Tantiem BUMN: Bonus Gede Buat Siapa Saja? Cek Syarat & Besarannya!
Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan oleh pernyataan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, terkait isu tantiem di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pidatonya saat Penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN 2025, beliau secara gamblang menyinggung rencana untuk menghapus insentif ini. “Saya potong setengah, komisaris paling banyak 6 orang. Kalau bisa, cukup 4 atau 5, dan saya hilangkan tantiem,” tegasnya, mengutip laporan pada Jumat (15/8/2025).
Pernyataan ini sontak memicu beragam respons dan pertanyaan di kalangan masyarakat. Apa sebenarnya tantiem itu? Siapa saja yang selama ini menikmati “bonus gede” ini di BUMN? Dan mengapa isu ini menjadi begitu krusial untuk dibahas? Mari kita bedah lebih lanjut seluk-beluk tantiem yang kerap dikaitkan dengan para petinggi BUMN, mulai dari pengertian, syarat pencairan, hingga besarannya.
Apa Itu Tantiem?¶
Istilah “tantiem” mungkin terdengar asing bagi sebagian besar dari kita, seperti yang juga disinggung oleh Presiden Prabowo. Namun, sebenarnya, konsep ini sudah lama dikenal dalam dunia korporasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring, tantiem diartikan sebagai “bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan.” Jadi, secara sederhana, tantiem adalah bentuk penghargaan atau bonus yang diberikan kepada individu tertentu dalam perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan profitabilitas.
Lebih spesifik lagi untuk konteks BUMN, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Nomor PER-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia BUMN memberikan definisi yang lebih rinci. Pasal 1 ayat (43) menyebutkan: “Tantiem adalah Penghasilan yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN apabila BUMN bersangkutan memperoleh laba dan tidak mengalami akumulasi kerugian.” Ini jelas menunjukkan bahwa tantiem adalah insentif berbasis kinerja yang sangat erat kaitannya dengan capaian profit BUMN.
Secara etimologis, kata tantiem memang berasal dari bahasa asing. Kamus Merriam Webster melacaknya dari bahasa Prancis, tantième, yang berarti “persentase atau bagian proporsional terutama dari keuntungan atau laba.” Ada juga yang menyebut bahwa akar katanya berasal dari bahasa Belanda yang bermakna “bonus.” Jadi, tak salah jika kita menyimpulkan bahwa tantiem adalah insentif atau bonus yang diberikan kepada para petinggi perusahaan, sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka dalam meraih keuntungan. Insentif ini berbeda dengan gaji pokok dan tunjangan, karena sangat tergantung pada performa keuangan perusahaan.
Mengapa Tantiem Diberikan?¶
Pemberian tantiem bukan tanpa alasan. Ada filosofi di baliknya yang bertujuan untuk mendorong kinerja optimal dan menyelaraskan kepentingan antara manajemen dengan pemilik perusahaan, dalam hal ini negara sebagai pemegang saham BUMN. Pertama, tantiem berfungsi sebagai motivator kinerja. Dengan adanya insentif berbasis laba, direksi dan dewan komisaris diharapkan akan lebih termotivasi untuk bekerja keras, mengambil keputusan strategis yang tepat, dan memastikan BUMN meraih keuntungan maksimal. Ini menciptakan sense of ownership yang lebih kuat terhadap performa finansial.
Kedua, tantiem juga berperan sebagai alat untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik. Posisi direksi dan dewan komisaris BUMN adalah jabatan strategis yang membutuhkan keahlian, pengalaman, dan integritas tinggi. Agar BUMN dapat bersaing dengan sektor swasta dalam merekrut talenta top, paket kompensasi yang menarik, termasuk tantiem, seringkali menjadi daya tarik. Ini penting untuk memastikan bahwa BUMN dikelola oleh orang-orang yang paling kompeten.
Ketiga, tantiem bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan. Jika tantiem dikaitkan dengan laba perusahaan, maka fokus manajemen akan lebih terarah pada pencapaian profitabilitas yang berkelanjutan. Ini sejalan dengan harapan pemerintah sebagai pemegang saham yang menginginkan BUMN tidak hanya melayani publik, tetapi juga memberikan kontribusi finansial bagi negara. Namun, tentu saja, ada juga perdebatan apakah fokus pada laba ini selalu sejalan dengan misi pelayanan publik BUMN.
