
Mengapa Nama Paulus Tannos Tak Masuk “Red Notice” Interpol?¶
Pertanyaan besar yang sering muncul adalah: mengapa nama Paulus Tannos tidak kunjung masuk daftar red notice Interpol? Ternyata, ini bukan karena KPK tidak berusaha. Hingga kini, upaya KPK untuk memasukkan nama Tannos ke daftar tersebut selalu mentah di tengah jalan. Tannos melalui tim pengacaranya yang cekatan selalu mengajukan keberatan ke markas Interpol di Lyon, Perancis.
Strategi hukum yang agresif dari pihak Tannos ini terbukti sangat efektif. Mereka berhasil meyakinkan Interpol bahwa kasus yang menjeratnya bukanlah tindak pidana murni, melainkan perkara perdata. Padahal, kita tahu bahwa korupsi e-KTP adalah kejahatan serius yang merugikan negara miliaran rupiah. Alhasil, status buron internasional yang seharusnya membuatnya terdeteksi di berbagai negara pun tak kunjung terbit.
Ini bukan kali pertama Tannos menggunakan taktik serupa. Pada tahun 2012, namanya pernah masuk red notice atas dugaan penipuan, namun status itu hanya bertahan 10 bulan. Tim pengacaranya kembali berhasil meyakinkan Interpol bahwa itu adalah kasus perdata. Keberhasilan berulang Tannos dalam menghindari red notice menunjukkan tingkat kecanggihan dan sumber daya yang dimilikinya untuk melawan sistem hukum internasional.
Apa Kekebalan yang Tannos Dapatkan Setelah Punya Paspor Baru?¶
Memiliki paspor Guinea-Bissau benar-benar menjadi tameng ampuh bagi Paulus Tannos dari kejaran aparat hukum di Indonesia. Statusnya sebagai warga negara asing memberinya kekebalan yang luar biasa, terbukti dengan kegagalannya ditangkap di Thailand dan Singapura pada akhir November 2022. Ini adalah bukti nyata betapa berharganya paspor kedua bagi para buron.
Paspor dari negara Afrika ini bukan hanya alat untuk menghindari penangkapan, tetapi juga tiket untuk menjalani kehidupan glamor dan berkeliling dunia dengan nama Tjhin Thian Po. Dokumen yang diterima oleh Kompas menunjukkan bahwa ia bahkan memperoleh visa untuk bepergian ke Amerika Serikat dan Malaysia. Ini adalah hak istimewa yang jarang dimiliki oleh orang biasa, apalagi seorang buron!
Visa AS pada paspor Guinea-Bissau milik Tannos tercatat diterbitkan pada 17 Februari 2022, sedangkan visa Malaysia pada 7 April 2022. Ini berarti, selama masa-masa ia berstatus buron KPK, Tannos terindikasi kuat telah melancong ke negara-negara tersebut. Sungguh sebuah kemewahan yang tak terbayangkan bagi seseorang yang seharusnya bersembunyi.
Apakah Paulus Tannos Masih Punya Bisnis Selama Jadi Buron?¶
Ternyata, status buron tidak menghalangi Paulus Tannos untuk tetap berbisnis dan memperluas kerajaannya. Sejak tahun 2021, ia terindikasi sangat leluasa menjalankan berbagai aktivitas bisnisnya. Jejaknya terlacak melalui dokumen profil pebisnis di portal The Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) di Singapura, tentu saja dengan identitas barunya sebagai Tjhin Thian Po.
Dokumen ACRA menunjukkan bahwa Tjhin Thian Po mengelola dua bisnis yang masih berstatus “Live Company” atau aktif. Kedua entitas bisnis tersebut adalah Noble Prime Investment PTE Ltd dan SEC Management Holdings PTE Ltd. Ini membuktikan bahwa di balik status buronan, Tannos tetap aktif sebagai seorang pengusaha dan terus meraup keuntungan, mungkin dari hasil kejahatan yang ia lakukan.
Kemampuannya untuk tetap berbisnis di negara lain di bawah identitas baru menunjukkan betapa kompleksnya upaya pelacakan aset dan pencegahan pencucian uang. Ini juga menjadi tantangan besar bagi penegak hukum untuk membongkar jaringan finansialnya yang tersembunyi. Tanpa red notice yang efektif dan kerja sama internasional yang kuat, buron seperti Tannos bisa terus menikmati hasil kejahatan mereka.
Bagaimana Nasib Bisnis Tannos di Indonesia?¶
Meskipun sudah berstatus buron dan aktif berbisnis di luar negeri, jejak Paulus Tannos di Indonesia belum sepenuhnya terhapus. Ia diketahui masih memiliki saham senilai Rp 10 miliar di sebuah perusahaan bernama PT Summa Dinamika. Perusahaan ini tercatat dalam data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan menariknya, masih aktif hingga kini dengan perubahan jajaran kepengurusan yang terus terjadi.
Ini menunjukkan bahwa meskipun ia tidak berada di Indonesia, pengaruh dan kepemilikannya atas aset di dalam negeri masih eksis. Sebelum skandal KTP-el ini mencuat, Tannos juga dikenal memiliki sejumlah entitas bisnis lain di Indonesia. Salah satu yang paling terkenal adalah PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI).
Terkait PT Sandipala Arthaputra ini, KPK sudah tidak tinggal diam. Mereka telah melakukan penyitaan atas pabrik percetakan Sandipala sebagai bagian dari upaya pemulihan aset terkait kasus korupsi KTP-el. Namun, dengan adanya kepemilikan saham di PT Summa Dinamika, menjadi jelas bahwa upaya penegak hukum untuk membongkar seluruh jaringan bisnis dan aset Tannos di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Apakah Ekstradisi Paulus Tannos Bakal Berjalan Mulus?¶
Kini, nasib Paulus Tannos akan ditentukan di persidangan ekstradisi di Singapura. Ada sinyal kuat bahwa Singapura menunjukkan kesungguhan untuk menangani kasus ini. Pada sidang committal keempat yang berlangsung pada Kamis, 7 Agustus 2025, Jaksa Vincent Leow dengan meyakinkan terus mematahkan argumen pengacara Tannos. Jaksa Leow berupaya keras meyakinkan hakim agar menyetujui pemulangan Tannos ke Indonesia.
Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, juga menegaskan bahwa Singapura memiliki bukti yang cukup untuk menindaklanjuti permintaan pemulangan Tannos. Menurut Suryopratomo, reputasi Singapura sebagai pusat bisnis global sangat dipertaruhkan dalam kasus ini. Jika ekstradisi Tannos justru mengarah pada dugaan kriminalisasi terhadap seorang pengusaha, ini bisa berdampak besar pada kepercayaan investor dan ekspatriat.
“Pengusaha di Singapura dapat kehormatan tinggi. Kalau terjadi satu kasus kriminalisasi terhadap pengusaha, sudah bubar jalan itu 1,5 juta ekspatriat di sini,” ujar Suryopratomo. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kasus Tannos bukan hanya soal keadilan bagi Indonesia, tetapi juga ujian bagi sistem hukum dan reputasi bisnis Singapura di mata dunia. Kita tunggu saja bagaimana akhir dari drama ekstradisi ini!
Bagaimana menurut kalian, apakah Paulus Tannos akhirnya akan menghadapi keadilan di Indonesia? Atau ia akan kembali menemukan celah untuk lolos? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!
Posting Komentar