Direksi dan Dewan Komisaris/Pengawas BUMN: Siapa Mereka?¶
Setelah memahami apa itu tantiem, penting juga untuk mengenal lebih dekat siapa saja pihak-pihak yang berhak menerimanya, yaitu direksi dan dewan komisaris/pengawas BUMN. Mereka adalah figur-figur kunci dalam struktur organisasi BUMN yang memegang peran strategis dalam operasional dan pengawasan. Mari kita telaah definisi dan peran masing-masing:
1. Direksi BUMN¶
Direksi adalah jantung operasional setiap BUMN. Menurut pasal 1 ayat (13) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023, “Direksi adalah organ BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN dan/atau Anak Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan BUMN dan/atau Anak Perusahaan serta mewakili BUMN dan/atau Anak Perusahaan, baik di dalam maupun luar pengadilan.” Ini berarti direksi adalah tim eksekutif yang bertanggung jawab penuh atas segala aktivitas manajemen harian, pengambilan keputusan strategis, perencanaan bisnis, pengembangan produk atau layanan, hingga pengelolaan sumber daya manusia dan keuangan.
Peran direksi sangat krusial dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan. Mereka yang merumuskan visi dan misi, menetapkan target-target operasional, serta memastikan bahwa seluruh unit bisnis berjalan sesuai rencana. Direksi juga harus memastikan BUMN tidak hanya meraih keuntungan, tetapi juga menjalankan fungsi sosial dan ekonomi yang diamanatkan oleh negara. Keberhasilan atau kegagalan sebuah BUMN sangat bergantung pada kepiawaian direksi dalam menjalankan tugasnya.
2. Dewan Komisaris¶
Jika direksi adalah pihak yang mengelola, maka dewan komisaris adalah mata dan telinga pemilik perusahaan, dalam hal ini negara. Pasal 1 ayat (14) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023 mendefinisikan: “Dewan Komisaris adalah organ Persero dan/atau Anak Perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero dan/atau Anak Perusahaan.” Fungsi utama dewan komisaris adalah memastikan bahwa direksi menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan, tujuan perusahaan, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Dewan komisaris tidak terlibat dalam operasional sehari-hari, melainkan fokus pada pengawasan strategis, penilaian kinerja direksi, dan persetujuan kebijakan-kebijakan penting. Mereka juga berperan dalam memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan BUMN. Keberadaan dewan komisaris adalah wujud dari sistem checks and balances yang esensial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan kepentingan negara sebagai pemegang saham terlindungi.
3. Dewan Pengawas¶
Dewan Pengawas memiliki fungsi serupa dengan Dewan Komisaris, namun keberadaannya khusus untuk Perusahaan Umum (Perum). Pasal 1 ayat (15) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023 menyatakan: “Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Perum.” Perbedaan utama antara Persero dan Perum terletak pada tujuan pendiriannya. Persero berorientasi profit dengan modal terbagi atas saham, sementara Perum lebih berorientasi pada pelayanan umum tanpa modal yang terbagi atas saham.
Meskipun fokusnya pada Perum, peran Dewan Pengawas tetap vital dalam memastikan bahwa BUMN yang memiliki misi pelayanan publik ini dikelola secara efisien dan efektif, tanpa mengabaikan kualitas pelayanan. Mereka memastikan direksi Perum tidak hanya fokus pada pencapaian target operasional, tetapi juga menjalankan mandat pelayanan publiknya dengan baik dan akuntabel.
Syarat Tantiem Cair untuk Direksi-Dewan Komisaris/Pengawas BUMN¶
Tantiem, sebagai “bonus kinerja,” tentu saja tidak diberikan secara cuma-cuma. Ada sejumlah persyaratan ketat yang harus dipenuhi oleh BUMN yang bersangkutan agar tantiem dapat dicairkan kepada direksi dan dewan komisaris/pengawas. Persyaratan ini dirancang untuk memastikan bahwa insentif diberikan hanya kepada entitas yang benar-benar menunjukkan kinerja keuangan dan operasional yang baik. Rinciannya, sebagaimana tertuang dalam pasal 102 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023, adalah sebagai berikut:
-
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Auditor:
Syarat pertama adalah laporan keuangan BUMN harus mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari auditor independen. Opini WTP ini merupakan standar tertinggi dalam audit laporan keuangan, yang menandakan bahwa laporan keuangan BUMN telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Ini adalah bukti nyata dari transparansi dan akuntabilitas keuangan BUMN. Jika BUMN tidak mendapatkan opini WTP, itu mengindikasikan adanya masalah serius dalam pencatatan keuangan atau penyajian laporan, sehingga tantiem tidak akan dicairkan. Opini ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor.
-
Realisasi Tingkat Kesehatan Minimal Peringkat BBB:
BUMN harus memiliki tingkat kesehatan yang setidaknya berada pada peringkat BBB. Peringkat kesehatan ini adalah indikator kinerja keuangan dan operasional BUMN secara keseluruhan, yang biasanya dievaluasi berdasarkan berbagai parameter seperti rasio keuangan, efisiensi operasional, dan kepatuhan. Peringkat BBB menunjukkan bahwa BUMN berada dalam kondisi yang cukup sehat dan stabil. Penting dicatat bahwa penilaian ini dilakukan tanpa memperhitungkan beban atau keuntungan yang diakibatkan oleh tindakan direksi sebelumnya atau faktor-faktor di luar kendali direksi BUMN saat ini. Ini memastikan bahwa penilaian kinerja adalah adil dan relevan dengan periode kepemimpinan direksi yang bersangkutan.
-
Capaian Key Performance Indicator (KPI) Minimal 80%:
Direksi dan Dewan Komisaris/Pengawas BUMN harus mencapai Key Performance Indicator (KPI) minimal 80%. KPI adalah serangkaian indikator terukur yang digunakan untuk menilai sejauh mana tujuan strategis BUMN telah tercapai. KPI dapat mencakup aspek profitabilitas, efisiensi operasional, kualitas layanan, inovasi, atau bahkan kontribusi sosial. Pencapaian 80% menunjukkan bahwa manajemen telah memenuhi sebagian besar target yang ditetapkan. Sama seperti poin sebelumnya, capaian ini juga dihitung tanpa memperhitungkan faktor-faktor di luar kendali direksi, sehingga penilaian kinerja tetap objektif dan relevan.
`
-
Kondisi BUMN Tidak Semakin Merugi atau Tidak Menjadi Rugi:
Syarat ini sangat krusial untuk mencegah insentif diberikan pada entitas yang performanya menurun. Jika BUMN dalam kondisi rugi pada tahun sebelumnya, tantiem hanya bisa cair jika kerugian tidak semakin besar dari tahun sebelumnya. Artinya, ada perbaikan dalam pengelolaan kerugian. Sementara itu, jika BUMN sebelumnya dalam kondisi untung, tantiem bisa cair asalkan BUMN tidak menjadi rugi pada periode yang dinilai. Lagi-lagi, penilaian ini tidak memperhitungkan faktor-faktor di luar kendali direksi BUMN. Tujuan dari syarat ini adalah untuk memastikan bahwa tantiem hanya diberikan sebagai apresiasi atas perbaikan kinerja keuangan atau mempertahankan profitabilitas.
Keseluruhan persyaratan ini menunjukkan bahwa pencairan tantiem di BUMN sangat ketat dan berbasis pada kinerja yang terukur dan akuntabel. Ini adalah upaya pemerintah untuk memastikan bahwa insentif yang diberikan benar-benar sepadan dengan upaya dan keberhasilan manajemen dalam mengelola aset negara secara efektif dan efisien. Jika salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi, maka tantiem tidak akan dicairkan.
Besaran Tantiem bagi Direksi-Dewan Komisaris/Pengawas BUMN¶
Setelah memenuhi semua persyaratan ketat yang telah disebutkan, barulah tantiem dapat dicairkan. Namun, berapa besarannya? Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023, khususnya pasal 106, menjelaskan komposisi tantiem, insentif kerja, dan insentif khusus berdasarkan jabatan. Besaran ini dihitung dalam persentase dari tantiem Direktur Utama BUMN, yang menjadi patokan tertinggi. Ini adalah struktur yang dirancang untuk mencerminkan hierarki tanggung jawab dan kontribusi dalam perusahaan.
Berikut adalah rincian besaran tantiem sesuai dengan jabatan:
- Wakil Direktur Utama BUMN: Menerima sebesar 90% dari tantiem Direktur Utama BUMN. Posisi Wakil Direktur Utama memiliki tanggung jawab yang hampir sama besar dengan Direktur Utama, sehingga persentasenya juga sangat mendekati.
- Anggota Direksi BUMN: Menerima sebesar 85% dari tantiem Direktur Utama BUMN. Sebagai bagian dari tim eksekutif yang menjalankan operasional harian, anggota direksi memiliki kontribusi signifikan terhadap capaian perusahaan.
- Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas BUMN: Menerima sebesar 45% dari tantiem Direktur Utama BUMN. Meskipun tidak terlibat dalam operasional, peran pengawasan dan pemberian nasihat strategis oleh Komisaris Utama sangat dihargai, sehingga porsinya cukup besar.
- Wakil Komisaris Utama/Wakil Ketua Dewan Pengawas BUMN: Menerima sebesar 42,5% dari tantiem Direktur Utama BUMN. Porsi ini sedikit di bawah Komisaris Utama, mencerminkan hierarki dalam fungsi pengawasan.
- Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN: Menerima sebesar 90% dari tantiem Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas BUMN. Ini menunjukkan bahwa anggota dewan komisaris memiliki porsi yang setara dalam fungsi pengawasan, hanya saja acuannya adalah tantiem dari pemimpin dewan mereka sendiri, bukan Direktur Utama BUMN secara langsung.
Tabel Perbandingan Besaran Tantiem (dalam % dari Direktur Utama atau Komisaris Utama)
Jabatan | Besaran Tantiem (% dari Direktur Utama) | Besaran Tantiem (% dari Komisaris Utama) |
---|---|---|
Direktur Utama BUMN | 100% (Patokan) | - |
Wakil Direktur Utama BUMN | 90% | - |
Anggota Direksi BUMN | 85% | - |
Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas BUMN | 45% | 100% (Patokan) |
Wakil Komisaris Utama/Wakil Ketua Dewan Pengawas BUMN | 42.5% | 94.4% (dari Komisaris Utama) |
Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN | 40.5% (dari Direktur Utama) | 90% |
Catatan: Konversi persentase anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas ke Direktur Utama adalah 90% dari 45% = 40.5%.
Fleksibilitas Penyesuaian Besaran¶
Meskipun ada patokan persentase ini, perlu diingat bahwa komposisinya mungkin saja berbeda dari aturan di atas. Hal ini bisa terjadi apabila disepakati besaran lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh menteri yang berwenang. Tujuan dari pengubahan besaran ini adalah agar lebih berkeadilan dan dapat disesuaikan dengan kondisi spesifik BUMN, kinerja yang sangat luar biasa, atau bahkan kebijakan pemerintah untuk menjaga keseimbangan.
Misalnya, dalam situasi tertentu, RUPS mungkin memutuskan untuk mengurangi porsi tantiem jika profitabilitas perusahaan menurun drastis atau jika ada sentimen publik yang kuat terkait kompensasi petinggi BUMN. Sebaliknya, jika ada BUMN yang mencatat keuntungan fenomenal dan memberikan kontribusi luar biasa bagi negara, RUPS bisa saja menyesuaikan porsi tantiem sebagai bentuk penghargaan lebih. Fleksibilitas ini menunjukkan bahwa mekanisme tantiem adalah bagian dari tata kelola yang dinamis, yang bisa disesuaikan demi mencapai keadilan dan efisiensi.
Perdebatan dan Masa Depan Tantiem di BUMN¶
Isu tantiem di BUMN memang selalu menjadi topik hangat yang memicu pro dan kontra. Di satu sisi, banyak yang berpendapat bahwa tantiem adalah insentif yang wajar untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik dalam mengelola aset negara yang nilainya triliunan rupiah. Tanpa kompensasi yang kompetitif, BUMN bisa kehilangan direksi dan komisaris berkualitas ke sektor swasta, yang pada akhirnya bisa merugikan negara. Mereka berargumen bahwa tantiem adalah bagian dari upaya untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan meritokrasi, di mana penghargaan diberikan berdasarkan kinerja.
Namun, di sisi lain, banyak juga kritik yang mengatakan bahwa besaran tantiem di BUMN terkadang terasa “tidak etis” atau “terlalu besar,” terutama jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat atau performa BUMN yang belum sepenuhnya optimal dalam pelayanan publik. Kritik sering muncul ketika BUMN masih merugi namun direksi dan komisarisnya tetap menerima kompensasi yang tinggi, meskipun ini seharusnya tidak terjadi dengan adanya syarat pencairan tantiem yang ketat. Sentimen ini diperkuat oleh kasus-kasus korupsi atau inefisiensi yang seringkali melanda beberapa BUMN, menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas penggunaan dana publik.
Pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghapus tantiem adalah refleksi dari sentimen ini. Motivasi di balik rencana ini kemungkinan besar adalah untuk menunjukkan komitmen terhadap efisiensi anggaran, mengurangi biaya operasional BUMN, dan memberikan sinyal kuat kepada publik bahwa pemerintah serius dalam menata kembali manajemen BUMN agar lebih fokus pada kepentingan negara dan rakyat, bukan hanya keuntungan pribadi. Penghapusan tantiem juga bisa menjadi upaya untuk menggeser fokus dari profit semata ke aspek kinerja lain, seperti pelayanan publik dan kontribusi sosial.
Dampak Potensial Penghapusan Tantiem¶
Jika tantiem benar-benar dihapus, tentu akan ada beberapa dampak yang perlu dipertimbangkan:
- Potensi Brain Drain: Salah satu kekhawatiran terbesar adalah potensi hilangnya talenta terbaik dari BUMN. Jika kompensasi menjadi kurang menarik dibandingkan sektor swasta, direksi dan komisaris berkualitas mungkin akan memilih berkarir di tempat lain. Ini bisa menurunkan kualitas manajemen BUMN di masa depan.
- Pergeseran Fokus Insentif: Penghapusan tantiem mungkin mendorong pemerintah untuk merumuskan sistem insentif lain yang tidak semata-mata berbasis laba, tetapi lebih menekankan pada pencapaian tujuan strategis nasional, seperti pemerataan ekonomi, pembangunan infrastruktur, atau peningkatan kualitas layanan publik. Ini bisa berupa bonus berbasis impact sosial atau ekonomi.
- Efisiensi Anggaran: Di sisi positif, penghapusan tantiem tentu akan mengurangi beban biaya operasional BUMN, yang dapat dialokasikan kembali untuk investasi, pengembangan usaha, atau peningkatan kualitas layanan. Ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengelola anggaran secara lebih prudent.
- Sentimen Publik: Kebijakan ini kemungkinan besar akan mendapat dukungan positif dari masyarakat, yang melihatnya sebagai langkah pro-rakyat dan upaya pemerintah untuk menertibkan tata kelola BUMN.
Pada akhirnya, tantangan utama adalah bagaimana menyeimbangkan antara memberikan kompensasi yang adil dan kompetitif bagi para pemimpin BUMN dengan memastikan bahwa mereka tetap fokus pada mandat utama BUMN sebagai agen pembangunan dan pelayan publik. Tantiem adalah salah satu komponen dalam teka-teki kompensasi yang kompleks ini. Keputusan untuk menghapus atau mereformasinya akan memiliki implikasi jangka panjang terhadap wajah BUMN Indonesia di masa depan.
Nah, itulah ulasan lengkap mengenai tantiem BUMN, mulai dari pengertian, siapa penerimanya, syarat pencairannya, hingga besaran dan perdebatan seputar kebijakan ini. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan Anda dan membuka diskusi yang lebih luas tentang masa depan BUMN di Indonesia.
Bagaimana menurut Anda? Apakah tantiem perlu dipertahankan, dihapus, atau direformasi total? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar